Ungkapan hubbul wathan minaliman belakangan ini kembali populer. Kalimat tersebut bermakna bahwa cinta tanah air adalah sebagian dari iman. Seiring dengan maraknya kalimat tersebut, ada beberapa pihak yang menerima pernyataan tersebut secara aklamasi dan menyebutnya sebagai hadits Nabi Muhammad SAW. Beberapa kelompok Muslim lainnya tidak menerima pernyataan ini. Mereka ekstrim menyebutnya sebagai hadits maudhu' alias palsu. Karena kepalsuannya, itu tidak dapat digunakan sebagai argumen. Lebih lanjut, mereka mengatakan, tidak ada argumen untuk nasionalisme. Kelompok ketiga, tampaknya, ingin mencari jalan tengah dengan mengatakan, kalimat itu bukan hadis, hanya kata-kata ulama.
Lalu bagaimana para ulama mempelajari pernyataan ini? Benarkah hadits Nabi Muhammad SAW? Bagaimana kualitasnya? Apakah itu valid? Bagaimana dengan pengertian atau pengertiannya? Apakah itu salah? Ayo, lihat. Artikel ini akan disusun secara kronologis.
Abad 9
Pembahasan anjuran cinta tanah air telah dijelaskan oleh dua ulama hadits terkemuka. Mereka adalah Ibnu Hajar al-Asqalani (773-852 H.) dan Badruddin al-Aini (762-855 H.). Dalam kitab Umdatul Qari Syarah Sahih al-Bukhari, al-Aini mengatakan, dalam hadits ini terdapat dalil keutamaan kota Madinah, dalil cinta tanah air dan anjuran untuk merindukannya (Umdatul Qari Syarah Sahih al-Bukhari 10/135)
Kedua penulis syarah tersebut sedang menjelaskan hadits dalam Sahih al-Bukhari no. 2081. Ketika Rasulullah datang dari suatu perjalanan, kemudian melihat pepohonan di sekitar kota Madinah, beliau mempercepat unta-nya, jika kendaraannya adalah binatang, maka beliau menariknya.
Kedua ulama di atas sepakat bahwa mencintai tanah air dianjurkan karena Rasulullah. mengajarkannya.
Abad 10
Usul ini kemudian berkembang menjadi kalimat yang lebih tegas bahwa cinta tanah air bukan hanya bagian dari ajaran Islam, tetapi bagian dari iman dalam Islam. hubbul wathan minal iman. Kalimat ini menyebar begitu cepat sehingga orang menganggapnya sebagai hadits. Namun, para ulama di abad berikutnya menjelaskan bahwa pernyataan ini bukanlah sebuah hadits. Namun, memiliki pemahaman yang sesuai menurut syariat yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Syekh Abdurrahman as-Sakhawi (831-902 H.) dalam bukunya al-Maqasid al-Hasanah fi Bayani Katsirin Minal Ahadits al-Masyhurah fil Alsinah. Dalam hadits nomor 386 disebutkan,
Hadits hubbul wathan minal iman, saya belum menemukan sumbernya, namun arti pernyataan tersebut sahih (hal. 297). Syekh as-Sakhawi, setelah melakukan kajian hadis, membuat kesimpulan yang sangat unik. Ketika dia tidak menemukan teks dalam kitab hadits, dia tidak langsung mengutuknya sebagai maudhu'. Sikap ini berbeda dengan sebagian pengulas hadis modern, ketika tidak menemukan sumber hadisnya, mereka sering buru-buru menilainya sebagai maudhu'. Selain tidak secara langsung menghukum maudhu', as-Sakhawi juga meneliti kandungan matan atau kandungan hadits. Berdasarkan penelitiannya, as-Sakhawi menyimpulkan bahwa isi hadits tersebut tidak bermasalah atau benar. Dia berkata, lam aqif 'alaihi wa ma'nahu sahihun. Ia sangat berhati-hati dalam menilai hadits, hingga hadits yang belum ia temukan sumbernya, tidak langsung dihukum maudhu'.
Syekh Jalaluddin as-Suyuthi (w. 911 H.) menyebutkan hadis hubbul wathan minal iman dalam kitab ad-Durar al-Muntatsirah fil Ahadits al-Musytahirah no. 190. Beliau mengatakan, Hadis hubbul wathan minal iman, saya belum menemukan sumbernya (ad-Durar al-Muntatsirah fil Ahadits al-Musytahirah, 108)
As-Suyuthi mengikuti komentar as-Sakhawi yang sekadar menyatakan belum menemukan sumbernya. Beliau tidak menegaskan kepalsuan hadis tersebut, dengan menyatakan bahwa hadis tersebut maudhu', misalnya.
Abad 11
Syekh Mulla Ali al-Qari (w. 1014 H.) pada kitab Mirqatul Mafatih Syarah Misykatul Mashabih berkata hal yang sama. Cinta tanah air merupakan ajaran yang sahih menurut Islam. Lebih sempurna lagi Jika dipahami bahwa wathan atau tanah air ialah surga. Merupakan mengasihi surga adalah bagian berasal iman. Ali al-Qari tidak menyalahkan, menyesatkan atau bahkan mengkafirkan, orang yang memaknai wathan sebagai rumah di global. Sekalipun beliau lebih setuju Bila wathan pada hadis dipahami menjadi surga (Mirqatul Mafatih Syarah Misykatul Mashabih, 3/1158).
pada kitabnya yang lain, al-Asrar al-Marfu'ah fil Akhbar al-Maudhu'ah, dia mengungkapkan status kalimat hubbul wathan minal iman. Dia mengutip pendapat beberapa ulama. Pertama, pendapat az-Zarkasyi yg menyatakan belum menemukan Asalnya (lam aqif 'alaihi). kedua, pendapat Mu'inuddin Alaihi Salam-Shafawi yang berkata, tidak punya sumber yang kuat (laisa bi tsabitin). Ketiga, pendapat yang menyatakan bahwa kalimat tersebut hanya ungkapan sebagian ulama salaf. Keempat, pendapat Alaihi Salam-Sakhawi yang menyatakan bahwa kalimat tersebut artinya hadis yang belum ditemukan Sumbernya, tetapi mempunyai pengertian yg sahih.
Terkait kandungan hadis tersebut, Ali Al-Qari menyatakan bahwa arti al-wathan pada hadis hubbul wathan minal iman mempunyai beberapa kemungkinan pengertian. Beliau tidak menerima mentah-mentah pernyataan AS-Sakhawi yang mengatakan makna hadis tersebut sahih. Beliau memberi catatan bahwa tidak terdapat korelasi antara cinta tanah air dan iman. sebab cinta tanah air pula dimiliki oleh orang-orang munafik seperti digambarkan pada QS. an-Nisa: 66. Dalam ayat ini dinyatakan bahwa orang-orang munafik enggan berangkat perang karena mereka mencintai tanah airnya. Syekh Ali Al-Qari menilai, perkataan AS-Sakhawi hanya akan benar Bila kecintaan tanah air menjadi pertanda keimanan spesifik bagi orang-orang yang beriman. Hal ini sebagaimana digambarkan dalam QS. al-Baqarah: 246. Ayat ini menyatakan bahwa kaum beriman berperang sebab mereka mengasihi tanah airnya. Ayat inilah yang menjadi dasar pendapat AS-Sakhawi yang menyatakan bahwa hadis hubbul wathan minal iman punya pengertian yang benar.
Karena itu, supaya jelas, Ali Al-Qari menyampaikan cara lain pengertian mengenai maksud al-wathan. Pertama, al-wathan berarti surga (al-jannah). Dengan demikian arti hubbul wathan minal iman adalah mengasihi surga tanda keimanan. kedua, al-wathan adalah kembali pada Allah (al-ruju' ila allah) sebagaimana pemahaman para ahli tasawuf (thariqati shufiyyah). Artinya senang kembali pada Allah menggunakan cara bertaubat atau menjalankan perintah Allah, ialah tanda keimanan. Ketiga, al-wathan berarti tempat keluarga serta rakyat yang kurang mampu berada. Dimana kita bisa menyambung tali silaturahim dan mengembangkan kepada mereka. Dalam konteks ini, cinta tanah air ialah, suka menyambung tali silaturahim atau suka berbagi dengan sesama yang kurang beruntung. Keempat, al-wathan berarti kota Mekah. dengan demikian, pengertian hubbul wathan minan iman artinya menyayangi Mekah bagian berasal iman. sepertinya, al-Ajluni lebih sepakat dengan pendapat al-wathan diartikan menggunakan kota Mekah (al-Asrar al-Marfu'ah fil Akhbar al-Maudhu'ah, 180-183).
Abad 12Â
Syekh Ismail bin Muhammad al-Ajluni (w. 1162 H.) mencantumkan hadis hubbul wathan minal iman pada kitab Kasyful Khafa' wa Muzilul Ilbas 'Amma Isytahara minal Ahadits 'ala Alsinatin Nas. beliau memberi sejumlah komentar.
Pertama, hadis tersebut maudhu' berdasarkan keterangan AS-Shaghani. kedua, pengertian hadis tersebut bermasalah. menggunakan mengutip Syekh Ali al-Qari, beliau menyatakan bahwa tidak terdapat korelasi antara cinta tanah air serta iman. karena dalam QS. an-Nisa: 66 dikatakan, orang-orang munafik enggan berangkat perang sebab mereka mencintai tanah airnya.
Dalam QS. al-Baqarah: 246, memang dikatakan bahwa kaum beriman berperang karena mereka mencintai tanah airnya. Ayat ini sebagai dasar pendapat AS-Sakhawi yang menyatakan bahwa hadis hubbul wathan minal iman punya pengertian yang sahih.
Pertentangan ini hanya akan ada Bila kita memaknai al-wathan pada hadis sebagai tanah air di dunia. pertentangan itu akan hilang Jika kita memaknai al-wathan dengan arti surga, mencintai surga tanda keimanan. Atau maksud al-wathan artinya kembali pada Allah (al-ruju' ila allah) sebagaimana para pakar tasawuf memaknainya. Bisa juga berarti tempat yang kita tinggali menggunakan syarat kecintaan itu karena kecintaan kita untuk menyambung hubungan persaudaraan atau sebab keinginan kita menyantuni kaum fakir miskin di kota kita. Atau al-wathan bisa berati kota Mekah. Pengertian terakhir ini, hubbul wathan minan iman dalam arti mencintai Mekah bagian dari iman, didukung riwayat lain ihwal penyelasan Nabi saw. Ketika hendak meninggalkan kota Mekah serta riwayat Aisyah ra. Yang merasa sedih meninggalkan Mekah waktu berhaji.
KesimpulanÂ
Uraian di atas menunjukkan suatu trend yang unik. pada abad-abad lampau, para ulama yang berkiprah pada bidang hadis cenderung menerima hadis-hadis hubbul wathan minal iman. Pada era belakangan, justru mulai ada keraguan serta mungkin ketidaksukaan terhadap slogan hubbul wathan minal iman. Para ulama terdahulu selalu mengajarkan hubbul wathan, menganjurkan umat Islam buat ber-hubbul wathan, serta melestarikan semangat tersebut. Sekalipun hadisnya tidak ada Sumbernya dalam kitab-kitab hadis, secara tekstual, tetapi mereka yakin bahwa pengertiannya tidak keluar dari ajaran Islam. Dalam istilah ilmu hadis, hubbul wathan minal iman termasuk dha'iful isnad, shahihul matni (daif secara sanad, sahih secara matan). Secara substansi matan, hadis hubbul wathan minal iman selaras dengan praktik Nabi saw. Yang mencintai Mekah serta Madinah, sebagaimana diriwayatkan dalam hadis-hadis sahih. Selain itu, di kalangan ulama dahulu tidak ada logika membenturkan antara semangat hubbul wathan menggunakan ukhuwwah islamiyyah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H