Suatu hari sepulang dari kebun, sambil istirahat saya iseng buka televisi, sebuah film Korea sedang tayang disana. Saya menyesal tak mengingat apa judulnya, buat saya film itu sangat mendidik, salah satu potongan adegannya sungguh menyentuh hati, membuat tenggorokan saya tercekat, tiba-tiba hidung serasa flu, mungkin mata juga sedikit sembab.
Saya tidak sedang ingin mengatakan bahwa saya mudah tersentuh, hanya sebuah penekanan bahwa film itu dikemas dengan sangat apik, pesan edukasi dan humanisme yang begitu mengena, mendorong nalar untuk bertanya, membuat jiwa benar-benar merasa. Ditengah maraknya pemberitaan pelecehan terhadap anak-anak belakangan ini, film ini makin menemukan relevansinya. Entah kenapa saya berharap ada banyak pasang mata yang menonton film ini.
***
ada seorang anak SD kelas tiga, anggap saja bunga namanya. ia sering di bully oleh teman-temannya. seorang guru muda mencari cara agar anak-anak di kelasnya bisa saling menghargai dan berteman dengan baik tanpa benci, terutama pada bunga.
maka disalah satu sesi kelas, guru muda memanggil iwan untuk maju kedepan, iwan pun berdiri di depan teman-temannya. sang guru melihat nama-nama di absen, "neni, coba kamu ceritakan dua hal yang baik tentang iwan". neni malu-malu: "aku pernah pinjam pensilnya. dia juga punya kucing yang lucu, aku suka, bahkan ingin mencurinya". begitu neni memuji diiringi derai tawa teman-teman sekelasnya.
sang guru muda melanjutkan misinya, memanggil satu siswa dan meminta beberapa siswa lain menyebutkan sisi baiknya. begitu seterusnya. suasana riuh, sampai disini kelihatannya sang guru muda berhasil tanpa kendala.
tiba giliran bunga, sang guru memintanya berdiri didepan kelas. kali ini sang guru meminta siapa saja yang ingin menceritakan kebaikan bunga agar mengangkat tangannya. mendadak suasana menjadi sepi, tak seorang pun mengangkat tangannya, hening. "kamu dodi". sang guru menunjuk. dodi hanya diam. "ira". hanya menggeleng. "rama". tak ada jawaban. seorang murid tambun menyeletuk: "bagaimana jika keburukannya saja, pak?!". haha...seisi kelas meledek.
sang guru merasa tak enak, serba salah. tapi bukan perasaan sang guru yang mesti diperhatikan, si bungalah yang lebih hancur. ia menunduk, mendung di bola matanya, berkaca-kaca. tiba-tiba saja hidungnya diserang flu. tapi segera ia menguatkan diri, mengusap matanya, memasang wajah sumringah penuh ceria. tanpa diminta, ia berbalik mengomentari kebaikan teman-teman sekelasnya:
"iwan, dia selalu membawa alat tulis yang lengkap, sebagian besar teman-teman pernah dipinjami pensil dan penghapus olehnya. neni, dia punya adik perempuan yang lucu, aku kerap melihat ia membantu ibunya menjaga adiknya sepulang sekolah. pun begitu dengan dodi, dia sering terlambat ke sekolah karena terlebih dahulu mengantar adiknya kepasar, nenekku yang cerita itu, nenek kerja dipasar tepat didepan kios ibu dodi. rama, dia unggul di pelajaran olahraga. ira, hebat sekali cita-citanya, ia ingin menjadi penari dan berkeliling dunia. rani......dst"
kini, giliran teman-temannya yang sesenggukan..
(dari sebuah film, belakangan saya cari judulnya di google “happiness for sale”)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H