Mohon tunggu...
Risa Amrikasari
Risa Amrikasari Mohon Tunggu... -

I speak, only if I care.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jatuh Bangun Aku Mencintai

12 Oktober 2010   03:33 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:30 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Judulnya seperti lagu dangdut ya? Yang mengira saya ingin bicara soal jatuh bangun seperti yang dinyanyikan oleh Kristina, maaf anda salah. Maaf juga kalau anda kecewa. Saya cuma mau cerita soal pengalaman saya menjadi penerbit. Mungkin sudah banyak orang yang menulis soal pengalamannya menerbitkan buku, tapi nggak apa-apa deh, bagi saya hal ini tetap saja menjadi pengalaman yang menarik dan tak terlupakan. Dalam setiap talk show yang saya lakukan, selalu ada pertanyaan begini :“Apa saja kendala yang dialami dalam pembuatan buku GOOD LAWYER ini?” Dan setiap kali mendengar ini saya sepertinya selalu ingin menghela nafas bahkan tiduran sejenak! Hahaha…. Bukan apa-apa, kalau ditanya kendala, rasanya sampai berhari-hari ceritanya nggak akan selesai. Tapi dalam setiap talk show pun tidak mungkin menceritakan semua kendala, karena hanya akan membuat yang mendengar jadi seperti sedang dicurhati! Anyway, sebenarnya sih agak kurang tepat juga kalau apa yang ingin saya share ini disebut kendala. Saya lebih suka menyebutnya sebagai ‘tantangan’, karena perjalanan penerbitan buku ini benar-benar suatu tantangan yang sangat besar! See? Belum selesai bercerita di sini saja saya sudah ingin tiduran lagi!*hihi… Sebenarnya kalau saya hanya menjadi penulis saja, saya tidak akan begitu mudah ingin ‘tiduran’ setiap pertanyaan itu muncul. Tapi yang saya lakukan justru membuat saya ingin membagi pengalaman saya dengan para penulis lain, dan lagi-lagi, terutama para penulis baru. Jika anda memang yakin bahwa anda adalah seorang penulis yang baik dan karya anda ingin dapat dinikmati oleh pembaca dimanapun, maka hal yang harus anda coba adalah menjadi penerbit dari buku anda sendiri! Sulitkah menjadi penerbit? Sulit! Wih….tentu saja sulit bagi yang malas atau belum mantap mencobanya! Sayapun tak pernah membayangkan bahwa saya akan menjadi penerbit dan buku saya bisa dibaca oleh banyak orang. Hanya modal nekat, kreatifitas, dan dukungan yang saya dapat dari orang-orang terdekat saya yang membuat langkah saya tak terbendung. Dale Carnegie mengatakan : “Most of the important things in the world have been accomplished by people who have kept on trying when there seemed to be no hope at all” Saya tidak tahu siapa Dale Carnegie. Yang saya tahu kalimat penyemangatnya bagus! Tantangan yang pertama adalah bahwa para penulis yang menulis cerita hukum ini bukanlah orang-orang yang berlatar belakang pendidikan hukum, tapi mereka berani menerima tantangan saya untuk menulis cerita berlatar belakang hukum. Butuh ekstra kerja keras untuk membuat cerita hukum, dan kenyataannya itu sangatlah sulit! Belum lagi ketika saya harus sibuk berdebat dengan salah satu peserta kompetisi yang sebenarnya karyanya tidak pantas untuk di-publish tapi sudah menodong saya soal royalti! Sekarang tantangan terbesar nih, menerbitkan buku. Adakah penerbit yang mau menerbitkan sebuah buku yang ditulis oleh para penulis baru dan temanya bukan trend pasar? Tidak ada! Kalau tidak ada, apakah saya harus berhenti? Of course not! Dengan kebutaan yang amat sangat mengenai proses penerbitan dan segala paketnya, perijinannya, pencetakan buku, serta pendistribusian buku, saya mencoba menapaki semua itu. Dengan dukungan motivasi dari teman-teman dekat saya di Rose Heart Writers, semua hal yang berhubungan dengan ‘hitam’nya dunia penerbitan dan distribusi bukupun saya lalui dengan tegar. Sebenarnya ini bukan pertama kalinya saya membuat buku. Sebelumnya saya juga sudah pernah membuat dua buku, akan tetapi tidak menerbitkannya. Hanya mencetak lalu membagikannya kepada kalangan terbatas. Lalu, dimana sih letak kesulitannya? Kan sama-sama mencetak buku? Well, betul, memang sama-sama mencetak buku, tapi pada proses penerbitan, yang harus kita lakukan bukan cuma mencetak, tetapi diikuti oleh proses-proses yang lain yang tentu saja butuh perhatian khusus untuk melakukannya. Kalau penerbitan besar yang sudah tertata rapi manajemennya, untuk setiap bagian ada penanggung jawabnya. Tetapi jika kita menerbitkan buku sendiri, semua hal harus kita kerjakan sendiri juga. Setelah mendapatkan naskah untuk dibukukan, langkah yang harus dilakukan selanjutnya adalah mengedit, me-layout, mendesain cover, membuat dummy, dan….menyiapkan dana untuk mencetak bukunya, of course! Lalu, setelah cetak apa yang harus dilakukan? Proses pencetakan buku itu biasanya 2 minggu. Sambil menunggu buku selesai, saya mulai mencari distributor. Sebagai penerbit baru dan pribadi, distributor mana yang mau mendistribusikan buku saya? Memang banyak sekali perusahaan distribusi di Indonesia ini, tapi mencari distributor yang jujur? Perlu networking yang sangat bagus! Salah satu distributor terkemuka malah ingin mendapat bagian 65 persen dari hasil penjualan! Lalu di tempat lain, para ‘calo’ yang kebetulan adalah bagian procurement dari perusahaan distribusi itu berusaha menjegal jika tidak ada bagian untuk mereka. Sadis? Tidak tahu juga, tapi saya yakin uang yang didapatkan dengan memanfaatkan kelemahan orang lain tidaklah akan membuat seseorang menjadi kaya! Untungnya saya kemudian diperkenalkan dengan seorang perempuan baik hati yang menjadi pimpinan dari salah satu distributor besar yang ada di Indonesia. Pertemuan pertama kami begitu menghasilkan pembicaraan yang sangat baik, dan kerjasama pun terjadi atas dasar niat baik dan yang terpenting adalah trust. GOOD LAWYER bukanlah buku yang semata-mata bersifat komersial karena di balik penerbitannya, terkandung dua misi yang sangat besar, membantu para penulis baru dan memperkenalkan hukum kepada masyarakat. Apakah semudah itu saya mendapatkan distributor? Sudah pasti tidak! Dunia penerbitan buku yang bisa saya katakan sepertinya masuk ke dalam kategori “monopoli” memberikan begitu banyak pengalaman yang sangat berharga buat saya. Mulai dari tertatih mencari informasi mengenai proses pendaftaran ISBN, mencari percetakan, mencari distributor, promosi buku, sampai ke urusan penjualan. Ketika urusan pencarian distributor selesai, langkah selanjutnya adalah memikirkan model promosi seperti apa yang akan saya lakukan. Target saya saat itu memang bukan untuk benar-benar berjualan dalam arti meraup keuntungan materi. Target saya berbeda dengan penerbit lain. Target saya adalah membantu para penulis pemula, sekaligus menjadikan buku itu sebagai kendaraan saya untuk bisa mendekatkan masyarakat kepada hukum. Dengan dukungan penuh dari adik saya tersayang, Bharata dan kekasih saya tercinta, Mas Dwiyanto, yang selalu memberikan cintanya dengan selalu membantu saya dalam segala hal, maka jadilah saya mengadakan promosi besar-besaran yang dianggap oleh beberapa kalangan pengamat dan pecinta buku adalah cara yang tidak biasa. Nevermind with other people judgment about it, I moved forward with my own strategy! Bukan tanpa kendala apapun, tapi semuanya saya anggap sebagai suatu pelajaran yang sangat berharga. Jika ada orang berpikir bahwa usaha menerbitkan buku selesai sampai buku terpajang di toko buku, itu salah! Justru di situlah segala perjuangan mulai menapaki track-nya. Kenapa saya katakan begitu? Karena sistem yang seperti monopoli tadi, maka tidaklah mudah bagi penerbit kecil, apalagi yang baru memulainya seperti saya, akan bisa bersaing dengan penerbit-penerbit lainnya. Itu sebabnya saya selalu ingin membuat buku yang unik dan belum dibuat orang, dan tidak mengikuti trend pasar! Jika kita pergi ke toko buku dan melihat begitu banyak buku yang terpajang, apakah kita pernah berpikir bagaimana sampai buku-buku tersebut berada di deretan ‘display’ terbaik? Berdasarkan apa penilaiannya hingga buku kita bisa diletakkan di tempat strategis dan mudah dilihat orang? Apakah mereka membaca semua buku yang masuk? Tentu saja tidak. Di situ ada lagi persaingan yang bisa dikatakan ‘tidak sepenuhnya’ jujur. Buku-buku yang bukan keluaran penerbit besar atau ditulis oleh penulis terkenal, biasanya tidak akan mampu bersaing untuk mendapatkan tempat di ‘floor display’ apalagi di bagian ‘buku laris’! Saya mendengar ada semacam permainan yang bisa diatur di situ, tapi karena saya tidak terjun langsung dalam proses itu, saya tidak tahu apakah itu benar atau tidak. Pengalaman pertama pada buku GOOD LAWYER (GL), awalnya kalau bukan karena hubungan baik distributor saya dengan pihak toko, mungkin buku saya tidak akan bisa terpajang di floor display. Tapi dalam penerbitan buku GL selain mendapatkan begitu banyak kesedihan, saya juga mendapatkan banyak uluran tangan Tuhan yang selalu memberikan ‘hadiah’nya setiap kali saya berhasil melewati cobaannya. Mungkin karena misi sosial dari buku ini pula lah yang menyebabkan saya diberi kemudahan juga dalam menerbitkannya. Meski saya harus jatuh bangun, bahkan sampai sempat pingsan dan jatuh sakit ketika tahu bahwa 3000 buku pertama yang saya cetak terjadi kesalahan dalam pemilihan kertas, tetapi dukungan semangat dan kekuatan dari semua orang-orang terdekat saya termasuk juga rekan-rekan RHW, saya mampu melewatinya dengan tabah. Itu sebabnya ketika pada terbitan ‘Especially for You’, pihak toko buku sendiri yang meminta banyak stock supaya bisa memajang buku saya di bagian depan deretan buku baru, distributor saya begitu ‘excited’ menelepon saya untuk mengabarkan berita gembira itu. Menurut distributor, pihak toko buku sangat tertarik dengan buku saya hingga tanpa ‘dilobby’ pun mereka meminta tambahan stock untuk dipajang di ‘front display’. Sungguh sesuatu yang sangat memompa semangat saya. Bisnis penerbitan bukan hal yang mudah. Perlu juga komitmen dan kecintaan dalam melakukannya jika ingin berhasil. Tapi tidak ada yang sulit jika kita mau berusaha, dan saya sudah membuktikan itu. Sebagai penerbit baru sekaligus penulis buku, saya merasa mendapatkan begitu banyak tambahan pengetahuan dari hal-hal yang sama sekali tadinya tidak pernah terlintas dalam pikiran saya. Misi saya menerbitkan buku sendiri adalah terutama agar pesan-pesan yang saya ingin sampaikan kepada masyarakat Indonesia bisa tersampaikan tanpa terhalang oleh batasan-batasan yang dibuat oleh penerbit-penerbit lain jika saya hanya mengirimkan naskah saja untuk menerbitkan. Idealisme saya tidak bisa dibeli dengan 10 atau bahkan 15 persen dari bagian saya jika saya hanya menyerahkan naskah kepada penerbit lain. Misi saya harus bisa terlaksana. Jika anda seorang penulis yang juga memiliki idealisme atau misi tertentu, sebaiknya anda menerbitkan sendiri saja buku anda sehingga tidak tergantung kepada penerbit. Sebagai penerbit pun misi dan idealisme saya sampai saat ini masih tetap menyentuh lahan sosial. Saya tetap tidak mau mengikuti trend pasar, apalagi menerbitkan buku sekedar mencari recehan. Apakah saya terdengar sombong dengan mengatakan recehan? Tidak apa-apa. Tapi yang saya katakan itu adalah sebuah kejujuran. Jika anda penulis dan berharap akan kaya dengan hasil tulisan anda tanpa publikasi atau promosi yang besar-besaran, saya hanya ingin mengatakan – “Congratulations, you have entered the dream world!”. Menerbitkan buku adalah pekerjaan berat, jika anda juga menulis buku tersebut. Hasil materi yang anda dapat tidak akan sebanding dengan segala kerja keras yang telah tercurah, untuk itu menjadi penulis memang butuh tekad dan idealisme sendiri untuk tidak menjadi individu yang ‘mata duitan’. 5 buku sudah saya terbitkan, 3 buku terakhir benar-benar berhasil menarik pembaca, dan 2 buku lagi sedang dalam proses. Setiap buku yang saya terbitkan lahir dari rasa cinta saya. Meski untuk itu saya harus jatuh bangun, tak kan pernah ada yang bisa menghentikan saya untuk meraih apa yang saya cintai…:)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun