Pada suatu hari Rasulullah tengah duduk-duduk di dalam rumahnya. Lalu, datanglah seorang wanita kafir sembari membawa beberapa buah jeruk limau kerumahnya. Rasulullah menyambutnya dengan sesungging senyum yang bergemantung di ujung wajahnya.
Rasulullah kemudian menanyakan kabar dan apa keperluan yang membawa wanita tersebut datang kerumahnya. Setelah dirasa sudah cukup lama, maka tibalah saat Rasullah untuk makan siang bersama dengan para sahabatnya. Namun, karena wanita tersebut masih dirumah untuk bertamu, maka Rasulullah melewatkan saat makan siang dengan para sahabatnya.
Wanita tersebut lalu mengeluarkan beberapa buah jeruk limau dari dalam keranjang bawaannya, lalu diserahkan kepada Rasulullah. Sebenarnya, wanita kafir itu adalah wanita licik yang ingin mengerjai Rasulullah dan para sahabatnya. Wanita tersebut sengaja datang ke rumah Rasul pada siang hari, agar dapat memberikan jeruk limau dan menyaksikan Rasulullah dan para sahabatnya bermuka masam.
Namun apa yang terjadi? Rasulullah langsung memakan jeruk limau yang sama-sama kita tahu rasanya adalah asam. Rasulullah tak ingin mengganggu para sahabatnya yang telah datang waktu untuk makan siang, serta tak ingin mengecewakan wanita yang telah susah payah membawakannya jeruk limau yang asam tersebut.
Rasulullah memakan satu persatu jeruk limau yang asam itu, dengan tersenyum. Senyum Rasulullah manis, bukan senyum kecut, apalagi cemberut. Senyum Rasulullah manis, raut wajah beliau tak ada perubahan drastis.
Setelah jeruk tersebut habis, wanita tersebut akhirnya pamit pulang. Dan misi untuk mencelakainya, gagal.
***
Sahabatku,
Betapa banyak manusia di bumi ini yang bermuka masam terurai?
Saat mendapat masalah, saat bertemu dengan orang yang tidak disukai
Ataupun saat hatimu merasa terlukai
Lalu kapan dunia ini mendapatkan pemanisnya?
Sebuah pemanis yang termanifestasi dalam sesosok makhluk bernama manusia
Yang senantiasa menghadapi masalah dengan tersenyum walau aku tahu dadanya menyimpan bara
Yang senantiasa bersabar dengan tersenyum walau aku tahu hatinya tengah menganga terluka
Yang senantiasa kuat,