Mohon tunggu...
Mohammad Ismu
Mohammad Ismu Mohon Tunggu... pegawai negeri -

seorang pria yang sangat biasa. klik blog saya www.omsihom.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menerka Trik Demokrat Hadapi Pilpres

14 Mei 2014   13:15 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:32 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perolehan suara partai Demokrat yang diatas 10 persen mengungkit optimisme mereka untuk mengusung jagoannya sendiri, disamping elektabilitas peserta konvensi secara perlahan meningkat, meskipun tidak setinggi Jokowi dan Prabowo. Tapi harus di ingat, elektabilitas bersifat temporal, dan yang terjadi sudah-sudah, ia seperti siklus roda kehidupan, hari ini berada diatas, tiga bulan kemudian di tengah atau bahkan dibawah.

Jokowi boleh saja berada diatas hari ini, tapi bisa saja akan bergulir pada posisi yang lebih rendah tiga bulan kemudian, dan bisa pula makin tinggi tiga bulan kemudian, karena posisi sekarang belum mencapai puncak maksimal. Siklus seperti ini bisa saja terjadi pada siapa pun tergantung tingkat keberhasilan dalam mewacanakaannya. ada faktor “orang yang tepat pada momen yang tepat pula” dalam hal ini.

Berbicara peluang Demokrat, tentu yang menjadi perhatian utama adalah peserta konvensi yang hingga kini belum diumumkan pemenangnya. banyak kalangan menyebut  tiga peserta konvensi yang paling berpeluang menjadi pemenang  yaitu  Anies Baswedan, Pramono Edi dan Dahlan Iskan. Siapa kira-kira dari ketiga sosok tersebut yang akan jadi pemenangnya?

Saya rasa kemungkinan Demokrat memilih Anies sangat kecil. Anies memang tokoh muda berwawasan luas, bersih, punya relawan dan kepopulerannya lumayan, tapi itu tidak cukup. Selain pengalaman yang minim, Anies juga  dengan tegas menolak  disandingkan dengan calon bermasalah, ini akan mempersempit ruang gerak Demokrat untuk berkoalisi.  Jika ternyata Demokrat harus berkoalisi dengan tiga capres yang sudah ada saat ini, capres yang relatif tidak terkena isu hukum adalah jokowi, saya rasa ini sangat sulit terjadi mengingat hubungan SBY-Mega yang tidaklah bisa disebut harmonis. Dan jika Demokrat memutuskan mengusung capres, dengan Anies sebagai capresnya tidaklah menjual dilihat dari hitung-hitungan tingkat elektabilitas.

Pun begitu jika memilih Pramono Edi, penolakan publik akan semakin menguat dan imej buruk KKN Demokrat akan makin melekat. Menurut hemat saya, Pramono Edi adalah pilihan yang tidak rasional.

Mungkin Dahlan iskan menjadi pilihan yang paling realistis bagi Demokrat. Selain elektabilitas yang paling tinggi dari peserta konvensi lainnya, Dahlan juga punya pengalaman di pemerintahan. Dahlan bisa sangat menguntungkan jika Demokrat pintar mengeksplorasi sisi positif yang ada dalam diri menteri BUMN ini, mengingat cakupan kementerian  BUMN sangat luas dan Dahlan punya jejak disana.

Dahlan bisa menjadi satu-satunya capres atau cawapres yang bervisi paling konkrit, realistis dan membumi. Jauh sebelum hiruk-pikuk pilpres, Dahlan sudah punya visi-misi tentang ekonomi, energi, birokrasi, ketahanan pangan, infrastruktur, semua itu ada rekam jejaknya. Ini bisa sangat menguntungkan karena pada titik-titik inilah problem sebenarnya bangsa indonesia yang jika bisa dengan jeli dimanfaatkan Demokrat akan menjadi modal besar.

Demokrat juga bisa memoles bagaimana mempromosikan Dahlan sebagai sosok yang tegas dan berani, bertanggujawab dan merakyat. Masih ingat bagaimana Dahlan dikeroyok oleh beberapa kementrian, pengusaha (APINDO) dan DPR sekaligus ketika ia sebagai dirut PLN menaikan harga listrik untuk industri (capping industri), Dahlan tak goyah, kenaikan pun disetujui.

PR Demokrat selanjtunya adalah memperbaiki citra partai dan koalisi. Sebagai partai penguasa dua periode berturut-turut tentu Demokrat punya prestasi, apa yang perlu Demokrat lakukan adalah memunculkan prestasi-prestasi ini ke publik. Jika lihai dan fokus memanfaatkan ini, tanggapan-tanggapan negatif dari luar justru akan menjadi bumerang bagi lawan, yang dengan sendirinya membentuk opini publik sebagai kampanye hitam.

Bahkan kasus korupsi pun bisa Demokrat manfaatkan, karena memang tak ada partai yang bersih apalagi bebas koruptor bahkan dalam indeks yang sama besarnya. dengan banyaknya kader Demokrat yang terpidana dan menjadi tersangka justru bisa menguatkan persepsi bahwa Demokrat sebagai partai penguasa memang tidak menghalang-halangi lembaga penegak hukum untuk memproses kadernya yang terlibat dalam kasus korupsi. Dengan begitu, publik akan percaya bahwa Demokrat konsisten dengan “katakan tidak pada korupsi”.

Diluar itu, Demokrat perlu dengan cermat mencari pendamping Dahlan, entah itu sebagai capres ataupun cawapres.  Beberapa nama saya kira pantas diperhitungkan. Pertama, Jusuf Kalla. Tokoh ini tak diragukan kepopulerannya, rekam jejak dan pengalamannya, juga wibawa negarawannya. JK bisa diandalkan mengkatrol dua kelompok suara sekaligus; Golkar dan luar jawa. JK punya jasa besar dalam rekonsiliasi di Poso dan Aceh, selain punya loyalis yang luas diseluruh nusantara.

Tokoh lain adalah Mahfud MD. Beberapa tahun terakhir Mahfud dikenal sebagai tokoh berintegritas, kepopulerannya juga terus meningkat. Mahfud bisa jadi daya tarik untuk partai-partai yang ingin mencitrakan dirinya sebagai partai bersih dengan mengusung tokoh bersih. Mahfud juga dikenal dekat dengan almarhum Gus Dur, ini menguntungkan untuk mengkatrol  suara kaum nahdliyyin dan mencuri  suara PKB.

Jika Demokrat mampu mewujudkan pasangan DI-JK (atau JK-DI), atau DI-MMD (atau MMD-DI), disamping memperbaiki citra partai dan koalisi, saya rasa akan cukup bersaing di pilpres juli mendatang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun