Mohon tunggu...
Isnaeni
Isnaeni Mohon Tunggu... Guru - Belajar dengan menulis.

Belajar sepanjang hayat

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Rumus Kecepatan Menikah

17 November 2024   06:04 Diperbarui: 17 November 2024   07:54 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya tidak akan membahas judul di atas dengan serius, karena saya tidak terlalu mendalam dalam menilai hidup. Saya melihat keajaiban pernikahan dalam kehidupan sehari-hari dari mulai persiapan menikah, ketika menikah dan sekarang mulai menghadapi kondisi anak dalam awal usia menikah.

Saya menikah tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat dari usia ideal menikah 25 tahun, tepatnya lebih 2 tahun. Sedang isteri usianya terpaut 1 tahunan dari usia saya. Namun untuk kondisi di sekitar, usia kami tergolong agak telat untuk menikah karena banyak yang sudah menikah ketika usia lulus SMA, apalagi bagi teman perempuan  seusia yang tidak melanjutkan ke SMP. Tak heran teman-teman seusia kami sudah ada yang mempunyai cucu, dan isteri saya berujar belum siap menjadi nenek-nenek.

Berbeda dengan adik -adik kami yang bungsu dari Saya dan isteri. Kami khawatir mereka terlalu asyik dengan dunia mereka dan tidak ada tanda-tanda mereka akan menikah. Mereka dari segi pendidikan sudah sarjana dan bekerja secara online di kamar mereka berkarya membuat gambar ataupun musik. Interaksi dalam keluarga tidak terlalu terbuka dan asyik di kamar serta tak terlihat mereka bersua dengan luring. Entah kalau mereka mempunyai kenalan secara daring dengan lawan jenis mereka.

Sering kami berceloteh untuk mengenalkan mereka bujangan-bujangan ini dengan gadis-gadis kenalan kami. Namun interaksi dengan adik-adik kami sangat terbatas, berbeda dengan kondisi di zaman sebelum adanya internet dimana kontak dengan keluarga sangat mudah dan mengobrol secara langsung lebih memungkinkan.

Kami mungkin hanya melihat faktor usia adik-adik kami ini yang sudah melewati usia standar untuk menikah, sehingga kami merasa resah. Pada saat Kami menikah, kesulitan kami adalah belum adanya modal untuk menikah, kuliah belum selesai dan kondisi budaya masyarakat yang menyegerakan menikah. Berbeda dengan sekarang yang rata-rata sudah sarjana, sudah bisa bekerja secara online walaupun penghasilannya entah berapa.

Namun dari yang kami dengar, bekerja secara online ini cukup lumayan dibandingkan bekerja sebagai honor di sekolah. Sehingga ada adik kami yang sarjana pendidikan Matematika, lalu dibawa oleh kakaknya bekerja di sekolah sebagai pengajar hanya bisa bertahan 2 tahun. Ia memutuskan untuk fokus menggambar di rumah dan penghasilannya bisa untuk menolong kakak kakaknya yang bekerja sebagai guru. Kami kakak-kakaknya bekerja keluar rumah dari pagi hingga sore ternyata malah pinjam uang dari adiknya yang seharian bekerja di kamar.

Sekarang ini Saya harus siap menghadapi anak-anak yang satu persatu akan melewati usia pernikahan. Menghadapi anak yang sedang kuliah dan mulai berhubungan dengan lawan jenis. Anak mempunyai pacar tentunya wajar, namun sebagai orang tua mulai khawatir dengan perilaku-perilaku yang tidak lazim seperti pulang telat karena habis pertemuan dengan pacarnya. Apalagi pertimbangan dengan siapa anak berhubungan, mungkin orang tua akan berbeda pilihan dengan anak tersebut.

Dalam masa ini, sebagai orang tua khawatir anaknya terlalu dalam dalam berhubungan padahal kuliah pun baru mulai. Dan tidak ingin anaknya putus di tengah jalan dan usaha orang tua untuk menghantarkan mereka meraih cita-cita anaknya gagal. Kalau bisa jangan terlalu serius, toh mereka juga masih berjuang untuk menyelesaikan pendidikan atau belajar mencari uang. Lebih santai saja karena jodoh tidak akan lari kemana.

Pada akhirnya orang tua tetap tidak bisa memaksakan kehendak kepada anaknya, hanya mungkin orang tua ingin terbebas dari kekhawatiran yang ada pada orang tua. Orang tua berharap anak bisa lulus kuliah dengan lancar, punya pekerjaan dan menikah dengan orang yang tepat. Dan tugas orang tua menghantarkan anak menjadi orang yang berilmu, beriman dan bertaqwa sehingga siap menghadapi tantangan zaman dapat tercapai, termasuk menghantarkan mereka ke gerbang pernikahan dan menjalani biduk perkawinan dengan selamat.

Termasuk Kami berharap adik-adik Kami bisa menjalani kehidupan berumah tangga dan berketurunan. Menikah memang pilihan, namun Kami berharap mereka tidak terlalu asyik dengan dunia mereka karena usia produktif tidak terlalu lama dan sayang sekali apabila berlalu begitu saja. Walaupun tidak ada kata terlambat untuk berbuat baik, kecuali sudah tutup usia.

  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun