Mohon tunggu...
Ison Idris
Ison Idris Mohon Tunggu... -

Lahir dan bertumbuh di Sumatera. Saat ini tinggal di Jawa Barat, bekerja sebagai PNS di Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Perdagangan Anjing dan Daging Anjing Untuk Konsumsi Perlu kah Dibatasi?

24 Juni 2010   04:54 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:19 1875
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kedua. Sebagai komoditi yang diperdagangkan, anjing liar (dan diliarkan) memiliki nilai ekonomi. Implikasinya, pengendalian populasi anjing liar (dan diliarkan) yang merupakan salah satu strategi pencegahan dan pemberantasan rabies mendapatkan penolakan di banyak daerah. Padahal populasi anjing liar (diliarkan) yang besar dan padat (high density) merupakan faktor risiko yang sangat penting dalam penyebaran rabies.

Masalah sudah terang. Tetapi isu pembatasan konsumsi daging anjing mungkin bisa dipandang mengandung unsur SARA. Sehingga kebanyakan kita tidak nyaman membahasnya. Mari kita berpikir dalam konteks seperti berikut:

Pada masyarakat tertentu, konsumsi anjing memang merupakan bagian dari tradisi. Pada awalnya mungkin hanya hidangan khusus di tengah keluarga terutama saat pesta dan hari raya, tetapi saat ini telah berkembang luas menjadi usaha komersial. Di kota tertentu kita dengan mudah menemukan warung RW, B1, Sengsu atau Sate Jamu. Konsumsi daging anjing tidak lagi menjadi tradisi tetapi telah menjelma menjadi industri kuliner. Dalam konteks ini kita harus mulai berpikir membatasi konsumsi daging anjing seperti yang dilakukan oleh Philipina. Pembatasan itu tidak bermaksud menghapus tradisi yang sudah turun menurun dalam keluarga masyarakat tertentu, tetapi harus dipandang sebagai upaya mengeliminasi masalah yang ditimbulkan oleh penjualan daging anjing secara komersial.(*_*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun