Oke, penduduk Indonesia! Sejenak mari kita refresh dulu otak dan pikiran kita yang kayaknya udah mbulet ngeliat berita Neng Aprilia Susanti atau anggaran ruang banggar DPR yang mencekik leher. Bosen cak, mas, mbah, mbak, opa, oma dll.. (maaph yang belum disebut :p) Daripada puyeng, mending kita ulas sedikit tentang novel Tere Liye yang baru-baru ini sudah diluncurkan filmnya. So, Tere Liye adalah seorang novelis Indonesia yang udah menerbitkan banyak buku. Tapi, dari sekian banyak buku baru satu yang saya baca dan ini langsung menyentuh ke hati. (Bermula lebay :p) Apakah itu? Jreng-jreng.. Ini dia...
Cover Novel "Hafalan Shalat Delisa"
Jadi, HSD adalah novel Tere Liye yang mulanya dimuat dalam koran Republika sebagai cerita bersambung. Kemudian, di tahun 2007 melihat antusiasme pembaca (hal sama terjadi pada novel Best Seller 'Ayat-Ayat Cinta'), cerbung ini dibukukan dalam sebuah novel yang juga menjadi best seller hingga mengalami cetak ulang hingga 8 kali (per Desember 2011).
Ini adalah kisah tentang tsunami… Ini adalah kisah tentang kanak-kanak… Ini adalah kisah tentang proses memahami… Ini adalah kisah tentang keikhlasan… Ini adalah kisah tentang Delisa…
Novel ini diawali ketika Tere Liye melihat berita Tsunami Aceh dengan korban seorang anak kecil yang kakinya diamputasi. Dan Tere pun berikrar, bahwa dia akan mengabadikan kisah itu yang akhirnya diwujudkan dalam buku ini.
Bermula dari kehidupan sebuah keluarga kecil di Lhok Nga, Aceh yakni keluarga Ummi Salamah. Ummi memiliki 4 orang anak, yaitu Fatimah, Aisyah, Zahrah, dan si bungsu Delisa. Sedangkan ayahnya -Abi Usman- bekerja di sebuah kapal laut sehingga lebih sering berada di Luar Negeri dan komunikasi pun dilakukan dengan telpon.
Di keluarga ini, nilai agama ditanamkan dengan kuat. Walaupun Ummi tidak didampingi Abi, tapi Umi berusaha menjadi ibu yang baik. Shalat shubuh selalu mereka laksanakan dengan jama'ah. Hingga Delisa, yang baru berumur 6 tahun pun, diwajibkan Ummi untuk hafal bacaan shalat. Mula-mulanya Delisa sangat sulit menghafal, sering tertukar letaknya. Ummi pun menjanjikan Delisa hadiah sebuah kalung, jika Delisa hafal bacaan shalat saat melewati tes hafalan di depan guru ngajinya. Dan kalung ini sangat istimewa, D untuk Delisa (hikss.. so sweet)
Akhirnya, Minggu 24 Desember 2004, kejadian memilukan hati pun terjadi.
Cuaca di Aceh hari itu begitu cerah. Tapi sesaat, gempa kecil menggetarkan Lhok Nga. Semua khawatir, tapi mengganggap ini hanya sebuah kejadian biasa. Dan hal ini tidak menjadi momok menakutkan bagi Delisa. Sebab pada hari ini, dia akan menjalani tes hafalan. Diantarkan Ummi, Delisa yakin hari ini akan menjadi hari yang indah.
Dengan visualisasi cerita yang bagus dari Tere, pembaca seakan dibawa dalam alur cerita dan turut merasakan ketulusan hati dari seorang Delisa. Di saat Delisa mengangkat takbir, Aceh bergetar. Gelombang pantai beriak seperti tak biasanya. Endingnya, ketika Delisa tertatih dalam menyelesaikan tahiyat akhirnya, badai Tsunami datang menerjang tubuh kecilnya. Akan tetapi,ajaibnya Delisa tetap khusyu dan tidak menyadari akan apa yang terjadi.
Hiksss.. T_T (Yang nulis mulai pengen nangis lagi) Ummi beserta kakak-kakak Delisa semuanya syahid dalam musibah ini. Abi Usman pun pergi menyusul Delisa dan mendapati kaki Delisa yang mesti diamputasi. But, it's so awesome. Delisa terlihat sangat tegar bahkan dia sering menjadi motivator untuk Abi. Dan yang lebih mengharukan lagi, Delisa tetap bertekad menyelesaikan bacaan shalatnya. Bukan karena kalung, tapi karena Allah.