Mohon tunggu...
Isnaini Khomarudin
Isnaini Khomarudin Mohon Tunggu... Full Time Blogger - penggemar kopi | pemburu buku bekas

peminat bahasa daerah | penggemar kopi | pemburu buku bekas

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Dibayar untuk Cari Kesalahan, Pengalamanku sebagai Editor Tulisan

26 Mei 2024   14:06 Diperbarui: 27 Mei 2024   10:51 381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PROFESI EDITOR buku atau naskah terbilang belum populer di Indonesia. Dibanding penulis dan penerjemah, editor tak jarang terlupakan padahal perannya cukup besar sebelum sebuah buku terbit atau tulisan dipublikasikan.

Itulah sebabnya saya tak menyia-nyiakan kesempatan ketika Cak Kaji, yakni komunitas Kompasianer Jatim, mengajak saya berkolaborasi melalui IG Live pada Sabtu 25 Mei 2024. Senang betul saya bisa sharing pengalaman pribadi seputar dunia penyuntingan.

Sebagai pengalaman pertama, jadi narasumber dalam IG Live ternyata menyenangkan. Dibanding Zoom Meeting atau Google Meet, memang medianya cukup terbatas karena hanya bisa dilakukan lewat smartphone. Interaksi tak bisa leluasa seperti Zoom yang memungkinkan berbagi file presentasi dan responsif berupa suara atau video real-time.

Sharing session bersama Cak Kaji
Sharing session bersama Cak Kaji

Pertemuan dengan NH Dini 

Mbak Rahma yang memandu sharing session tadi malam mengawali dengan pertanyaan tentang sejak kapan saya menjadi editor. Dan kenapa tertarik menekuni profesi ini?

Suatu hari saya ikut acara peluncuran buku karya novelis produktif NH Dini pada awal kuliah di Undip Semarang. Saya beruntung menjadi peserta yang beruntung mendapatkan beberapa bukunya secara gratis dan ditandatangani oleh beliau. 

Yang lebih menarik, beliau mengakui bahwa peran editor sangat besar dalam membuat karyanya menjadi bagus dan alurnya memikat. Pengulas buku juga menuturkan hal yang sama bahwa tangan dingin seorang editor sangat memengaruhi hasil akhir buku saat diterbitkan. 

Dari situlah saya tertarik menjadi editor jika mendapatkan kesempatan. Ditambah pengalaman mengelola majalah dinding sewaktu SMA kayaknya redaktur, keinginan menjadi penyunting kian membuncah.

Editor bekerja dengan kamus. (Dokumentasi Pribadi)
Editor bekerja dengan kamus. (Dokumentasi Pribadi)

Dari buku sekolah ke motivasi 

Syukurlah akhirnya ada kesempatan bekerja sebagai editor di sebuah penerbitan buku sekolah di Ciawi, Bogor. Kesempatan berikutnya datang dari penerbitan buku umum untuk genre motivasi dan bisnis di Depok meskipun tak bertahan lama karena alasan kesehatan. 

Setelah resign dari penerbit, saya praktis menjadi pekerja lepas alias freelancer. Lebih-lebih saat si sulung lahir dan kami gagal mendapatkan pengasuh, maka pekerjaan berbasis freelance yang paling tepat saya lakukan. Selain menyunting, saya juga menerima pekerjaan lepas sebagai penerjemah. Di mana ada tawaran, saya ambil.

Buku sekolah vs buku umum

Karakter pekerjaan editing untuk buku sekolah dan buku umum sangat berbeda. Buku sekolah punya elemen lebih banyak, terutama punya rubrik yang dirancang untuk memperkaya materi pelajaran. 

Buku sekolah juga lazim disertai contoh soal dan pembahasannya, serta daftar soal untuk evaluasi pembelajaran. Ketelitian adalah modal utama. Bukan cuma ketepatan ejaan dan struktur kalimat, editor buku sekolah juga wajib melengkapi foto-foto yang diperlukan. 

