Memposisikan diri menjadi minoritas atau paling tidak berada diantara minoritas agar tumbuh rasa kasih sayang dan peduli tentu saja sangat sesuai dengan budaya Pancasila yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, melalui kesetaraan;HAM.Â
Ini juga disampaikan secara tegas oleh Ki Hajar Dewantara dalam falsafah pendidikan yang berbunyi, bahwa Pendidikan benar-benar bertujuan untuk memanusiakan manusia, berbudi pekerti luhur dan membentuk karakter warga negara yang ideal.
Berdasarakan pengalaman tersebutlah, kemudian saya mencoba untuk menyajikan tayangan video berupa social eksperimen dari kitabisa.com tentang Teman Tuli, yakni mempertemukan Teman dengar dengan Teman Tuli dan dipersilahkan untuk berkomunikasi dalam waktu 45 menit.Â
Teman Dengar tidak di beritahu bahwa mereka akan berkomunikasi dengan Teman Tuli. Kemudian peserta didik akan diminta memberikan tanggaapan dan mengekpresikan apa yang mereka lihat dari tayangan video tersebut.
Langkah selanjutnya adalah mengajak peserta didik untuk bersama-sama meluangkan waktu untuk belajar Bisindo (Bahasa Isyarat Indoesia). Peserta didik menjadi terlibat secara langsung untuk mempraktikkan bahasa isyarat atau Bisindo.Â
Saya cukup terkejut dengan antusias peserta didik yang luar biasa di dalam kelas dan cepat sekali mempelajari Bisindo. Bahkan, mereka secara sukarela mempraktikkan beberapa bahasa isyarat Teman Tuli seperti kata terima kasih ketika saya atau rekan-rekan guru selesai mengisi jam pelajaran di kelas.
Berikut adalah video social eksperimen dari kitabisa.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H