Ada namanya
Benteng Van Der Capellen. Nggak sebagus
Rotterdam yang ada Museum La Galigonya, benteng ini nggak banyak isi di dalamnya, meski memang dibangun dengan konsep museum seperti Rotterdam, namun mini museum. :p Saat masuk ke Benteng itupun, tak ada seorangpun yang ada di sana. Saya
mblusuk saja ke dalam, foto-foto, dan akhirnya pergi lagi. Jika tak salah ingat, tahun 1804 pembuatannya.
Situs Cagar Budaya Ustano Rajo Alam
Situs Cagar Budaya Ustano Rajo Alam
Selain Benteng, ada lagi makam tua:
Situs Cagar Budaya Ustano Rajo Alam. Bentuk batu nisannya sangat berbeda dengan
Makam Raja Raja Tallo di Sulawesi Selatan yang pernah saya datangi. Bukan nisan sih sebenernya, karena hanya ada batu yang bentuknya mirip Kujang, senjata khas Jawa Barat. Di bagian depan makam, ada makam yang dibungkus dengan kain kuning. Pacar bilang sih, itu makam orang dengan jabatan tertinggi di situ, Rajanya mungkin, tapi saya belum sempat
googling buat mengetahui detail objek wisata situs makam tersebut. Di sebelah makam, ada pohon beringin yang amat besar, dengan segerombolan monyet bermain di bawahnya. Waktu saya yang sangat terbatas, membuat saya tak sempat mencoba mendatangi gerombolan monyet tersebut, apakah jinak atau tidak.
Dan terakhir, objek wisata yang saya kunjungi adalah
Puncak Pato. Saya nggak bisa lama-lama di situ karena hawa dinginnya sama dengan di puncak, nggak kuku deh dingin bener. Setelah dari Puncak Pato, saya dikenalin sama sahabat-sahabat semasa SMA si pacar yang kebetulan ada
reuni kecil-kecilan secara mendadak. Seneng, bisa jalan-jalan ke Padang (lagi) dan berharap tahun-tahun mendatang kembali lagi dan berbagi cerita di blog ini tentang objek wisata yang berbeda. :) ~~~ Anda bisa membaca tulisan yang sama di blog
Isnuansa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Travel Story Selengkapnya