Mohon tunggu...
Isnaini Khomarudin
Isnaini Khomarudin Mohon Tunggu... Full Time Blogger - penggemar kopi | pemburu buku bekas

peminat bahasa daerah | penggemar kopi | pemburu buku bekas

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Ketika KDRT Terjadi, Dilema yang Menghantui

21 Agustus 2024   08:53 Diperbarui: 21 Agustus 2024   09:21 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
KDRT menciptakan neraka mini. (Freepik/krakenimages.com)

SUATU SIANG, di musholla sebuah rumah sakit, saya dan istri bertemu seorang teman yang dulu sama-sama bekerja di perusahaan yang sama. Selepas Zuhur, pertemuan tak terduga itu dilanjutkan dengan cerita sedih dan menyesakkan.

Semula cerita mengalir tentang update keluarganya, lama-lama ia tergugu mengisahkan perjalanan hidup di tempat baru yang mungkin layak disebut tragedi.

Setelah pindah kota, ia memang tinggal di rumah yang lebih bagus dengan lingkungan baru dibanding sebelumnya. Sayangnya, sang suami tak sesayang itu seiring perjalanan waktu. Seingatku memang tak ada KDRT (kekerasan dalam rumah tangga) yang ia alami. Namun, ia merasa terpojok dalam keluarganya sendiri, seolah sendiri tanpa dukungan bahkan dari keluarga besarnya.

Sambil sesenggukan, ia meluncurkan kisah tragis itu. Kami hanya mendengarkan dan memintanya bersabar. Jujur saja, kami tak terlalu paham tentang usulan lain yang lebih jitu. Menyarankannya gugat cerai? Atau menyuruhnya melawan? Sungguh tak mudah karena memang situasinya rumit.

Bentuk-bentuk KDRT

Setelah mengikuti IG Live persembahan Cak Kaji (Cangkrukan Kompasianer Jatim), wawasan saya sedikit terbuka. Ternyata yang dialami teman itu bisa dikategorikan dalam KDRT. Acara yang digelar Sabtu, 17 Agustus 2024 kemarin menghadirkan Zaitun Taher, yaitu seorang advokat sekaligus pengurus bidang PPA (perlindungan perempuan dan anak) DPC PERADI SBY.

Menurut Bu Zai, sapaan akrabnya, KDRT tidak hanya berupa kekerasan fisik. Ada beberapa bentuk KDRT lain, meliputi kekerasan psikis, kekerasan seksual, dan penelantaran. Dari sini saya menarik kesimpulan bahwa pengalaman buruk teman dulu itu bisa tergolong KDRT psikis.

Ngobrolin KDRT dan langkah buat korban bersama Cak Kaji/milik panitia
Ngobrolin KDRT dan langkah buat korban bersama Cak Kaji/milik panitia

Ia merana dalam kesendirian, seolah tinggal dalam neraka mini. Dilema berkepanjangan: suami suka mem-bully, sedangkan keluarga besar memintanya bertahan. Ibarat simalakama ya, mau lapor ke pihak berwajib tapi ia memikirkan anak yang biasanya ikut ibu.

Di antara bentuk KDRT tersebut, berdasarkan pengalaman Bu Zai mendampingi korban, kekerasan seksual termasuk yang paling jarang dilaporkan. Alasannya, masalah seksual dianggap sebuah tabu untuk diangkat ke ranah publik, apalagi dilaporkan kepada polisi.

Bu Zai menegaskan bahwa kekerasan seksual itu sebenarnya merupakan tindakan kekerasan, yang tentu saja merugikan korbannya. Mungkin ketika berhubungan tapi ada paksaan, atau saat istri sedang 'libur' dan justru mendapatkan kekerasan verbal, dan sebagainya. 

Alasan korban enggan melapor

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun