Emosi = Marah?

“Emosi” bukanlah kosakata yang asing. Dalam keseharian, kosakata ini seringkali kita dengar atau bahkan kita gunakan sendiri ketika bercakap-cakap.  Misalnya kita mengatakan,

“Saya tidak berani mengatakan pendapat saya kepada atasan karena dia mudah emosi.”

“Setelah dia mengatakan akan meninggalkanku, aku jadi emosi sekali!”

“Aku emosi banget liat kelakuannya yang memalukan itu”

“Aku sudah lelah bekerja seharian, eh dia malah bikin masalah. Wajar dong kalau aku jadi emosi!”

Secara lebih spesifik, kita dapat memahami bahwa berbagai contoh ini menunjukkan penggunaan kata “emosi” untuk mengidentifikasi perasaan “marah”. Dalam percakapan sehari-hari, kebanyakan kita akan dapat memahami bahwa ketika seseorang mengatakan dirinya sedang emosi itu artinya dia sedang marah. Hal ini sebenarnya sesuai dengan salah satu definisi kosakata “emosi” yang tercatat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Dalam KKBI, dicatat bahwa kosakata “emosi” adalah bentuk tidak baku dari kosakata “marah” yang sering digunakan dalam percakapan. Hal ini tampaknya tidak menimbulkan permasalahan dalam keseharian. Namun tidak demikian yang saya temukan di ruang praktik.  

Sebagian besar klien yang saya temui di ruang praktik, memulai sesi dengan mengeluhkan bahwa mereka tidak nyaman dengan emosi yang dirasakan. Ketika saya tanyakan lebih lanjut tentang jenis emosi yang mereka rasakan, variasi jawabannya biasanya ada 2 macam. Ada yang langsung merujuk pada marah, namun ada juga yang kebingungan mengenali emosi apa yang sebenarnya sedang dirasakan.

Bagi mereka yang langsung merujuk pada marah, saya kemudian membantu mereka dalam sesi konseling untuk mengenali lebih jauh tentang emosi marah yang mereka rasakan. Dalam proses ini kami menemukan ternyata emosi yang dirasakan belum tentu adalah marah. Sebagai contoh ketika seorang klien menceritakan bahwa ia emosi melihat kedua orangtuanya bertengkar, ternyata emosi yang dirasakan bukanlah marah. Alih-alih merasa marah, sebenarnya klien merasa sedih, malu atau berbagai perasaan lainnya. Atau kalaupun merasakan marah, itu adalah emosi penyerta yang muncul karena terlalu lama mengabaikan emosi-emosi lainnya. Kebiasaan menggunakan kata “emosi” hanya untuk merujuk pada “marah” ternyata justru mengaburkan makna sesungguhnya. Seolah-olah jenis emosi hanyalah marah. Akibatnya kita jadi asing dengan berbagai jenis emosi lainnya.

Di sisi lain, kebanyakan klien yang kebingungan mengenali emosi yang dirasakan pun tampaknya terimbas dari kebiasaan penggunaan kata ini. Biasanya klien tidak mendefisikan emosinya sebagai marah karena alasan-alasan moral. Misal takut dianggap dosa karena agama mengajarkan untuk tidak emosi. Emosi dan marah digambarkan sebagai penyebab kekacauan relasi ataupun penanda karakter buruk. Alih-alih mengenali emosinya dengan lebih detail, klien justru berusaha menekan dan mengabaikan emosi yang dirasakan. Biasanya hal ini akan menimbulkan masalah ketika intensitas emosi yang dialami sedemikian besarnya hingga ‘meledak’ mengacaukan relasi maupun produktivitas.

Kebiasaan penggunaan kata “emosi” hanya untuk mengidentifikasi “marah” ternyata justru mengaburkan makna kata emosi yang sesungguhnya. Kita jadi kesulitan untuk benar-benar mengenali apa yang sedang kita alami. Karena tidak kenal, kita pun jadi kesulitan untuk mengelola maupun mengkomunikasikannya. Olehkarenanya penting bagi kita untuk memperluas wawasan tentang kosakata emosi.

PENGERTIAN EMOSI:

Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan emosi sebagai berikut:

emo·si /émosi/ n 1 luapan perasaan yg berkembang dan surut dl waktu singkat; 2 keadaan dan reaksi psikologis dan fisiologis (spt kegembiraan, kesedihan, keharuan, kecintaan); keberanian yg bersifat subjektif); 3 cak marah;

Dari definisi ini kita melihat bahwa emosi adalah kata benda yang menunjuk pada luapan perasaan yang berkembang dan surut dalam waktu singkat. Dari definisi ini emosi digambarkan sebagai keadaan yang intensitasnya dapat berubah-ubah. Ada kalanya intensitasnya besar, ada kalanya intensitasnya kecil atau rendah. Artinya kita sebenarnya tidak harus menggunakan kata ‘emosi’ hanya untuk menggambarkan perasaan dengan intensitas besar. Kita tidak perlu menunggu kondisi ‘seperti ingin meledak’ untuk mengatakan bahwa kita mengalami suatu emosi.

Definisi lain yang dicantumkan di Kamus Besar Bahasa indonesia mendefinisikan emosi sebagai kata benda yang menggambarkan reaksi psikologis dan fisiologis seperti kegembiraan, kesedihan, keharuan, kecintaan, keberanian dll. Dari definisi ini kita dapat memperluas penggunaan kata emosi untuk juga mengidentifikasikan perasaan selain marah.

JENIS-JENIS EMOSI:

Beberapa ahli dalam ilmu psikologi berusaha mengidentifikasikan jenis emosi. Namun hingga saat ini tidak ada batasan standar yang baku tentang hal ini. Berikut adalah beberapa klasifikasi jenis emosi berdasarkan beberapa ahli:

• Paul Ekman mengidentifikasikan ada 6 jenis emosi dasar yang dapat dikenali melalui ekspresi wajah, yaitu happiness, sadness, fear, anger, surprise and disgust. Lebih lanjut, ia kemudian memperluas jenis emosi dengan menambahkan embarrassment, excitement, contempt, shame, pride, satisfaction and amusement dalam daftarnya.
• Robert Plutchik mengidentifikasikan 8 jenis emosi dasar yang dikelompokkan dalam pasangan berlawanan, yaitu joy and sadness, anger and fear, trust and disgust, and surprise and anticipation. Klasifikasi ini disajikan dalam bentuk Wheel of Emotion dengan variasi warna dan posisi yang menunjukkan perbedaan intensitas. Klasifikasi ini juga memberi ruang adanya emosi campuran yang merupakan percampuran dari 2 atau lebih emosi dasar.
• Dr.Gloria Willcox mengklasifikasikan emosi dalam bentuk “The Feeling Wheel”. Lingkaran ini terdiri atas lingkaran dalam yang berisi 5 emosi dasar dan 2 lingkaran luar yang berisi emosi sekunder yang terkait emosi dasar tersebut. Emosi dasar yang tertuang dalam konsep ini adalah mad, sad, scared, joyful, powerful, and peaceful. Dari kelima emosi dasar ini kemudian diindentifikasikan 72 emosi sekunder lainnya. Penggunaan lingkaran ini telah terbukti membantu klien untuk belajar mengidentifikasikan, mengekspresikan dan memodifikasi emosi secara lebih adaptif.

Selain ketiga ahli tersebut, sebenarnya masih ada banyak ahli lainnya yang juga berusaha mengidentifikasikan jenis emosi. Hingga saat ini belum ada batasan standar yang baku terkait jenis emosi. Bahkan diperkirakan kemungkinan ada 34.000 jenis emosi manusia. 

Meskipun belum dapat mengenali semua jenis emosi dengan detail, kita dapat mengingat bahwa jenis emosi bukan hanya marah saja. Ada banyak variasi jenis emosi dan kombinasinya. Mengenali beragam kosakata emosi tentu akan membantu kita untuk lebih mengenali diri sehingga dapat beradaptasi dengan baik dalam keseharian. Oleh karenanya, mengenali dan mengidentifikasikannya jenis emosi dengan lebih spesifik akan jauh lebih bermanfaat daripada hanya mengatakan “aku sedang emosi nih!”.

Mari kita mulai kebiasaan untuk lebih detail mengidentifikasikan emosi.

Referensi:

Gloria Willcox (1982) The Feeling Wheel, Transactional Analysis Journal, 12:4, 274-276, DOI: 10.1177/036215378201200411

The Science of Emotion: Exploring the Basics of Emotional Psychology. Diunduh dari https://online.uwa.edu/news/emotional-psychology/

www.kkbi.co.id/arti-kata/emosi