Budidaya kopi memang relative tidak terlalu sulit, hanya perawatan terutama miwil yang harus rutin agar produksi buah bisa lebih maksimal, pengetahuan seperti ini belum banyak di pahami oleh masyarakat desa di Kecamatan Sepaku. Â
Nah timbul pertanyaan, mengapa masyarakat desa di Sepaku ogah menanam Kopi Liberika Sepaku yang kalau melihat potensi konsumsi kopi di Indonesia dan bahkan dunia sangat besar bahkan belum cukup untuk di pehuni oleh petani, Â Kopi untuk bisa menjadi green bean saja membutuhkan perlakukan yang panjang yang di sebut dengan pasca panen, dari petik buah selanjutnya pengeringan yang makan waktu hinggan 15 hari, pengupasan kulit dan cangkang harus menggunakan mesin adalah terlalu rumit untuk di lakukan. Â
Dibutuhkan pengelolaan yang khusus atau manajemen pasca panen untuk menghasilkan green bean. Tidak cukup sampai greem bean untuk bisa di konsumsi harus di lakukan roasting atau sangrai dan selanjutnya di grinder untuk menjadi bubuk kopi. Â
Kalau melihat peluang konsumen kopi sangat banyak dan di buktikan dengan terus banyaknya warung, kedai, kafe, restaurant yang meyediakan seduhan kopi dan ini kita temui di pulau Kalimantan. Â Nah, pertanyaanya dari mana kopi di dapatkan artinya dari luar pulau Kalimantan yang popular seperti dari Aceh gayo, Sidikalang, Lampung, Malabar Mountain Coffee, Ijen, Temanggung, Toraja dan Papua.
Industri hilir kopi sangat banyak dan budidaya masih sangat sedikit, yang tersebut di atas juga belum di budidaya dengan skala besar atau belum seluas kebun karet, belum seluas perkebunan teh, artinya peluang sangat besar untuk di budidayakan. Â artinya masih ada ruang yang sangat besar untuk di budidaya dan bisa sampai komersil baik dalam atau luar negeri.
Pulau Kalimantan tergolong dataran rendah yang menurut referensi kopi minimal tumbuh dengan ketinggian 400 mdpl. Â Nah di Kalimantan relative lebih rendah dari 400 mdpl, Â tetapi di temukan kopi jenis liberika ini di dataran rendah bahkan di 25 mdpl dapat berbuah dengan sangat baik, bahkan juga di temukan di Muara Badak Pak Slamet Prayoga yang merupakan founder Malabar Mountain Coffee di pengalengan juga berbudidaya kopi liberika di ketinggian 1 mdpl, tepatnya menanam kopi di pantai indah kurma Kecamatan Muara Badak.
Prospek Kopi jenis liberika ini sangat memberikan ruang dan harapan untuk sama-sama untuk menjadi komoditas endemi di Kalimantan yang dapat memerikan dampat terhadap lingkungan, social dan ekonomi bagi Masyarakat Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H