Mohon tunggu...
Isnaeni
Isnaeni Mohon Tunggu... Guru - Belajar dengan menulis.

Belajar sepanjang hayat

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kondisi PPDB di Sekolah Negeri Pinggiran Kota

29 Juli 2024   21:36 Diperbarui: 29 Juli 2024   21:45 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Penerimaan peserta didik di sekolah negeri tiap wilayah tidaklah sama. Ada sekolah yang peminatnya sangat banyak, bahkan peminatnya dari berbagai daerah pedesaan yang ingin bersekolah di kota. Namun ada juga sekolah negeri yang kekurangan siswa, terutama di daerah yang penduduknya jarang atau sekolah yang akses transportasinya sulit dijangkau. 

Di daerah yang penduduknya padat, sekolah negeri menjadi sekolah tujuan karena sekolah pendukungnya banyak. Berbeda dengan sekolah negeri yang di daerah penduduknya jarang, jumlah sekolah pendukungnya hanya satu atau dua dengan jumlah siswa dari tiap SD dibawah 20 siswa, bahkan kurang. Sekolah lanjutan tersebut menjadi kekurangan murid dan tentunya uang BOS nya juga menjadi kurang.

Minat orang tua menyekolahkan anak di sekolah negeri pavorit juga dipengaruhi prestise. Ketika menyekolahkan anak di sekolah pavorit seolah-olah akan menjamin anaknya lebih dari yang lain. Kenyataannya, lulusan dari sekolah pavorit ini melanjutkan sekolah di sekolah yang sama dengan lulusan sekolah dari sekolah bukan pavorit. Padahal untuk masuk sekolah pavorit tersebut persyaratannya tidak mudah baik itu prestasi akdemik maupun non akademik.

Sebagai salah seorang guru yang mengajar di sekolah bukan favorit, saya merasakan bagaimana perasaan harap-harap cemas dengan jumlah peserta didik baru yang akan kami terima. Sekolah pendukung di sekitar kami rata-rata mempunyai siswa sekitar 20-an siswa bahkan ada yang kurang dari 10 siswa. Lokasi sekolah kami berada jauh dari pemukiman padat dengan akses transportasi yang sulit karena jalannya yang memutar walaupun satu desa. 

Anehnya walaupun sekolah kami kurang diminati karena akses sekolah yang sulit sarana transportasi, tapi masih ada peserta didik kami yang berasal dari daerah yang jauh. Sebaliknya ada juga anak usia sekolah di sekitar kami yang memilih sekolah yang jauh dari kampungnya. 

Setiap orang tua punya alasan tertentu dalam menyekolahkan anaknya di suatu sekolah. Ada yang beralasan karena dekat, berkualiatas, punya saudara atau kenalan di sekolah tersebut atau alasan lain yang tidak kita duga. Ada yang beralasan orang tua tidak menyekolahkan di sekolah negeri karena ingin anak mendapatkan pengajaran yang lebih khusus dan intens dalam pembelajaran agama, ada juga yang ingin agar anak mendapatkan lingkungan yang aman dan mendapatkan pengasuhan sampai sore karena orang tuanya bekerja sampai sore.

Pendidikan anak dilakukan bukan saja di sekolah, tetapi juga di rumah atau lembaga-lembaga pendidikan non formal lainnya. Setelah sekolah anak di les kan baik pembelajaran akademik maupun non akademik. Ada yang beralasan untuk menyekolahkan anak di sekolah yang menyediakan pembelajaran plus non akademik karena lebih hemat karena tidak harus membayar les-les yang ingin diikutinya.

Tidak semua sekolah negeri diminati oleh orang tua siswa, termasuk sekolah yang saya mengajar di dalamnya. Namun dalam hati, saya mengingatkan diri bahwa sedikit atau banyak siswa adalah amanah yang harus dipertanggung jawabkan kepada orang tua yang menitipkan. Kepuasan seorang guru adalah ketika peserta didik yang kita ajar mendapat kesuksesan dunia dan akhiratnya. 

Saya sendiri menyekolahkan anak di sekolah yang terdekat dan beralasan agar mudah menangani anak tanpa harus diantar. Ketika anak sudah sekolah pada tingkat yang lebih tinggi, maka anak kami kuliah di tempat yang agak jauh karena Saya dan isteri beranggapan anak sudah lebih dewasa dan mengerti posisinya sebagai seorang anak. Kami menginginkan anak kami mendapatkan kesadaran diri dan kesadaran sosial sehingga mereka peduli terhadap lingkungan sekitarnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun