DI TENGAH pesatnya kemajuan teknologi digital, penguasaan bahasa asing ternyata masih jadi kebutuhan vital. Saya lantas teringat pada ucapan seorang dosen saat kuliah 20 tahun lalu. "Di BEJ kalau bisa bahasa Inggris saja gajinya sekitar 3 juta, tapi kalau bisa lain seperti Jepang gaji kalian bisa sampai 7 juta."
Mata kami terbelalak, jelas ngiler sama potensi pendapatan berkat penguasaan bahasa asing selain bahasa Inggris. Di kemudian hari, saya melihat lowongan kerja yang ditayangkan di platform online bahwa penerjemah bahasa asing non-Inggris, terutama Jepang, akan diganjar dengan kompensasi sebesar Rp10-15 juta per bulan.
Seketika memori saya terlempar ke bangku SMA di kelas 3 bahasa saat saya belajar bahasa Jepang. Namun, bukan kegembiraan yang membuncah, melainkan kekecewaan dan penyesalan yang ada. Andai dulu serius belajar, mungkin sekarang saya sudah terampil dengan penguasaan bahasa Jepang yang mumpuni dengan segudang manfaat yang berarti.Â
Manfaat menguasai bahasa Jepang
Sebagaimana saya sebut di awal tulisan, manfaat pertama yang tak mungkin dimungkiri adalah benefit secara ekonomi. Ya, berkat penguasaan bahasa Jepang yang baik, peluang pun terbuka dalam hal karier atau pekerjaan. Walhasil, peningkatan pendapatan pun terjadi yang berdampak pada akselarasi ekonomi.
Edis Jun adalah satu dari sekian orang yang patut menjadi contoh betapa keterampilan berbahasa Jepang telah membawa perubahan positif dalam kehidupan. Lelaki yang mengaku berasal dari keluarga buta huruf ini tak memiliki gelar akademik (kuliah) sama sekali.
Nasib baik muncul ketika ia berkesempatan belajar bahasa Jepang di LPK di Cibitung, Bekasi. Setelah lulus dan aktif mengajar di LPK tersebut, Edis pun berhasil meraih kompetensi sebagai junior instructor dari BNSP. Kegembiraan membuncah dengan adanya peluang bekerja di perusahaan asing asal Jepang di kawasan SCBD.Â
Puncaknya, ia berjodoh dengan sebuah perusahaan Jepang yang mau merekrutnya untuk bekerja langsung di Hamamatsu, Prefektur Shizuoka, Jepang. Pengalaman bekerja dan networking di Negeri Matahari Terbit kemudian ia bawa sebagai bekal membangun usaha sendiri di bidang kreatif sekembalinya ia ke Indonesia tahun 2015.
Manfaat berikutnya belajar bahasa Jepang adalah kesempatan meraih beasiswa di negara maju seperti Jepang. Teknologi, budaya, etiket kerja, seni beladiri, film juga musik Jepang sangat menarik untuk dijajaki. Itu semua hanya mungkin terjadi jika kita punya kompetensi atau keahlian berbahasa Jepang.
Manfaat lain yang tak kalah penting jika menguasai bahasa Jepang adalah kemampuan memahami budaya setempat melalui karya sastra. Ini yang saya idam-idamkan sejak lama. Saya pengagum Haruki Murakami dan menyukai karya-karyanya. Nah, membaca karya terjemahan, bagi saya, terasa kurang afdal.
Akan sangat berbeda nuansa dan cita rasanya seandainya saya membaca karyanya dalam bahasa Jepang, bukan dalam bahasa asing lain apalagi bahasa Indonesia yang diterjemahkan dari bahasa Inggris. Stilistika Jepang akan hilang setelah melalui proses alih bahasa kendati pesan tersampaikan. Dalam kadar tertentu, karya terjemahan malah boleh dibilang adalah karya yang "baru".
Belajar bahasa Jepang di WaGoMu
Itulah sebabnya saya ingin sekali menguasai bahasa asal Doraemon ini. Namun, saya tak mau mengulang pembelajaran konvensional dengan hafalan dan teknik pelik yang sudah tidak sesuai dengan usia. Maklum, sudah kepala 4 sih, hehe. Harus cari cara yang lebih adaptif dengan kondisi kekinian.
Pilihannya adalah belajar secara online dengan beberapa alasan. Pertama, lebih praktis karena tak perlu hadir di kelas sehingga lebih leluasa dikerjakan. Karena tak perlu meluncur ke tempat kursus, waktu kita pun jadi lebih produktif lantaran tak perlu terjebak macet--juga akhirnya lebih hemat ongkos perjalanan.
Alasan ketiga, belajar lewat kursus online memungkinkan kita memutar kembali materi belajar kapan pun dibutuhkan saat kita punya waktu luang. Berbekal gawai di tangan, kita bisa pelajari lagi bagian yang belum kita pahami lewat video atau rekaman sesi belajar bahasa Jepang.
Untung ada WaGoMu, yakni penyedia #JapaneseClass melalui platform belajar bahasa Jepang secara OTODIDAK dengan pembelajaran yang fun dan mudah dipahami. Pelajaran diakses lewat Web Apps J-Class yang konten dan teknologinya terus dikembangkan.
Mentor yang profesional
Maksud otodidak di sini adalah belajar bareng di grup WhatsApp dengan dipandu oleh mentor profesional minimum level N2 atau bahkan native speaker Jepang untuk menuntaskan 25 bab yang tersedia dalam satu set Minna no Nihongo. Mengapa grup WA, bukan privat per siswa? Karena biasanya belajar sendiri cenderung membosankan dan bisa-bisa kehilangan motivasi.
Metode efektif & fun
WaGoMu bertekad menghadirkan Japanese Class dengan metode efektif dan menyenangkan. Lewat teknik pembelajaran ini, asumsi yang selama ini terpelihara yakni bahwa bahasa Jepang itu susah dan mahal ingin dihancurkan. Selama tahu cara belajarnya, maka bahasa Jepang bisa dikuasai dengan mudah.
Teknik yang unik ala WaGoMu, misalnya, menggunakan Ilustrasi KANA Card sehingga pembelajar baru yang buta huruf pun bisa baca huruf Hiragana dan Katakana dalam 1 JAM saja. Â
Selain itu juga digunakan pola mind mapping untuk mendorong siswa agar bisa memahami dan mengembangkan pemahaman secara mandiri. Keren kan?
Santai tapi tertarget
Kendati dilakukan dengan santai, pembelajaran di WaGoMu telah dirancang sedemikian rupa dengan target yang jelas. Suasana santai untuk membuat siswa merasa nyaman dan rileks tapi tetap target-oriented!
"Jangan masuk lembaga mana pun sebelum mencapai level N4," ujar Edis Jun suatu kali dalam kesempatan Zoom Meeting. Level N4 (Nihongo 4) bisa diselesaikan dalam waktu 15 hari dari level 0 di WaGoMu yang semestinya dituntaskan dalam waktu 3 bulan.
Selain punya passion mengajar, Edis ingin agar pembelajar bahasa Jepang tidak tertipu oleh kursus mana pun dengan pembelajaran yang lama tapi tidak efektif. Itulah yang menjadi spirit atau value Japanese Class binaannya, sebagaimana tecermin dalam WaGoMu yang berarti karet. Meskipun kecil dan seolah lemah, tapi karet gelang bisa menghubungkan banyak orang dengan kelenturan dan fleksibilitas.
Gagasan ini muncul juga karena ia prihatin mengingat tak sedikit mahasiswa S1 bahasa Jepang yang mestinya sudah lulus N3 menurut standar Dikti ternyata masih jauh dari harapan. WaGoMu ingin hadir sebagai jembatan (baca: perekat) yang membantu akselerasi menuju level yang dibutuhkan.
Perundungan akibat bahasa
Sebagaimana diceritakan beberapa Tiktoker di VT mereka tentang perundungan di tempat kerja di pabrik Jepang sana, Edis pun tak menampiknya. Tak bisa dimungkiri kendala bahasa ternyata memicu bos atau atasan untuk marah dengan melontarkan ucapan pedas bahkan memaki atau menggoblokkan.
Hal itu biasanya terjadi pada pekerja dengan visa magang yang ternyata tak bisa pindah kerja. Barulah jika level bahasa Jepang mereka minimal N4 atau N3 sehingga bisa memperoleh student visa yang lebih leluasa. Persiapan skill dan penguasaan bahasa Jepang yang memadai diharapkan bisa menaikkan level kita yang selama ini masih di bawah para migran asing asal Brazil, Filipina, Vietnam, dan bahkan Nepal.
WaGoMu ingin agar para pendatang asal Indonesia setidaknya berada di level N2 sehingga bisa bekerja di sektor formal dan mengakses informasi publik dengan baik, baik membaca surat kabar dan terutama mengikuti perkuliahan tanpa ketertinggalan akibat kendala bahasa.
Indonesia punya masalah pengangguran sedangkan Jepang punya masalah aging population. Fakta ini bisa saling melengkapi sebagai solusi bagi masing-masing negara. Jepang dapat tenaga kerja dan Indonesia terserap tenaga kerjanya. Berawal dari bahasa.
Jika teman-teman tertarik berangkat ke Jepang, baik untuk bekerja maupun kuliah, pastikan sudah membekali diri dengan penguasaan bahasa Jepang yang mumpuni. WaGoMu bisa jadi jalan ninja buat meningkatkan bahasa Jepang atau bahkan belajar dari 0 dengan mudah dan menyenangkan sebagai bekal masa depan yang mapan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H