Tak harus berupa menu utama seperti nasi bungkus atau nasi kotak dengan lauk mewah. Bisa juga berupa camilan sebagai menu takjil, terutama bagi anak-anak yang tadarus menjelang magrib di masjid kompleks. Apalagi sebulan terakhir ini saya dan istri sedang giat membuat camilan baru yang alhamdulillah disukai anak-anak di sekolah.
Minggu lalu dalam kajian bakda Subuh saya dengar dari seorang penceramah bahwa mereka yang mampu memberikan menu berbuka untuk siapa saja yang berbuka puasa, maka untuk satu orang per hari ganjarannya berupa dijauhkan dari api neraka sejauh 70 tahun. Bayangkan jika bisa ajek selama 30 hari atau lebih banyak penerimanya.
Menuntaskan penulisan naskah
Sejak tahun lalu saya sudah mulai menulis sebuah naskah buku berjudul The Woman Who Rides a Bike. Naskah ini saya garap setelah merampungkan buku biografi seorang tokoh lokal di bidang pendidikan awal tahun 2023 silam.
Sayangnya, buku yang sengaja saya tulis dalam bahasa Inggris ini masih mangkrak, terbengkalai tanpa ketahuan kapan akan selesai. Bayangan kesempurnaan malah membuat saya lalai. Jadi lambat dan tertunda untuk bisa tuntas dan hadir sebagai buku. Padahal konsepnya sudah matang dengan subjudul: "A Story of Hope and Affinity".
Secara umum buku ini berisi renungan lepas, tentang apa saja yang pernah saya alami. Namun, untuk judul sengaja saya pilih tentang perempuan sebab saya terkesima pada kekuatan mereka dan akan juga membahas kecermatan kaum wanita dari berbagai lini.Â
Manuskrip ini yang paling mungkin saya rampungkan menjadi buku meskipun ada beberapa artikel yang belum selesai atau bahkan belum dimulai. Nah, butuh niat kuat selama Ramadan ini karena sekarang saya lebih banyak waktu luang, terutama di pagi hari.
Naskah kedua berjudul Hikayat Cangkem: Kisah-kisah Kelaparan saya targetkan juga untuk bisa dirampungkan lalu diterbitkan. Sebagaimana judulnya, buku ini memotret cerita dan pengalaman orang-orang yang didera kelaparan karena berbagai alasan.
Saya pikir cerita itu harus diabadikan sebab sebungkus nasi yang absen dari perut seseorang nyatanya sangat berbahaya. Kita tahu betapa urusan perut bisa menentukan masa depan bangsa. Bisakah? Lihatlah proses pilihan pemimpin di sejumlah level, bukankah uang atau sembako begitu menggiurkan?
Namun, faktanya orang lapar dilatari oleh banyak hal. Sialnya, tak semua orang tahu dan peduli saat orang lain merintih karena lapar. Saya teringat pesan Nabi tentang kecaman atas orang-orang yang sakit perut sembari tertidur karena kekenyangan sementara di luar sana ada orang yang sakit perut tak bisa tidur karena kelaparan.
Semoga akan selesai hal-hal baik, akan tuntas dikerjakan rencana-rencana mulia. Insya Allah. Apakah ini target? Entahlah. Â Â