Ki Hajar Dewantoro dan Pratap Triloka
Tentu saja sosok Ki Hajar Dewantoro sudah kita kenal. Namanya memang tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia, terutama bagi mereka yang terjun dalam dunia pendidikan. Banyak sekali pemikirannya yang dijadikan rujukan bahkan hingga puluhan tahun setelah dirinya meninggal dunia. Salah satu pemikirannya yang terkenal dan dijadikan semboyan pendidikan adalah tut wuri handayani.
Kalimat ini menjadi salah satu dari pratap triloka buah pikiran Ki Hajar Dewantoro yang selalu menjadi pedoman bagi para guru. Kata Pratap Triloka berasal dari bahasa Jawa yang kemungkinan besar diserap dari bahasa Sansekerta (https://www.kamusjawa.net/maksud/kata/patrap.html.) Jika diartikan secara harafiah, pratap berarti tindakan yang sesuai, kemuliaan. Sedangkan triloka berarti tiga tempat, alam. Sehingga jika kedua kata tersebut digabung memiliki makna baru yang kurang lebih berarti tiga tindakan yang sesuai atau kemuliaan hidup.
Lantas bagaimana seorang guru memandang konsep ini dan mengaitkannya dalam kehidupan sehari-harinya?
Filosofi Ki Hajar Dewantoro dan Pratap Triloka memiliki kaitan dengan penerapan pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin. Hal ini terutama dapat diartikan sebagai berikut:
Pratap triloka adalah pemikiran Ki Hajar Dewantoro yang ditulis dalam bahasa jawa kuno: Ing ngarso sung tuladha, Ing madya mangun Karso, tut wuri handayani. Ketiga kalimat ini kurang lebih berarti bahwa guru selalu bisa menempatkan diri dalam berbagai posisi. Di depan guru memberikan teladan yang baik kepada murid dan lingkungannya, di tengah ketika bersama murid guru mampu berperan aktif bersama murid mewujudkan mimpinya, dan ketika di belakang guru mampu mendorong murid mewujudkan mimpinya tanpa menggurui.
Guru harus mampu melakukan tiga peran tersebut secara benar dan tentunya berpihak kepada kepentingan murid. Dalam pengambilan keputusan inilah terutama peran guru dituntut mampu memutuskan sesuatu dengan bermuara pada keberpihakannya kepada murid berdasarkan dengan nilai-nilai kebajikan yang berlaku dan dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.
Mengapa dalam membuat keputusan kita harus berdasarkan pada nilai kebajikan?Â
Kita tentunya setuju bahwa nilai kebajikan adalah nilai-nilai universal yang diakui umum karena sarat akan pelajaran hidup. Nilai-nilai universal ini jika ditanamkan dalam kehidupan kita sehari-hari tentunya akan menjadi bagian dari hidup kita, secara sadar atau tidak. Sehingga dengan kata lain ketika kita dituntut untuk membuat keputusan atas masalah yang kita hadapi, kita tentu akan berpedoman pada nilai-nilai kebajikan yang menjadi pedoman kita.
Tentunya dalam pengambilan keputusan kita akan mempertimbangkan nilai-nilai kebajikan tersebut demi kepentingan bersama dan kebaikan bersama. Proses pengambilan keputusan ini dilandasi oleh prinsip berpikir yang mengedepankan hasil akhir (ends-based thinking); berdasarkan pada peraturan (rule-based thinking); dan berdasarkan rasa kepedulian terhadap sesama (care-based thinking).
Proses penentuan keputusan yang dilakukan guru erat kaitannya dengan para murid. Guru dituntut mampu membuat keputusan yang memihak pada para murid. Jika masalah yang diputuskan berkaitan dengan siswa secara langsung, guru hendaknya mampu membimbing murid untuk membuat keputusan yang sesuai kemampuannya. Jangan sampai malah merugikan murid yang bersangkutan.
Sebaliknya, jika keputusan yang akan dibuat berkaitan dengan rekan guru, kita juga dituntut mampu mengembangkan potensi yang ada dalam diri murid atau rekan guru. kita tidak boleh menggurui apalagi memaksa mereka melakukan sesuatu berdasarkan keputusan sepihak dari kita. Di sinilah saatnya terjadi coaching, kita hendaknya mampu membantu murid dan sesama guru yang mengalami kendala dengan memaksimalkan potensi yang ada dalam diri mereka untuk menemukan solusi saat menghadapi masalah.
Coaching akan menjadi sempurna jika kita mampu menggabungkan alur Tirta dengan langkap-langkah pengujian keputusan ketika menghadapi masalah. Seorang guru dan pendidik haruslah mampu mengenali kebutuhan belajar para siswanya dan mampu mengelola kompetensi sosial dan emosionalnya ketika menghadapi apapun, terlebih menghadapi permasalahan. Oleh karena itu, kompetensi sosial dan emosional yang baik sangat dibutuhkan agar ketika pengambilan keputusan terjadi guru dapat membuat keputusan dengan kesadaran penuh atas berbagai pilihan serta konsekuensi atas keputusannya tersebut.
Pengambilan keputusan harus dilakukan secara berani dan bertanggung jawab karena pada dasarnya keputusan yang kita ambil kerap kali menuntut kita mampu mengenalinya sebagai sesuatu yang dilematis antara dilema etika maupun bujukan moral yang kerap melanda. Sering kali pula, keputusan yang diambil tidak mampu menyenangkan berbagai pihak yang terlibat. Maka dari itu, dengan berpegang teguh pada nilai-nilai kebajikan yang berlaku, kita akan mampu melihat segala permasalahan dengan jernih dan membuat keputusan yang bijak.
Keterampilan yang baik dalam pembuatan keputusan berbanding lurus dengan pengalaman seseorang. Pada studi kasus yang berkaitan dengan moral atau etika, seseorang memerlukan kesadaran diri dan keterampilan sosial dalam penyelesaiannya. Sebaliknya, jika permasalahan yang dihadapi berkaitan dengan bujukan moral, seseorang memerlukan ketegasan dalam penyelesaiannya. Selanjutnya, sebelum memutuskan sebuah masalah, seseorang memerlukan sembilan langkah pengujian keputusan agar apa yang ditetapkannya yang tepat dan berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman.
Hal pertama yang harus dilakukan adalah mengenali/ mengidentifikasi terlebih dahulu kasus yang terjadi apakah kasus tersebut termasuk dilema etika atau bujukan moral. Jika kasus tersebut merupakan dilema etika, sebelum mengambil sebuah keputusan kita harus mampu menganalisa pengambilan keputusan berdasarkan pada 4 paradigma, 3 prinsip dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan sehingga hasil keputusan yang kita ambil mampu menciptakan lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman untuk muridnya dan pihak lainnya yang terlibat. Intinya pengambilan keputusan yang tepat terkait kasus-kasus pada masalah moral atau etika hanya dapat dicapai jika dilakukan melalui 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan.
Akan tetapi, langkah pengujian keputusan ini tidak akan berfungsi secara maksimal jika kita dihadapkan pada sebuah situasi misalnya: terjadi perbedaan pandangan di antara pihak-pihak yang terlibat; tidak ada pilihan yang lain karena aturan yang ada pada pimpinan/ sekolah; adanya nilai-nilai kesetiakawanan, kesukuan yang masih kental dalam budaya di lingkungan sehingga menimbulkan rasa kasihan lebih domina; serta jika keputusan yang diambil terburu-buru.
Hal lain yang bisa menjadi tantangan tersendiri dalam pengambilan keputusan ini adalah karena adanya keterbatasan pengetahuan dan pengalaman dari pemimpin; adanya pengalaman pahit/ trauma yang dialami sebelumnya; perbedaan sudut pandang; kurang cermat dalam mengidentifikasi; dan keraguan dalam diri pemimpin sehingga masih adanya rasa khawatir tidak tepat dalam mengambil keputusan.
Jika sembilan langkah pengujian keputusan telah diambil, kemungkinan besar seorang guru telah mampu membuat keputusan dengan baik. Tentunya, kita masih ingat bahwa dasar pengambilan keputusan dalam dunia pendidikan adalah berpihak pada kepentingan siswa, berdasarkan nilai-nilai kebajikan universal dan dilaksanakan dengan penuh tanggung jawa.
Intinya, jika ketiga hal tersebut terlaksana dengan baik, secara tidak langsung kita telah mendukung siswa dalam mendapatkan haknya secara penuh. Dengan kata lain, merdeka belajar telah terpenuhi.
Guru sebagai pendidik adalah pemimpin pembelajaran sekaligus pamong yang diibaratkan seorang petani yang menyemai benih. Benih tersebut dapat tumbuh subur jika mendapatkan perawatan yang baik pula.
Demikian juga dengan murid, seorang guru bertanggungjawab untuk mengembangkan potensi yang dimiliki murid sebagaimana petani yang menyemai benih untuk mendapatkan hasil yang baik sehingga setiap keputusan guru akan berpengaruh pada masa depan murid.
Untuk mengambil keputusan sebagai pemimpin pembelajaran, kita harus benar- benar memerhatikan kebutuhan belajar murid. Jika keputusan yang kita ambil sudah mempertimbangkan kebutuhan murid maka mereka akan mampu menggali potensi yang ada dalam dirinya.
Tentunya guru sebagai pemimpin pembelajaran dituntut mampu memberikan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan belajar dan menuntun murid dalam mengembangkan potensi yang dimiliki sehingga keputusan kita dapat berpengaruh terhadap keberhasilan dari murid di masa depannya nanti.
Guru yang mampu mengambil keputusan secara tepat akan memberikan hasil akhir yang baik dalam proses pembelajaran sehingga mampu menciptakan well being bagi murid untuk masa depan yang lebih baik.
Dari pembahasan yang sudah dituliskan sebelumnya dapat ditarik kesimpulan bahwa pengambilan keputusan oleh guru sebagai pemimpin pembelajaran tidak lepas dari berbagai hal seperti filosofi pendidikan seperti yang diajarkan Ki Hajar Dewantoro; nilai dan peran guru; budaya positif; kompetensi sosial dan emosional dll yang saling bertautan satu sama lain demi terwujudnya profil pelajar Pancasila.
Dalam pengambilan keputusan diperlukan adanya pengetahuan bagi seorang pemimpin, meliputi pemahaman 4 paradigma, prinsip kengambilan keputusan, dan disertai 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan agar menghasilkan keputusan yang bijak karena berdasarkan pada kepentingan/ berpihak pada murid, berdasarkan nilai-nilai kebajikan, serta dilakukan dengan penuh tanggung jawab. Pada prosesnya kerap pula muncul ha-hal diluar dugaan yang menarik yang dapat dijadikan solusi baru.
Sebelum mempelajari materi pengambilan keputusan di modul ini, pengalaman yang saya dapatkan tentu berbeda dengan yang sekarang. Dulu saya hanya memutuskan sesuatu berdasarkan baik dan buruk akan hasil yang diperoleh ditambah dengan meminta nasehat panutan yang lebih senior dengan berbagai pengalaman tanpa memerhatikan langkah-langkah pengambilan keputusan. Tentunya, dengan mempelajari modul ini pemahaman saya akan mengubah cara dan sikap saya dalam pengambilan keputusan. Inilah pentingnya mampu memahami isi modul ini. Sehingga, sebagai guru kita mampu membuat keputusan yang bijak yang mampu menyenangkan pihak terkait. Meskipun belum memuaskan, tetapi paling tidak mampu meminimalisir dampak negatif dari keputusan yang kita buat.
Oleh karena itu, berdasarkan uraian dan analisis yang sudah ada sebelumnya, dapat ditarik simpulan bahwa mempelajari modul tentang pengambilan keputusan ini penting agar kita sebagai guru mampu memahami bahwa:
- Pengambilan keputusan merupakan suatu kompetensi yang harus dimiliki oleh guru sebagai pemimpin pembelajaran sesuai dengan filosofi Ki Hajar Dewantoro.
- Pengambilan keputusan harus dibuat berdasarkan budaya positif dan dikaitkan dengan alur tirta yang akan mengantarkan pada suatu lingkungan positif, kondusif, aman, dan nyaman bagi pihak yang terlibat.
- Ketika memutuskan sesuatu, guru dituntut untuk bisa memiliki kesadaran penuh demi terwujudnya profil pelajar pancasila.
- Agar bisa mengantisipasi munculnya siatuasi yang dilematis, guru dituntut mampu menguasai keterampilan pengambilan keputusan dengan panduan 4 paradigma, 3 prinsip pengambilan keputusan, hingga mengikuti 9 langkah-langkah pengambilan keputusan agar mampu mendapatkan solusi yang berpihak pada murid dan terwujudnya merdeka belajar.
Gayo Lues, Februari 14th 2023
Salam dan Bahagia
Isnani Rakhmawati
CGPA6 Kabupaten Gayo Lues
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H