Mohon tunggu...
Isna Kamal
Isna Kamal Mohon Tunggu... Mahasiswa - Human

fot The Task

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Cinta, Kasih, dan Sayangku

3 Maret 2022   00:54 Diperbarui: 3 Maret 2022   01:03 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Cinta, Kasih, dan Sayangku

Kali ini dengan tema mendeskripsikan seorang ibu, menuangkan opini tentang malaikat tak bersayap, juga peran seorang yang menjadi madrasah pertama sang anak. 

Dalam islam peran dan kedudukan seorang ibu sangatlah mulia, bahkan kedudukannya lebih besar di atas kedudukan seorang ayah. Bahkan kedudukan tersebut telah ditetapkan dalam Al-Qur'an dan disebutkan beberapa kali dalam ayat Qur'an, salah satunya tercantum dalam QS. Luqman:14 "Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu-bapakmu, hanya kepada-Ku lah kembalimu". 

Bahasa Al-Qur'an menggunakan kata 'umm', karena dari ibu kelak di hari kiamat memancarkan cahaya kesabaran dan kemuliaan. Oleh karena itu kita diperintahkan untuk memuliakannya di dunia dengan kemuliaan yang mutlak dan tanpa batas. Allah SWT berfirman dengan Nabi Isa AS sebagai contoh cara bersikap terhadap ibunya "Dan berbakti kepada ibuku, dan dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka" (QS. Maryam:32).

Seperti halnya seorang sahabat kepada Rasulullah: "Wahai Rasulullah, kepada siapakah seharusnya aku harus berbakti pertama kali?". Rasulullah memberikan jawaban dengan ucapan "ibumu" sampai jawaban itu diulang tiga kali, baru kemudian jawaban keempat Nabi mengatakan "ayahmu". (HR. Bukhari dan Muslim). 

Menurut Ar-Rozi: "Seorang ibu mengalami tiga fase kepayahan, mulai dari fase kehamilan, kemudian melahiran, lalu menyusui. Karena itu, ibu berhak mendapatkan kebaikan tiga kali lebih besar dibandingkan ayah".

Seorang ibu menjadi madrasah pertama seorang anak. Sebagai seorang anak perempuan tentu kebanyakan dan hampir seluruhnya akan berkaca pada seorang ibu tentang urusan berberes rumah, masak-memasak, dan bagaimana cara mendidik terhadap saya. 

Namun uniknya ibu saya Dewi Masnunah dengan kelahiran tahun 1972 putri ketujuh dari 11 bersaudara itu sempat ku kira tidak terlalu memiliki jiwa keibuan. 

Namanya juga masih bocah, definisi keibuan menurut saya yang usianya masih sekitar 9-13 tahun an itu sangatlah simple dan sederhana kala itu. 

Seorang ibu yang seharusnya hanya bisa berberes rumah, memasak, selalu menimang dan selalu perhatian terhadap saya, nyatanya karakter dan didikan setiap ibu selamanya tidak sama persis, utamanya pada ibunda tercinta saya ini. 

Mungkin karena adanya mba-mba andalan yang bertugas sebagai yang membereskan rumah dan tukang masak sendiri menjadikanku sedikit kesulitan dan membutuhkan waktu untuk memahami definisi ibunda pada ibu tercintaku ini. Apalagi saya pribadi yang lebih dekat kepada Abah daripada Ibunda, belum lagi sejak kecil ada pengasuh tersendiri yang momong saya. 

Sebelum berengkat sekolah pun yang menguncir rambut saya itu abah, tidak tau kenapa kalau ibunda yang menguncir rambut saya selalu nggak cocok dan nggak pas aja menurut saya. 

Tapi ibundaku beliau tipe yang perfect banget, meskipun sudah ada yang berberes rumah, jikalau ada yang kurang bersih maupun kurang rapi beliau tidak kembali meminta tolong, namun beliau sendiri yang langsung turun tangan untuk membereskannya. 

Bisa dibilang ibunda saya dalam urusan masak-memasak juga tidak terlalu mahir, namun beliau selalu tetap berusaha minta belajar dan private sendiri kepada abah. 

Beliau juga tipe tegas dan to the point kalau soal keleletan dan kejujuran dalam segala hal. Jika ada sedikit perubahan sifat dan sikap pada diri saya, beliau to the point selalu mengingatkan saya akan nadzom maqolah dalam kitab ALALA untuk selalu menjaga pertemanan dan mencari teman yang baik, karena bagi pencari ilmu, seorang teman akan sangat berpengaruh apalagi saat dalam proses mencari ilmu. 

Juga pernah ada kejadian seorang mba-mba masak yang masih amatiran, bertemu dengan ibunda yang tipe seperti itu seketika besoknya tidak kembali bekerja lagi, karena adanya sedikit kesalahpahaman dikira ibunda saya memarahinya. 

Seringkali abahku mengingatkan ibunda untuk sedikit mengontrol nada bicaranya Namanya juga sudah menjadi karakter dan ciri khas ibunda jadi agak sulit untuk menghilangkannya. Untung saja ibunda menikahnya sama abah, yang pendiam dan sabarnya tingkat dewa.

Di balik semua keunikan yang ibunda saya miliki, dan yang selama ini ku kira ibunda lebih sayang kepada kakak perempuanku saja. Ternyata ada satu cerita yang menunjukkan bahwa ibunda penyayang banget kepada saya. 

Setiap kali saya meminta sesuatu jikalau abah lupa membelikan maka ibu sendiri yang langsung membelikannya dan tiba-tiba begitu saja sudah ada dan tersedia di kamar. 

Jika aku sakit, telepaty antara saya dan ibunda lebih kuat daripada saya dengan abah, dimana beliau selalu memimpikan saya jikalau akan terjadi sesuatu. Tidak tahu mengapa tutur bicara ibunda selalu halus dan lembut saat menghadapi saya yang bisa dibilang sedikit manja juga selalu sabar jika saya ngambek. 

Sebagai santri pondokan yang menimba ilmu di pesantren semenjak MTs, tidak asing pastinya dengan istilah sambang (menjenguk). Kalian pernah ngerasa nggak sih kalau tengah-tengah tidur tiba-tiba dibangunin? Pastinya nggak enak banget dong dan males buat bangun. 

Nah pernah nih kejadian saat saya sedang tidur siang di Pondok, kemudian disambang sama ibunda saja waktu itu, ngambek dong saya nggak mau bangun dan nggak mau menemui beliau. 

Sampai pada akhirnya beliau bilang ke pengurus untuk pulang dulu, lalu sorenya beliau Kembali menjengukku di pondok. Dengan didikan seperti itulah beliau menunjukkan kesabaran juga menjaga dan merawatku selama ini, dan saya baru menyadari semua saat berusia sekitar 15 tahun an, melihat kesabaran beliau yang begitu besar, begitu dalamnya kasih nan sayang beliau, dan begitu cantiknya beliau mengemas seluruh ketulusannya. Tak pernah sekalipun beliau membentak dan mengacuhkan anak-anaknya.

Terimakasih ibunda yang sudah mengandung, melahirkan, merawat, menyayangi dan mendidikku selama ini. Semoga ibunda dan Abah selalu diberikan Kesehatan jasmani maupun rohani, selalu ada pada perlindungan dan rohmat Allah SWT. Amin..,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun