KALAU ADA yang meragukan apakah anak-anak lulusan SMK bisa sukses dalam usaha, coba simak kisah Rubath Kopi Jombang berikut ini. Tiga di antara pengelola kelompok tani kopi ini bahkan masih berstatus pelajar SMK saat Rubath berhasil mengekspor 12 ton biji kopi ke Malaysia senilai Rp360 juta tahun 2022 silam.
Makin sukses setelah dibina Bank Indonesia
Rubath Kopi Jombang dibina oleh Muhamad Edi Kuncoro yang merintis bisnis kopi sejak 2017. Ia sengaja menggandeng para pemuda setempat karena anak muda punya jangkauan luas, mudah menyerap ilmu, dan bisa diajak bekerja lembur. Lebih dari itu, sebagian juga punya kebun kopi yang dikelola orangtua.
Bsinis mereka semakin moncer setelah menjadi binaan Bank Indonesia Jawa Timur (BI Jatim). Bantuan yang diberikan BI Jatim itu membuat usahanya meningkat pesat. Terutama pembinaan berupa peningkatan skill dan pemasaran. Target peningkatan 10 persen, baik dari segi kapasitas produksi maupun pemasaran pun tercapai.
Tak heran jika Rubath menjadi salah satu peserta showcasing UMKM Kopi JCC 2024 yang digelar tanggal 7 Juli 2024 di sepanjang Jalan Tunjungan, Surabaya.
Selain Rubath, ada puluhan UMKM kopi lain dari seluruh Jawa yang hadir memeriahkan Java Coffee Culture (JCC) 2024. Saat jeda shalat Zuhur selepas makan siang, misalnya, saya sempat bercakap dengan seorang pemilik UMKM kopi asal Wonosobo yang mengusung Kopi Anggrung.
Java Coffee Culture dan Festival Peneleh 2024
Sesuai namanya, Java Coffee Culture juga diikuti peserta showcasing asal Jawa Barat seperti Kopi Malabar dan Cigalontang Tasikmalaya, UMKM kopi dari DIY, Banten, dan DKI. Tahun ini JCC mengambil tema "Sinergi dalam Secangkir Kopi, Pengupas Potensi Ekonomi & Harmoni Bangsa".
JCC digelar bersamaan dengan Festival Peneleh 2024 yang merupakan kolaborasi untuk memperkenalkan nilai, sejarah, dan filosofi kopi Jawa serta mempromosikan Kampung Wisata Peneleh yang sarat sejarah.
Jawa dipilih sebab pulau ini merupakan sentra penghasil kopi (13% dari sebaran nasional) dengan produksi mencapai 97,9 ribu ton. Budidaya kopi di Jawa telah dimulai sejak era kolonialisme Belanda, sekitar tahun1696, dan berkembang terus hingga era third wave yang kita kenal saat ini.Â
Ya, di era gelombang ketiga, kopi memang bukan sekadar komoditas. Penikmat kopi kian menunjukkan apresiasi atas kualitas kopi dengan citarasa dan selera yang beragam. Konsumen pun tertarik pada kisah di balik secangkir kopi, mulai dari kopi ditanam, masa panen, paskapanen, pengolahan hingga teknik penyajiannya--semua punya cerita dan pengalaman unik.