Mohon tunggu...
isnira ekani
isnira ekani Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

Mahasiswa Universitas Teknologi Digital ACCOUNTING'2024

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Good Corporate Governance dan Efisieni Operasi terhadap Kinerja Keuangan

28 Agustus 2024   21:53 Diperbarui: 28 Agustus 2024   21:55 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

A. Teori Agensi (Agency Theory) 

Teori keagenan menyatakan bahwa terdapat kontrak atau perjanjian antara pemilik perusahaan dan manajemennya mengenai tata kelola perusahaan, dan pemilik perusahaan mempercayai manajemen untuk menjalankan perusahaan Dalam menjalankan perusahaan, teori keagenan ini berkaitan dengan distribusi tanggung jawab dari pemilik kepada manajer. Tidak dapat dipungkiri bahwa setiap pihak mempunyai tujuan untuk meningkatkan kinerjanya sehingga dapat mencapai tujuan perusahaan dan pada akhirnya meningkatkan nilai perusahaan di mata investor (Scott, 2003 dalam Siregar, 2021). Jensen dan Meckling (1976) dalam Rosiana A. (2020) mengasumsikan bahwa semua individu bertindak demi kepentingannya sendiri atau cenderung bersifat egois. Sehingga, berasumsi bahwa hubungan keagenan ini muncul karena adanya konflik antara pemegang saham dan manajemen perusahaan. Prinsipal berkepentingan untuk memaksimalkan keuntungan, dan agen tertarik untuk memaksimalkan kepuasan kebutuhan ekonomi. (Titania, H., & Taqwa, S., 2022). Konflik terus berkembang karena prinsipal tidak dapat memantau aktivitas sehari-hari agen untuk memastikan bahwa agen berperilaku sesuai keinginan principal (Hediono & Prasetyaningsih, 2019). Teori keagenan berupaya menyelesaikan konflik antar pihak sehingga masingmasing pihak berkomitmen untuk mematuhi perjanjian. Konflik keagenan antara pemegang saham dan manajemen dapat diminimalkan melalui penerapan tata kelola perusahaan yang efektif dan efisien. (Siregar, 2021). Sehingga, hal ini memunculkan konsep Good Corporate Governance dalam pengelolaan bisnis. Oleh karena itu, penting untuk menerapkan tata kelola perusahaan yang baik untuk mengurangi konflik kepentingan.

B. Good Corporate Governance Good Corporate 

Governance merupakan tata kelola perusahaan yang baik sebagai seperangkat mekanisme untuk mengelola dan mengendalikan suatu perusahaan agar operasionalnya sejalan dengan harapan pemangku kepentingan (IICG, Indonesia Institute of Corporate Governance). Menurut Pesta Saragih et al., 2021, tata kelola perusahaan merupakan suatu cara yang dilakukan perusahaan untuk mencapai hasil yang baik dan memberikan kinerja keuangan yang maksimal untuk kepentingan investor, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menurut Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara No. 117/M-MBU/2002 tentang Penetapan Tata Kelola Perusahaan yang baik pada Badan Usaha Milik Negara, prinsip good corporate governance berfungsi sebagai pedoman maupun kaidah yang sah ditetapkan untuk mengelola secara sehat sistem BUMN. Hery (2013) dalam Puspitaningtyas, Z. (2020) menyatakan bahwa perusahaan dengan tata kelola perusahaan yang baik lebih besar kemungkinannya mengakses sumber pendanaan internasional dibandingkan perusahaan yang tidak menerapkan tata kelola perusahaan yang baik sesuai pedoman. Dengan begitu, tata kelola perusahaan yang baik juga merupakan landasan yang diperlukan bagi perusahaan untuk mencapai nilai perusahaan di atas rata-rata. Good Corporate Governance menerapkan prinsip-prinsip keterbukaan (transparency), akuntabilitas (accountability), pertanggungjawaban (responsibility), independensi (independency), dan kewajaran (fairness). Prinsip tersebut diperlukan untuk mencapai keberlanjutan perusahaan. Dampak dalam penerapan prinsip tata kelola perusahaan yang baik dapat membawa peningkatan kesejahteraan bagi seluruh pemangku kepentingan internal dan eksternal (Puspitaningtyas, 2020). Variabel Good Corporate Governance dalam penelitian ini diproksikan kedalam kepemilikan manajerial, komisaris independen, dan kepemilikan institusional. Ketiga variable tersebut merupakan bagian dari implementasi Good Corporate Governance untuk perusahaan.

 Faktor pertama yaitu kepemilikan manajerial adalah bagian saham biasa yang dimiliki oleh manajemen. Dengan memiliki saham perusahaan, para manajer dapat merasakan langsung manfaat dari setiap keputusan yang diambilnya (Hermayanti & Skarta, 2019). Faktor kedua yaitu komisaris independen, dimana komisaris independen merupakan anggota dewan independen yang tidak mempunyai hubungan dengan dewan direksi atau anggota dewan lainnya dan mempunyai hubungan bisnis sematamata untuk kepentingan perusahaan. Tugas komisaris independen untuk memastikan bahwa kebijakan dan praktik good corporate governance diikuti dan diterapkan dengan baik termasuk memastikan transparansi dan keterbukaan pelaporan keuangan perusahaan dan perlakuan adil terhadap pemegang saham minoritas dan pemangku kepentingan lainnya, termasuk memastikan pengungkapan transaksi yang mengandung konflik kepentingan (Rosiana, A., & Mahardhika, A. S., 2020). Faktor ketiga yaitu kepemilikan institutional adalah mengacu pada kepemilikan saham suatu perusahaan oleh suatu lembaga atau badan yang bertugas mengawasi perusahaan tersebut (Hermayanti, L. G., & Sukartha, I. M., 2019). Kepemilikan institusional memegang peranan penting yang dapat meningkatkan pengawasan manajemen yang lebih optimal. Kehadiran pemilik institusional dalam struktur kepemilikan suatu perusahaan mengurangi perilaku oportunistik manajer yang curang yang dapat menimbulkan perselisihan antar otoritas. Semakin besar partisipasi institusi dalam struktur kepemilikan suatu perusahaan, maka semakin besar pula peran suara dan insentif institusi dalam memantau pengambilan keputusan oleh manajemen, sehingga dapat memberikan insentif yang lebih besar untuk mengoptimalkan kinerja perusahaan. (Gunawan, J., & Wijaya, H., 2020) 

C. Efisiensi Operasi Efisiensi 

adalah kemampuan untuk mencapai output (pendapatan) yang maksimal dengan input (biaya) yang ada. Suatu perusahaan dikatakan untung jika

 pendapatannya lebih tinggi dari biaya operasionalnya. Biaya operasional merupakan biaya yang dikeluarkan untuk menjalankan aktivitas operasi utama perusahaan. Jumlah pengeluaran bisnis ini dibandingkan dengan laba pada laporan laba rugi. Pendapatan operasional, di sisi lain, mencakup semua pendapatan yang timbul secara langsung dan benar-benar diperoleh dari aktivitas bisnis (Onoyi, 2021). Haryani (2018:54-55) menjelaskan bahwa rasio BOPO merupakan rasio yang digunakan dalam mengukur kemampuan menajemen dalam mengendalikan beban operasional terhadap pendapatan operasional. 

 Beban operasional akan dihitung berdasarkan jumlah dari total beban bunga dan total beban operasional lainnya. Sedangkan pendapatan operasional dihitung berdasarkan jumlah dari total pendapatan bunga dan total pendaptan operasional lainnya. Menurut Natalia P. (2015), ketika rasio BOPO yang didapatkan tinggi maka akan mengakibatkan penurunan pada kinerja keuangan perusahaan. Begitupun sebaliknya, semakin rendah nilai rasio BOPO maka efisien perusahaan tersebut. Dengan begitu, dalam penelitian ini akan dilakukan pengujian pengaruh Efisiensi Operasi terhadap Kinerja Keuangan menggunakan rasio BOPO.

C Kinerja Keuangan Kewajiban suatu perusahaan 

adalah mengevaluasi kinerja keuangannya guna memantau keadaan keuangannya selama suatu periode waktu. Kinerja keuangan merupakan indikator perolehan keuntungan bagi manajer bisnis. Evaluasi kinerja perusahaan dapat dilakukan dengan menggunakan laporan keuangan. (Fatimah, S. N., & Annisa, D., 2023). Return on Asset (ROA) merupakan salah satu indikator profitabilitas. ROA dipilih sebagai indikator untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan karena digunakan untuk mengukur efektivitas pemanfaatan aset perusahaan untuk menghasilkan keuntungan (Horne dan Wachowicz, 2005 dalam Setiawan & Mauluddi, 2016). Menurut Onoyi (2021), Kinerja keuangan menggambarkan bagaimana kinerja suatu perusahaan dari sudut pandang keuangan, apakah itu pertumbuhan atau penurunan. Semakin tinggi ROA maka semakin tinggi pula keuntungan yang diperoleh perusahaan

 Fahmi (2012: 98) dalam Onoyi (2021), menjelaskan Return On Assets adalah sejauh mana suatu investasi yang dilakukan dapat menghasilkan return yang diharapkan, dan investasi tersebut sesuai dengan aset perusahaan yang benar-benar diinvestasikan atau digunakan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun