Indonesia merupakan sebuah negara bangsa (nation state) yang terdiri dari beragam suku bangsa, bahasa, agama, serta kebudayaan dan tentu saja kaya akan sejarah. Â Namun, dewasa ini, kita dihadapkan pada persoalan rendahnya minat generasi muda akan sejarah bangsa sendiri. Sejarah kerap kali dianggap sebagai hal yang membosankan dan tidak menarik. Dengan perkembangan zaman yang begitu pesat, sejarah seakan dilupakan dan disangkal. Banyak yang berpikiran, sejarah identik dengan belajar masa lalu dan tidak memberikan keuntungan finansial atau bernilai komersial.
Salah satu founding fathers kita (Ir. Soekarno) pernah menyampaikan dalam pidato terakhir beliau di masa jabatannya sebagai Presiden pada peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia yang ke-21 (tanggal 17 Agustus 1966) . Pidato yang berjudul "Djangan Sekali-kali Meninggalkan Sedjarah (Jas Merah)". Â Isi pidato ini mengingatkan kita untuk tidak melupakan sejarah. Apapun yang telah kita capai di masa lampau adalah awal jalan apa yang akan kita capai di masa sekarang dan bekal nanti di masa depan.
Hampir semua wilayah di Indonesia menyimpan bukti-bukti sejarah perjalanan bangsa ini, Â baik itu dari era pra-kolonial, era kolonial (Portugis, Belanda, Inggris, Jepang), sampai pada era kemerdekaan. Â Begitupun juga dengan Banda Neira sebuah gugus kepulauan kecil nun jauh di Timur Indonesia tepatnya di Provinsi Maluku begitu banyak menyimpan bukti-bukti hitam dan putihnya sejarah perjalanan bangsa dan negara Indonesia. Salah satu jejak sejarah bangsa Indonesia (pasca kolonial) yang hingga kini masih berdiri kokoh yaitu Tugu penyambutan Negara Republik Indonesia Serikat (RIS).
Tugu Beton yang berbentuk Obelisk dengan tinggi kurang lebih 3 meter ini merupakan salah satu saksi bisu sejarah perjalanan negara Republik Indonesia. Tugu yang terletak di alun-alun kota Neira (Lapangan Segi Tiga -- Desa Nusantara) ini dibangun atas perintah Presiden Negara Indonesia Timur (NIT) Tjokorda Gde Raka Soekawati dan diresmikan sendiri oleh beliau saat mengunjungi Banda.
Pembangunan tugu ini dilakukan oleh masyarakat Banda pada era Camat atau KPS (Kepala Pemerintahan Setempat) A. A. Pattisahusiwa sebagai bentuk penyambutan atas pembentukan Negara Republik Indonesia Serikat 27 Desember 1949.
Pada prasasti di tugu tersebut bertuliskan :
TUGU
TJIPTAAN RAKJAT BANDA
UNTUK PENJAMBUTAN
KEMERDEKAAN DAN KEDAULATAN