Mohon tunggu...
Isnaini
Isnaini Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Nama Saya Yuyun, Siswi SMP yang Malang

6 Mei 2016   18:42 Diperbarui: 6 Mei 2016   18:45 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tepat tanggal 5 April bulan kemarin, mayat Yuyun siswi SMP kelas 2 berumur 14 tahun ditemukan di dasar jurang sedalam 5 meter. Kejadian tragis ini masih tetap membekas dihati kami, teringat sosok Yuyun yang baik dan berprestasi di kelasnya. Namun, hidupnya harus berakhir seperti ini. Namun semua ini tidak lepas dari takdir Allah SWT. Meskipun Yuyun harus mengalami kejadian yang begitu menyedihkan di dunia, namun Allah akan menggantikan kehidupan yang layak baginya di akhirat. Dan akan menghukum orang-orang yang mendzaliminya dengan seberat-beratnya hukuman. Karena hanya Allah yang maha mengetahui segala sesuatu yang dialami hambanya.

Yuyun memang gadis yang masih sangat belia. Dia mengalami ujian yang berat di usianya yang sangat muda. Hal inilah yang membuat para pembaca menangis ketika membaca kronologi kejadian yang menimpanya. Banyak yang menuntut supaya pelakunya dihukum seberat mungkin, dan ada yang berharap untuk dihukum mati. Karena apa yang dilakukan oleh para pelaku sangat tidak senonoh, dan melebihi perilaku binatang. Berikut merupakan salah satu kisah Yuyun yang dikisahkan di facebook oleh salah seorang wanita yang merasa sangat empati akibat kejadian yang telah dialami siswi SMP ini.

Saya Yuyun, 14 tahun, siswi kelas 2 SMP 5 Satu Atap di Padang Ulak Tanding, Rejang Lebong, Bengkulu. Tadi di sekolah ada kegiatan pramuka, makanya saya memakai seragam cokelat. Seragam pramuka saya mungkin tidak sebersih seragam kamu saat sekolah. Maklum saya gadis desa yang akrab dengan getah pohon dan debu. Tapi saya bangga mengenakannya. Saya juga bangga menjadi siswa, bersekolah bersama teman-teman. Bagi saya belajar adalah bagian dari perjalanan saya untuk mengenal dunia. Mencerucup ilmu pengetahuan adalah bekal saya untuk masa depan.

Meski hidup di desa, di pelosok pulau Sumatera, saya juga punya cita-cita. Saya juga punya harapan untuk masa depan. Sama seperti anak-anak lain. Sama seperti putra dan putri bapak dan ibu. Bukankah itu yang diajarkan, bahwa setiap anak harus menggantungkan cita-citanya setinggi langit!

Siang itu udara panas sekali, ketika saya melewati areal perkebunan sepulang sekolah. Hujan memang sudah lama tidak turun. Meski sedikit haus, tapi saya harus cepat pulang. Seperti biasa, saya hanya berjalan kaki, menelusuri tanah desa kami. Saya ingin cepat sampai di rumah, melepaskan lelah setelah berjalan cukup jauh, dan makan siang bersama keluarga. Saya memang tidak pernah di antar-jemput ke sekolah. Di desa kami yang jauh dari keriuhan kota, berjalan kaki sudah menjadi kebiasaan. Adakah yang lebih indah bagi kami, selain menelusuri jalan-jalan kecil desa? Menikmati sepinya suasana sambil bernyanyi kecil. Membayangkan sendau gurau teman-teman di sekolah tadi pagi.

Di sebuah tikungan, di areal yang sepi saya berjumpa beberapa teman lelaki. Mereka menghampiri saya. Saya kenal salah satunya. Dia adalah kakak kelas. Mereka mengajak saya bergabung duduk di sana, tapi saya menolak. Saya ingin cepat pulang. Saya juga tidak suka dengan bau mulut mereka. Bau arak menguap, seperti kecoa yang keluardari got. Juga biji mata yang semerah saga. Tapi mereka tidak suka di tolak. Satu orang menarik tangan saya dengan kasar, kemudian saya menepisnya. 

 Tiba-tiba dari belakang ada seorang lain yang menyergap, membekap mulut saya, menghalangi suara teriakan. Saya hamper kehabisan nafas. Salah satu dari mereka memukul dengan keras, saya terhuyung. Pandangan menjadi gelap. Yang lain membawa tali, mengikat tangan saya. Sambil terus meronta, saya berusaha melepaskan diri tapi tenaga mereka seperti banteng. Ke 14 lelaki itu, yang sebagian juga mengenal saya, telah melakukan saya seperti binatang. 

Saya dibanting dengan keras ke tanah, disusupkan diantara pepohonan. Mereka menarik seragam pramuka saya. Robek, rok coklat tua dikoyak. Saya menjerit, tapi bekapan tangan mereka begitu kuat. Lalu dengan paksa mereka memerkosa saya. Saat itu, di tengah himpitan kebejatan, saya hanya bisa merintih. Mulut saya tidak henti-hentinya memanggil ibu. Saya berharap dia mendengar rintihan putrinya.

Ibu inilah putri kecilmu. Dikangkangi gerombolan binatang dengan mulut bau arak dan nafsu luber di kepala. Ibu inilah putrimu merintih menahan perih. Perih pada tubuhku, pedih pada jiwaku. Mereka menyiksaku, merusak kehormatanku beramai-ramai, memukuli tubuhku dengan kayu. Ibu inilah putri yang engkau lahirkan, yang engkau rawat dan sekolahkan. Diperlakukan dengan bengis, disusupkan diantara ilalang, diikat seperti binatang. Ibu ini Yuyun. Yuyun sendirian menghadapi kebuasan iblis yang menjelma menjadi manusia. Ibu….

Tapi mereka terus menyerang kewanitaanku. 14 orang secara bergantian. Saya rasa sekeji-kejinya binatang tidak ada yang memperlakukan makhluk seperti itu. Hanya rasa perih yang terasa, setiap saat semakin perih. Saya menjerit, tapi suara sudah habis. Jeritan saya disusul pukulan kayu ke kepala, semuanya gelap. Dalam gelap saya melihat wajah sedih ibu, air matanya meleleh. Saya menyaksikan kemurungan diwajah bapak, urat mukanya tegang. Saya ingin memeluknya, ingin mengadu kepada mereka. Tapi suasana semakin gelap, saya tidak lagi merasa sakit. Setelah puncak rasa sakit, yang ada hanyalah kekosongan.

Tubuh saya ringsek, seragam pramuka yang hanya satu-satunya itu terkoyak. Kasian ibu, dia harus membelikan seragam pramuka yang baru. Maafkan saya ibu, kebengisan ini telah merusak seragam pramukaku. Maafkan aku bapak, pukulan kayu dikepala telah memisahkan kita untuk selamanya.

Nama saya Yuyun. Siswi kelas 2 SMP 5 Satu Atap, Padang Ulak Tanding, Rejang Lebang, Bengkulu. Saya juga punya cita-cita, sama seperti anak bapak dan ibu. Kini cita-cita itu tanggal. Saya hanya tinggal jasad, mengenakan seragam pramuka yang koyak, yang ditemukan terikat di dasar jurang.

Cr: facebook Lyana Lukito

Berdasarkan cerita pendek di atas sudah sangat jelas kita ketahui bahwa penyebab terjadinya perkara tersebut adalah miras (minuman keras). Dalam ajaran islam sudah dijelaskan bahwasanya akar dari segala keburukan adalah khamar (minuman keras). Dengan semakin merajalelanya minuman keras di Negara kita, maka tidak menutup kemungkinan akan ada lagi korban seperti Yuyun dikemudian hari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun