doc. pribadi
Pondok pesantren Darul Ulum Al-Fadholi merupakan salah satu dari sekian pondok pesantren mahasiswa yang ada di Malang. Pondok tersebut dirikan oleh Almarhum K.H Rofi’ Mahmud dari beberapa tahun lalu disertai dengan beberapa tokoh ulama juga yang ikut berperan serta dalam pendirian PPDU Al-Fadholi, diantaranya yaitu: Kyai Abu Fadhol dari Senori Tuban selaku Guru Besar PPDU Al-Fadholi, dan ada juga K.H Mahmud Dahlan dari Sedan Rembang selaku sesepuh PPDU Al-Fadholi.
Kyai Abu Fadhol
K.H Mahmud Dahlan
K.H Rofi' Mahmud
Pondok tersebut didirikan berdasarkan dengan visi dan misi yang telah dirancang bersama yaitu untuk mencetak santri yang yang sesuai dengan tuntunan agama, yang dapat berguna bagi perkembangan agama islam itu sendiri dan juga yang sesuai dengan kepanjangan dari SANTRI itu sendiri (Sabar, Amanah, Neriman, Taqwa, dan Rajin Ibadah). Pondok pesantren yang didirikan pertama kali awalnya hanya berisi santri laki-laki saja, karena sebenarnya Buyah (sebutan khusus bagi K.H Rofi’ Mahmud) lebih menyukai kalau pondoknya itu dihuni oleh para santri putra dibanding dengan santri putri. Hingga pada suatu hari Buyah pernah ngendiko (berkata) “bahwasanya akan tiba saatnya pondok ini (Al-Fadholi) akan banyak dipenuhi oleh santri putri, namun sebelum saat itu tiba umurku sudah tidak akan lama lagi”. Berdasarkan pada perkataan Buyah tersebut secara tidak langsung ingin menyampaikan bahwasanya umur beliau sudah tidak lama lagi.
Rejeki, jodoh, dan maut memang tidak ada yang tahu selain hanya Allah SWT semata. Tidak lama kemudian Buyah meninggal di rumah dalam keadaan hanya memakai sarung, seakan-akan ingin memudahkan orang yang akan memandikannya nanti, supaya tidak banyak-banyak kain yang harus dilepas dari tubuh beliau. Kondisi yang yang tidak seperti biasanya juga terjadi ketika Buyah meninggal. Saat itu Umik (istri Buyah) adalah orang yang pertama kali mengetahui ketika Buyah pingsan dan dengan kondisi denyut nadi yang sudah tidak berdetak. Saat itu umik kebingungan mencari bantuan untuk membawa Buyah ke rumah sakit terdekat. Anehnya, pondok yang biasanya rame dengan banyaknya santri yang ada, saat itu pondok terasa sepi. Kang-kang (sebutan bagi santri putra) pada saat itu banyak yang keluar melihat tontonan di luar pondok, dan sisanya tertidur pulas di koperasi pondok yang berdampingan Ndalem (rumah pengasuh). Saking pulasnya tidur, sampai teriakan umik yang kebingungan pun mereka tidak ada yang mendengar. Kejadian seperti itu semacam menunjukkan bahwasanya lagi-lagi Buyah tidak ingin terlalu merepotkan orang-orang disekitarnya dengan kematian beliau. Hingga kini beliau di makamkan disamping masjid yang berada di depan Ndalem.
Semasa hidupnya Buyah merupakan sosok penyayang dan lemah lembut terhadap keluarganya. Meski demikian, beliau juga merupakan sosok yang tegas dimata santri-santrinya. Karena saking tegasnya, dulu tidak ada santri yang berani melanggar peraturan pondok, karena ketika ada santri yang melanggar satu kali saja peraturan yang ada, maka pada saat itu juga langsung dihukum ro’an/bersih-bersih pondok. Selain itu, ada hukuman yang tidak kalah ekstrimnya lagi, yaitu ketika ada santri yang ketahuan pacaran, maka akan dinikahkan pada saat itu juga. Itulah sebabnya pondok pesantren darul ulum Al-Fadholi sangat terkenal pada saat itu.