Mohon tunggu...
Isnaini Khomarudin
Isnaini Khomarudin Mohon Tunggu... Full Time Blogger - editor lepas dan bloger penuh waktu

peminat bahasa daerah | penggemar kopi | pemburu buku bekas

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Ikhtiar Jadi Pakar pada Bulan yang Menuntut Kita Sabar

15 April 2021   21:37 Diperbarui: 15 April 2021   21:47 653
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kang Maman tampil sebagai narasumber dalam sebuah webinar. (dokpri)

"Kalau mengaku bisa mengerjakan semuanya sendirian, kita justru tengah membangun kesenjakalaan itu sendiri." 

Begitu ujar Kang Maman dalam sebuah sesi webinar amal Maret silam. Webinar pagi itu mengangkat tema Senja Kala Content Creator yang mengupas tantangan dan peluang sebagai content creator di era serbadigital yang semakin kompetitif saat ini.

Tak bisa dimungkiri jumlah content creator memang sangat banyak. Makin banyak platform, makin besar pula jumlah pengisinya. Ada yang memproduksi konten di blog, bikin konten di Youtube, TikTok, Instagram dan entah di mana lagi yang semuanya menjanjikan keuntungan baik uang maupun personal branding.

Menolak bayaran 400 juta

Bagaimana agar kita bisa bersaing dengan ribuan content creator di tengah arus informasi yang serbadigital saat ini? Bangun kepakaran dan miliki integritas. Itu pesan Kang Maman---sapaan akrab Maman Suherman ayang didapuk sebagai salah satu narasumber. 

Ia pernah menerima pesanan menulis biografi dengan iming-iming bayaran mencapai 400 juta rupiah. Itu membuktikan bahwa ia dikenal pakar di bidangnya. Sebutlah he's really good at what he does sehingga orang lain bisa menakar kemampuannya dengan konversi ekonomi.

Kang Maman tampil sebagai narasumber dalam sebuah webinar. (dokpri)
Kang Maman tampil sebagai narasumber dalam sebuah webinar. (dokpri)

Namun kepakaran itu tidak bisa dibangun secara instan. Apalagi membuktikan integritas dengan menolak tawaran menggiurkan itu lantaran ia khawatir tak mampu menarasikan kisah sejujur-jujurnya tanpa intervensi pemesan biografi. Alih-alih didikte, Kang Maman mau menulis jika ada kesepakatan bahwa tulisannya tidak akan diselipi pesan terselubung yang bertentangan dengan hati nuraninya.

Saya lantas teringat pendapat penulis dan motivator asal Palestina Adham Syarqawy yang menyebutkan bahwa, 

"Kaya bukanlah ketika engkau bisa membeli dunia seisinya, tapi ketika dunia seisinya tak bisa membelimu."  

1 | Tambah kemampuan desain

Sebagai ikhtiar menjadi pakar, selama Ramadan saya mesti menambah jam terbang sebagai seorang desainer. Selain mengedit naskah secara freelance dan menjadi bloger, selama ini saya juga menerima jasa layout isi buku menggunakan Adobe Indesign dan Adobe Photoshop. Skill inilah yang harus saya pertajam agar job desain yang rumit bisa saya kerjakan. 

Saya telah menemukan teman sebagai guru meskipun belajarnya melalui aplikasi WhatsApp. Saya tak mungkin bertahan dengan kemampuan sekarang kalau ingin bersaing dengan tenaga lebih muda dan energi artistik lebih fresh. Harus ada peningkatan skill agar value turut meningkat.     

2 | Lebih banyak membaca buku

Keterampilan kedua yang ingin saya asah adalah critical thinking. Bukan rahasia lagi bahwa kesuksesan kita di abad ke-21 adalah penguasaan empat skill utama, yakni 4C: Critical thinking (berpikir kritis), Creativity (kreativitas), Collaboration (kolaborasi), dan Communication (komunikasi). Banyak hoaks beredar di media sosial dan tak jarang redaksinya dibuat sangat meyakinkan. Inilah pentingnya belajar mempertajam pemikiran kritis. 

Masih menurut Kang Maman, cara paling mudah untuk mengasah critical thinking adalah dengan banyak membaca dan bertanya. Mari menanggapi setiap isu dengan sikap skeptis, tapi bukan apatis. Skeptis berarti tidak mudah percaya, meragukan suatu hal sehingga kita terdorong untuk menguji kesahihannya lewat banyak sumber atau intertekstualitas. Sedangkan apatis berarti tidak peduli. 

Banyak baca (berita, buku, majalah) dan berdiskusi akan mendorong kita mampu bersikap kritis dan lebih bijak menghadapi setiap berita atau isu yang strategis.

3 | Belajar berempati

Kemampuan yang menurut saya wajib saya gugah dan perkuat adalah berempati. Lebih bijak merespons kondisi dan pendapat orang lain tanpa tergesa menghakimi. Sebelum melontarkan ucapan pedas yang berpotensi melukai orang, saya mesti menimbang baik buruknya termasuk mengukur mengapa suatu fenomena terjadi terutama yang tidak sesuai dengan pendapat saya pribadi.

Bulan Ramadan adalah momen yang pas untuk membangun kepedulian dan bersikap empati. Sambil memahami perasaan orang lain, kita bisa menghimpun donasi untuk mereka yang kurang beruntung. Tahun ini saya bersama Nasi Bungkus Community (NBC) akan tetap membagikan bingkisan lebaran atau sembako kepada dhuafa dan anak yatim seperti tahun-tahun sebelumnya. Hanya saja bingkisan akan kami antar langsung ke penerima tanpa ada pengumpulan massa.

4 | Banyak introspeksi

Akhirnya skill yang tak kalah penting adalah kecerdasan untuk memahami diri sendiri. Saatnya menelisik, melongok lebih teliti pada relung hati dan menelusuri bilik-bilik masa lalu yang selama ini dihindari. Inilah relevansi lebih banyak membaca Al-Qur'an di bulan suci, apalagi Ramadan masih berada di tengah pandemi.

Saya bisa mendapatkan kekuatan untuk memetik hikmah masa lalu dan menatap masa depan dengan penuh optimisme. Lewat tadarus (yang berari juga kebutuhan memperbaiki bacaan Al-Qur'an, saya bisa menyendiri sesaat untuk mengambil jeda dari hiruk pikuk dunia, termasuk godaan untuk menilai orang lain.

Inilah tahun yang menantang, kita berada pada bulan yang menuntut kita sabar sambil kita berikhtiar terus-menerus untuk menjadi pakar pada bidang yang selalu ada waktu untuk kita kejar. Kesabaran akan membuat hati kita mekar, diri kita menjadi besar tanpa mengandalkan sifat-sifat gusar atau kasar. Bismillah, mari belajar. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun