LITERASI TAK JARANG jadi perdebatan sengit di berbagai kalangan, mulai dari kedai kopi sempit hingga kalangan elite.
Sebagian menuding bahwa tingkat literasi orang Indonesia sangat memprihatinkan, terbukti dari rendahnya minat baca dan komentar asal-asalan di media sosial.
Tak sepenuhnya benarÂ
Namun, tak sedikit pihak yang membantah tuduhan tersebut. Para pegiat literasi—termasuk aktivis TBM—menuturkan bahwa akses pada bukulah yang sulit, bukan minim minat baca.
Kang Maman sebagai dewan penasihat Forum TBM mengonfirmasi hal ini dengan tingginya permintaan buku di daerah yang dia respons dengan pengiriman donasi buku hingga kini.
Langkah taktis Perpusnas Press
Dengan semangat itulah, Perpusnas Press merespons positif dengan meluncurkan program Inkubator Literasi Pustaka Nasional (ILPN) 2024.
Salah satu kegiatan ILPN adalah menjaring penulis-penulis daerah untuk memotret kekayaan lokal di seluruh Nusantara.
Edi Wiyono selaku Pemred Perpusnas Press, yang hadir secara daring, meyakini banyak penulis bertalenta yang bisa menyumbangkan gagasan untuk dibukukan.
Demi mewujudkan hal ini, Perpusnas Press menggandeng Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa
Timur untuk mengajak masyarakat umum, termasuk pelajar/santri dan mahasiswa agar mengangkat ragam pesona Jatim dalam bentuk esai.
Mengapa menulis, bukan membaca? Edi Wiyono berdalih bahwa untuk bisa menghasilkan tulisan yang bagus, terlebih dahulu penulis haruslah seorang pembaca yang baik—lebih-lebih rakus bacaan.