Gangguan kesehatan dapat dialami oleh semua orang yang sifatnya beragam entah pada mental, maupun fisik. Dan ada beberapa faktor penyebab dari gangguan kesehatan tersebut diantaranya faktor genetic, riwayat keluarga, stress, traumatis, penggunaan obat terlarang, serta kondisi medis. Untuk mengetahui gejala yang timbul seseorang memerlukan diaknosis dari medis, karena sifat gangguan kesehatan adalah beragam dan harus segera ditangani sesuai penyakitnya dan pada ahlinya, maka berbaha jika hanya mengandalkan pengetahuan apa lagi yang bersifat umum untuk menerapkan self diaknosis. Biasanya yang kerab menerapkan self-diaknosis adalah golongan remaja dan orangtua. Karena mereka kerab menganggap semuanya terlihat umum dan wajar.
Penerapan self diaknosis sangat berbahaya, karena dapat menyebabkan kesalahan diaknosis yang berpengaruh pada  gangguan yang semakin parah. Self-diaknosis sendiri memiliki arti proses dimana seseorang mengamati diri mereka sendiri tentang gejala penyakit atau gangguan penyakit berdasarkan pengetahuan yang mereka tau tanpa konsultasi medis. Mereka lebih memilih memperkirakan dan mencari data-data yang umum tanpa ada konsultasi pada dokter Selain dari informasi yang didapat dan pengetahuan yang dimiliki, sering kali self diaknosis timbul saat kita berada disituasi yang sama dengan orang disekitar kita seperti saat seseorang mengalami masalah sering kali kita memiliki pemikiran bahwa kita mengalami hal yang sama dengan orang tersebut.
Beberapa contoh tentang self-diaknosis. Self-diaknosis pada dasarnya seperti  yang saya temui adalah di sekitar saya yaitu banyak orang yang mengeluh merasakan gejala sakit di area perut dan punggung atau tulang bagian belakang. Sering kali mereka berasumsi dan mendiaknosis bahwa hal tersebut hanyalah nyeri perut biasa atau hanya sakit punggung karna salah posisi tidur, padahal banyak diaknosa dari dokter yang menyebutkan bahwa gejala tersebut bisa disebabkan dari beragam penyakit yang lebih serius dan harus segera mendapatkan tanganan medis.
Selain itu self-diaknosis pada diri yang saya temui sebagai seorang pelajar adalah semacam hipokondriasis, gangguan panik, psikosi dan lain sebagainya. Sebagai contoh pada jurnal yang pernah saya baca bahwa terdapat mahasiswa psikologi yang terdiaknosis Illness Anxiety Disorder dimana sebuah gangguan obsesi pada dirinya yang sedang mengalami sebuah penyakit tertentu padahal tidak terdiaknosis demikian. Mahasiswa tersebut mendiaknosis dirinya memiliki penyakit jantung yang diturunkan dari ayahnya. Hal tersebut  yang selalu membuatnya cemas tentang penyakit turunan dari ayahnya, dan hal tersebut dapat berpengaruh pada pola kehidupan mereka.
Selain itu saya kerap melihat dan mendengar sebuah kata halu di kalangan remaja, yang mereka terapkan pada idola maupun keinginan pada kehidupan yang tidak mereka dapatkan. Dan kata halu itu sendiri terdengar familiar. Dan hal tersebut dapat kita kategorikan pada self-diaknosis, mengapa demikian?, karena bisa jadi yang mereka lakukan bukan sekedar sebuah halu atau halusinasi, melainkan sebuah delusi atau keiginan yang tinggi dan kecemasan yang berlebihan.
Dan jika hal tersebut diteruskan bisa jadi penderita mengalami gangguan psikosis atau kondisi dimana seseorang tidak bisa membedakan antara kenyataan dan imajinasi. Seperti contohnya seorang sasaeng atau penguntit artis atau idola yang mereka sukai, dimana mereka merasa mereka adalah seorang penggemar yang sangat beruntung dan seorang penggemar yang setia hingga mereka mengikuti artis mereka. Padahal dalam medis bisa jadi mereka memiliki gangguan mental seperti gannguan obsesif kompulsif (OCPD) yang mana pikiran meraka terpaku pada detail-detail kecil dan adanya dedikasi yang berlebihan sehingga hubungan disekitarnya diabaikan. Itulah mengapa penguntit menjadi salah satu contoh dari self-diaknosis. Karena mereka menganggab biasa situasi yang bersifat mengganggu dan yang mereka rasakan hanyalah menggemari secara biasa dan wajar. Yang mana berawal dari halu yang tidak ditangani menjadi sebuah gangguan jiwa.
Faktor  penyebab self-diaknosis adalah karna rasa kejelasan diaknosis pada apa yang sedang dialami, mereka merasa cukup berpengalaman dengan diaknosis apa yang tepat untuk tau bahwa gejala mereka tidak cukup untuk menjamin diagnosis klinis yang tepat. Selain itu secara luas terbagi menjadi faktor koknitif, efektif, dan perilku. Salah satu faktor  utama pada koknitif adalah ketidak yakinan pada penyakit yang didiaknosa. Dan pada faktor efektif adalah kekhawatiran tentang diaknosis yang dialami untuk dirinya yang akan datang. Sedangkan faktor perilaku adalah lebih ke cara mereka untuk meyembunyikan diaknosa yang sebenarnya dan cara mereka menyikapi.
Dampak dari self diaknosis sendiri adalah
- Tidak membutuhkan dokter maupun psikeater
- Berpikir terlalu jauh tentang diri sendiri
- Selalu denial pada keadaan diri
- Merasa bahwa yang dialami merupakan wajar, padahal belum tentu merupakan gangguan yang tidak serius.
Sedangkan cara kita agar dapat menghindari self diaknosis adalah salah satunya
- Selalu berhati-hati saat mendapat informasi di internet atau dari orang lain,
- Berkomunikasi dengan orang sekitar tentang diri kita
- Jika merasa ada yang salah pada diri segera hubungi atau menemui yang ahlinya seperti dokter atau psikeater.
Daftar pustaka