Jika bentuknya ilustrasi, maka editor akan melakukan pemesanan gambar kepada ilustrator dengan deskripsi yang detail, baik ilustrator inhouse maupun freelance.

Karena banyak pernak perniknya, tak jarang editor juga mesti mengusulkan pengemasan materi agar menarik dengan ikon atau rubrik menyenangkan. Desain atau layout naskah tentunya lebih kompleks dibandingkan buku umum.

Yang tak kalah penting adalah saya mesti menyesuaikan konten buku dengan panduan umum agar tidak sampai melanggar aturan HAM, sensitivitas gender, menyinggung isu SARA atau yang bermuatan pornografi.

Adapun buku umum cenderung lebih luwes. Fokus editor adalah menyajikan buku seenak mungkin dengan ide-ide yang lebih kaya, out of the box, dan kekinian sesuai dengan kebutuhan pembaca. 

Intinya, banyak ruang inovasi atau gebrakan yang bisa dilakukan editor saat menggarap buku umum ketimbang buku sekolah -- dengan catatan tentu saja tetap memperhatikan isu SARA.

Mengenal tugas editor buku

"Apakah editor hanya menyunting tulisan?" Begitu tanya moderator lebih lanjut.

Saya pastikan bahwa editor bukan sekadar mengecek tipo atau salah eja, tetapi lebih dari itu. Setidaknya bisa dilihat dalam job desc editor buku sekolah. 

Untuk menjawab pertanyaan ini, saya memperkenalkan dua istilah editor sependek yang saya ketahui. Ada editor akuisisi (kadang cukup disebut editor) dan penyunting naskah (disebut juga kopieditor).

Sebagaimana namanya, editor akuisisi bertugas mencari naskah untuk diterbitkan. Sebelumnya dia merencanakan buku apa saja yang menarik untuk diluncurkan di pasaran. Editor ini juga mengedit naskah dari segi materi (essential editing).

Karena harus berburu naskah, maka editor jenis ini lebih banyak berada di luar kantor untuk berkomunikasi dengan penulis atau calon penulis, sehingga lumrah baginya untuk bepergian lintas kota bahkan negara tergantung kemampuan ekonomi penerbit.

Selanjutnya, editor memberi pengarahan kepada kopieditor untuk menggarap naskah, dari memeriksa ketepatan ejaan, tata bahasa, dan struktur kalimat agar naskah menjadi buku yang enak dinikmati pembaca. 

Tugas kopieditor adalah seputar mechanical editing. Dia juga bertugas memeriksa pruf atau melakukan proofreading.

Dalam praktiknya, penerbit kerap menyatukan dua peran ini dalam satu posisi, yakni editor dengan berbagai tugas yang saya sebutkan tadi. Selain untuk menghemat pengeluaran, bisa jadi untuk memangkas alur kerja agar lebih ringkas.

Waktu ditanya proyek apa yang membuat saya terkesan saat menyunting, saya menyebutkan salah satunya adalah saat terlibat dalam penyuntingan kamus Indonesia-Inggris Hassan Sadily & John M. Echols terbitan Gramedia.

Meskipun bekerja dalam tim, saya merasakan kebanggaan tersendiri karena ikut menyiapkan kamus edisi revisi yang menjadi pedoman utama publik pembelajar bahasa Inggris di Indonesia. Saya dituntut teliti karena edisi ini harus memuat lema dan sublema yang lebih lengkap.

Proyek penyuntingan lain yang juga mengesankan adalah waktu jadi editor seri buku-buku motivasi karya penulis asal Selandia Baru. Karena diterjemahkan dari bahasa Inggris, tak jarang saya harus menyelaraskan antara hasil terjemahannya dengan maksud penulis. 

Kadang ada penerjemah yang terlalu berani menafsirkan naskah sumber sehingga redaksi bahasa target menjadi agak jauh. Dalam hal ini, saya lantas berkomunikasi dengan penulis. Jadilah itu pengalaman berkesan karena bisa berkorespondensi lewat email dengan penulis asing.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun