Entah apa yang ada dalam pikiran saya. Banyak teman kuliah saya yang bertanya, “kenapa kamu suka sama PSS, Na? Aneh kamu.”
Yang saya bingungkan adalah, saya tidak tahu jawabannya. Serius.
Sepertinya kalimat “cinta itu tidak membutuhkan alasan” benar adanya. Entah mengapa saya tergila-gila pada tim lokal itu. Karena supporter-nya? Bukan, bukan itu. Supporter tim lokal tersebut hanyalah sebagai tempat saya menimba ilmu tentang cara mencintai tim itu. Cinta itu pembuktian. Cinta itu pengorbanan.
Apa yang dibuktikan? Ya ucapanmu. Bukan hanya tentang kalimat-kalimat yang kamu ucapkan, atau kamu tulis di laman sosial mediamu. Kalimat tentang kebanggaan dan kecintaan yang kamu katakan tidak akan pernah lekang. Caranya?
Dengan pengorbanan. Apa yang dikorbankan? Apapun, yang bisa dan kamu mampu korbankan. Saya sendiri juga belum mengorbankan semuanya bagi tim yang saya sukai itu, karena saya belum mampu mengorbankan apa-apa yang ingin saya korbankan. Sampai sekarang ini, saya masih belajar untuk bisa mengorbankan yang bisa saya korbankan.
Disana bukanlah semata tentang pertemanan. Disana juga tentang perjuangan. Yang dinanti adalah siapa yang tetap bersama di akhir perjuangan ini. Bukan dia yang memulai dari awal, sudah bertahan sejak lama, bertahun, tapi dia berhenti berjuang saat kita didera cobaan tanpa henti.
Ini bukanlah tentang siapa yang lebih dulu memulai. Ini adalah tentang siapa yang tetap berdiri tegak menjulang, berangkulan meski dengan bening air mata, berpegangan meski dengan tangan yang terluka. Ini adalah tentang berjuang bersama sampai akhir, sampai kita sudah benar-benar berakhir.
Hanya sebuah coretan dini hari ketika mata saya belum mau terpejam dan otak saya masih memikirkan hal-hal yang entah akan bagaimana akhirnya. Yang saya bisa lakukan hanya mengeluarkan apa yang berputar dalam pikiran dan berharap coretan-coretan ini bisa membantu saya meluapkan apa yang saya rasa.
Minggu, 23 November 2014. 02.11