Mohon tunggu...
Isnaini Khomarudin
Isnaini Khomarudin Mohon Tunggu... Full Time Blogger - penggemar kopi | pemburu buku bekas

peminat bahasa daerah | penggemar kopi | pemburu buku bekas

Selanjutnya

Tutup

Surabaya

Coffee Talk di Surabaya Angkat Potensi Kopi Nusantara untuk Pasar Dunia

10 Juli 2024   13:05 Diperbarui: 10 Juli 2024   20:36 340
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

KALAU ADA yang meragukan apakah anak-anak lulusan SMK bisa sukses dalam usaha, coba simak kisah Rubath Kopi Jombang berikut ini. Tiga di antara pengelola kelompok tani kopi ini bahkan masih berstatus pelajar SMK saat Rubath berhasil mengekspor 12 ton biji kopi ke Malaysia senilai Rp360 juta tahun 2022 silam.

Makin sukses setelah dibina Bank Indonesia

Rubath Kopi Jombang dibina oleh Muhamad Edi Kuncoro yang merintis bisnis kopi sejak 2017. Ia sengaja menggandeng para pemuda setempat karena anak muda punya jangkauan luas, mudah menyerap ilmu, dan bisa diajak bekerja lembur. Lebih dari itu, sebagian juga punya kebun kopi yang dikelola orangtua.

Kopi ekselsa produksi Rubath Kopi Jombang tembus pasar regional. (Dok. pribadi)
Kopi ekselsa produksi Rubath Kopi Jombang tembus pasar regional. (Dok. pribadi)

Bsinis mereka semakin moncer setelah menjadi binaan Bank Indonesia Jawa Timur (BI Jatim). Bantuan yang diberikan BI Jatim itu membuat usahanya meningkat pesat. Terutama pembinaan berupa peningkatan skill dan pemasaran. Target peningkatan 10 persen, baik dari segi kapasitas produksi maupun pemasaran pun tercapai.

Tak heran jika Rubath menjadi salah satu peserta showcasing UMKM Kopi JCC 2024 yang digelar tanggal 7 Juli 2024 di sepanjang Jalan Tunjungan, Surabaya.

Selain Rubath, ada puluhan UMKM kopi lain dari seluruh Jawa yang hadir memeriahkan Java Coffee Culture (JCC) 2024. Saat jeda shalat Zuhur selepas makan siang, misalnya, saya sempat bercakap dengan seorang pemilik UMKM kopi asal Wonosobo yang mengusung Kopi Anggrung.

Java Coffee Culture dan Festival Peneleh 2024

Sesuai namanya, Java Coffee Culture juga diikuti peserta showcasing asal Jawa Barat seperti Kopi Malabar dan Cigalontang Tasikmalaya, UMKM kopi dari DIY, Banten, dan DKI. Tahun ini JCC mengambil tema "Sinergi dalam Secangkir Kopi, Pengupas Potensi Ekonomi & Harmoni Bangsa".

JCC dan Festival Peneleh 2024 untuk mendorong ekonomi kreatif berkelanjutan (Dok. pri)
JCC dan Festival Peneleh 2024 untuk mendorong ekonomi kreatif berkelanjutan (Dok. pri)

JCC digelar bersamaan dengan Festival Peneleh 2024 yang merupakan kolaborasi untuk memperkenalkan nilai, sejarah, dan filosofi kopi Jawa serta mempromosikan Kampung Wisata Peneleh yang sarat sejarah.

Jawa dipilih sebab pulau ini merupakan sentra penghasil kopi (13% dari sebaran nasional) dengan produksi mencapai 97,9 ribu ton. Budidaya kopi di Jawa telah dimulai sejak era kolonialisme Belanda, sekitar tahun1696, dan berkembang terus hingga era third wave yang kita kenal saat ini. 

Ya, di era gelombang ketiga, kopi memang bukan sekadar komoditas. Penikmat kopi kian menunjukkan apresiasi atas kualitas kopi dengan citarasa dan selera yang beragam. Konsumen pun tertarik pada kisah di balik secangkir kopi, mulai dari kopi ditanam, masa panen, paskapanen, pengolahan hingga teknik penyajiannya--semua punya cerita dan pengalaman unik.

Dengan latar seperti itu, lewat JCC, kopi Jawa bisa semakin dipopulerkan sebagai komoditas unggulan nasional yang bisa diekspor ke kancah global. Ekonomi kreatif berkelanjutan juga bisa didorong melalui Festival Peneleh dengan mempromosikan Kampung Peneleh sebagai destinasi wisata baru.  

Coffee Talk bergizi

Ini sesuai dengan pernyataan Deputi Kepala Bank Indonesia (BI) Jatim Muhammad Noor Nugroho dalam sambutannya saat membuka coffee talk tanggal 6 Juli 2024 pukul 09.30 pagi. Bahwa talkshow ini bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan eksposur dan penjualan komoditas kopi Jawa dengan diversifikasi produk olahan dan jasa kopi sesuai kebutuhan pasar. 

M. Noor Nugroho saat membuka Coffee Talk di Double Tree Surabaya
M. Noor Nugroho saat membuka Coffee Talk di Double Tree Surabaya

Bukan hanya konsumen lokal, tetapi juga pasar global sebagaimana tema talkshow pagi itu "How to Bring Nusantara Cofee to International Markets".

Saya beruntung bisa hadir bersama teman-teman Kompasianer Jatim (Cak Kaji) dalam coffee talk tersebut. Gelar wicara yang dilaksanakan di Hotel Double Tree sejak pukul 09.30 sampai pukul 12.00 ini menghadirkan tiga narasumber kompeten yang menyedot perhatian para undangan. Tak heran jika mereka betah sejak awal hingga acara berakhir.

Kalau sudah bicara kopi, kita memang bisa bicara banyak hal menarik melampaui jenis kopi di dalam cangkir yang akan kita minum. Kopi bukan lagi sekadar minuman, melainkan pemersatu beragam orang tanpa memandang latar belakang atau keyakinan. 

Muhammad Aga, pramukopi dan pencinta kopi (Dok. pri)
Muhammad Aga, pramukopi dan pencinta kopi (Dok. pri)

Itulah kira-kira yang disampaikan Muhammad Aga, barista atau pramukopi yang telah menyabet banyak penghargaan dan menekuni bisnis kopi hingga kini. Kopi punya fungsi menarik untuk memantik percakapan dengan orang asing, misalnya, lalu membangun koneksi hingga tercipta komunitas yang solid.

Kekuatan komunitas dan kejelasan pasar

Aga mengingatkan bahwa produk bagus atau kopi enak saja tidak cukup di era saat ini. Pengusaha kopi harus mendekati komunitas dan mendengarkan keinginan mereka sebagai bentuk apresiasi. Di sinilah perlunya memahami bahwa jualan kopi bukan sekadar jualan produk, melainkan menjual pengalaman.

Jika serius menggeluti bisnis kopi, Aga berpesan berdasarkan pengalamannya bahwa kualitas dan kuantitas kopi tidak bisa disatukan. Kalau ada kopi bagus dan produksinya banyak, itu patut dicurigai. Begitu juga jika ada kopi enak tetapi harganya murah, itu juga mustahil.

Harus jelas pasar mana yang disasar (Dok. pri)
Harus jelas pasar mana yang disasar (Dok. pri)

Maka pengusaha kopi harus paham soal pasar: mau membidik penikmat specialty grade atau commercial grade. Untuk kopi specialty grade, pasarnya cukup spesifik dengan mengutamakan pengalaman citarasa. Harga yang ditawarkan pun biasanya cenderung lebih mahal. 

Selain persediaannya tak banyak, dari segi cup quality, kopi specialty grade berada di atas 80 poin -- berbeda dengan commercial grade yang cup quality-nya di bawah 80 poin. Selain itu, jenis komersial menarget pasar lebih luas dengan harga lebih terjangkau dan kapasitas produksi lebih tinggi dan proses lebih cepat. 

Yang diburu adalah pengalaman

Sementara Roy N. Mandey, yang merupakan ketua Aprindo (Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia), menuturkan besarnya potensi ekspor kopi Nusantara ke luar negeri. Misalnya ke Uzbekistan yang belum tersentuh oleh produk kopi lantaran di sana kopi tidak tumbuh.

Dalam suatu kunjungan di hotel Uzbekistan, Roy terheran-heran mengapa tak ada minuman kopi sebagaimana ditemukan di hotel belahan dunia lain. Yang tersedia hanya teh. Ternyata, kopi baru tersedia saat importir menyetok kopi. Dari sini terbukalah pasar ekspor dari Indonesia.

Roy N. Mandey optimistis Aprindo bisa bawa kopi Nusantara ke kelas dunia. (dok. pri)
Roy N. Mandey optimistis Aprindo bisa bawa kopi Nusantara ke kelas dunia. (dok. pri)

Lebih lanjut Roy menyampaikan bahwa bisnis kopi juga dipengaruhi oleh perubahan iklim, geopolitik dunia, serta perubahan gaya hidup konsumen modern. Namun, ia optimistis bahwa pasar ekspor yang sangat potensial saat ini adalah India dengan serapan 46% melampaui Cina yang hanya 15%.

Mengamini pendapat Aga, Roy menyatakan bahwa pelanggan semakin mencari pengalaman minum kopi yang unggul dan istimewa. Jadi memang bukan sekadar produk, melainkan soal pengalaman. Di sisi lain, konsumen juga kian menyadari bagaimana dampak produksi kopi terhadap lingkungan dan masyarakat. Ini membuat bisnis kopi semakin unik.

Di akhir presentasi, Roy membuka peluang bagi UMKM yang ingin menjajal pasar ekspor. Aprindo bisa menjembatani dan memfasilitasi lewat sumber daya yang mereka miliki. Ia mempersilakan UMKM lokal berhimpun agar bisa dibantu Aprindo.

Frinsa Bandung tembus pasar global

Sebagai narasumber akhir pada Coffe Talk tahun ini adalah Wildan Mustofa, yang merupakan owner CV Frinsa UMKM kopi asal Bandung, Jawa Barat. Lelaki berkaca mata dengan semangat berapi-api ini membuka presentasi dengan kondisi bisnisnya sendiri. Ia mengaku Frinsa tengah berada di tahap maturity, karena telah mencapai tingkat stabilitas dan pertumbuhan yang tenang.

Namun, ia meyakini tahap ini justru krusial: apakah akan terus stabil ataukah malah menurun drastis. Itu tergantung inovasi yang perlu dilakukan. Inilah momen untuk merenung agar dapat mengambil langkah-langkah yang tepat guna menjaga bisnis sehingga kondisinya tenang, terukur, dan terarah.

Wildon Mustofa mengingatkan perlunya peningkatan produksi kopi Nusantara. (Dok. pri)
Wildon Mustofa mengingatkan perlunya peningkatan produksi kopi Nusantara. (Dok. pri)

Wildan mengingatkan betapa beruntungnya Indonesia sebagai penghasil kopi yang bisa panen pada dua musim. Potensi inilah yang menjadi modal untuk diekspor. 

Sayangnya, dengan luas lahan kopi terbesar kedua di dunia setelah Brazil, Indonesia masih kalah dari Kolombia. Kadang produktivitas kopi Indonesia juga disalip Vietnam dengan lahan yang lebih terbatas.

Yang perlu digarisbawahi adalah perlunya kebijakan sentral untuk mendongkrak produktivitas tersebut. Jika Brazil menggunakan teknologi canggih dan Vietnam unggul dalam insentifikasi dan integrated farming system , maka Kolombia menerapkan kebijakan replanting secara masif di seluruh negara.

Apalagi saat ini Jepang dan Eropa menerapkan aturan ketat tentang standar ekspor kopi ke wilayah tersebut. Sebab pernah ada kasus unsur pestisida dalam kopi ekspor Indonesia yang tidak terdaftar di negara tujuan.

Pada kasus Frinsa, mitigasi climate change dilakukan dengan melibatkan lebah madu untuk meningkatkan penyerbukan ketika musim tidak menentu. 

Selain itu, karena musim panen yang pendek, maka Frinsa akan melakukan diversifikasi dengan tanaman hortikultura sebagai upaya mendapatkan income ekstra ketika kopi tidak panen. Sambil berharap memperoleh sumber pembiayaan yang lebih fleksibel dan akomodatif lantaran bank selama ini mengucurkan pinjaman dalam jumlah yang tidak memadai.

Cak Kaji (Kompasiner Jatim) bisa hadir untuk mempromosikan kopi Nusantara (Dok.pri)
Cak Kaji (Kompasiner Jatim) bisa hadir untuk mempromosikan kopi Nusantara (Dok.pri)

Melalui coffee talk dalam rangkaian Java Coffee Culture 2024, saya jadi tahu bahwa industri kopi begitu pelik sekaligus menggiurkan. Siapa pun yang ingin terjun sebagai pemain, harus jelas di mana celah yang mau dimasuki sebagai pendulang cuan karena faktanya pasar sudah cukup sesak dari hulu ke hilir.

Semoga pesan positif dari event ini dapat tersiar kian luas sehingga kopi Nusantara, salah satunya kopi pulau Jawa, dapat lebih dikenal dan diminati pasar mancanegara. Harapannya, kopi menjadi pemersatu bangsa dan mengantarkan petani kopi meraih hidup yang sejahtera dan berkontribusi pada pembangunan Indonesia. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Surabaya Selengkapnya
Lihat Surabaya Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun