Abstrak
   Pada kelompok usia 15 hingga 29 tahun, bunuh diri menempati peringkat kedua sebagai penyebab kematian (WHO, 2017). Studi ini menjelaskan berbagai faktor internal dan eksternal yang bertanggung jawab atas munculnya pemikiran bunuh diri pada remaja. Faktor internal yang dapat memicu ide bunuh diri melibatkan aspek biologis, demografis, psikologis, perilaku menyimpang, dan gaya hidup. Sedangkan faktor eksternal yang berkontribusi terhadap pemikiran bunuh diri mencakup pengalaman hidup yang tidak menyenangkan, dinamika keluarga, aspek ekonomi, hubungan pertemanan, pengaruh teknologi, dan pengalaman pendidikan. Membangun hubungan yang baik antara remaja dengan teman sebaya dan pendidik, melibatkan diri dalam aktivitas fisik, menjalani pola makan yang sehat, serta mengembangkan mekanisme koping keagamaan yang positif merupakan beberapa cara yang diperoleh dari temuan penelitian ini.Â
Keywords: bunuh diri, hadits, kesehatan, remaja.
PENDAHULUANÂ
Bunuh diri adalah tindakan mengakhiri hidup sendiri secara sengaja (Wenzel, Brown, & Beck, 2009). Bunuh diri merupakan masalah kesehatan mental yang serius dan memerlukan perhatian yang mendesak. Menurut data WHO, sekitar 800.000 orang meninggal karena bunuh diri setiap tahunnya di seluruh dunia.Â
Dalam Islam, bunuh diri diharamkan dan termasuk dosa besar. Bunuh diri adalah bentuk ketidakpercayaan, ketidaksabaran, dan ketidaktaatan kepada Allah SWT, menciptakan manusia dengan tujuan mulia dan memberikan ujian serta cobaan sebagai sarana meningkatkan iman dan taqwa.
Artikel ini bertujuan untuk mengkaji fenomena bunuh diri dan kesehatan mental dari perspektif ilmu sosial dan Islam, khususnya dengan mengaitkannya dengan hadits hadits yang berkaitan dengan larangan, hukum, dan akibat dari perbuatan tersebut.Â
Adapun masalah yang akan dibahas dalam artikel ini :Â
1. Apa faktor-faktor terjadinya Bunuh Diri?
2. Kasus-kasus bunuh diri yang terjadi akhir-akhir ini serta bagaimana pandangan Islam mengenai bunuh diri?
3. Bagaimana tanggapannya?
METODE PENELITIANÂ
   Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan statistik deskriptif menggunakan kuesioner online sebagai instrumen pengumpulan data. Kuesioner online dibuat dengan menggunakan Google Forms, digunakan untuk membuat dan menyebarkan kuesioner secara online. Responden yang merupakan mahasiswa/i sastra inggris UIN SGD Bandung. Data dianalisis menggunakan analisa Ilmu Sosiologi dan Agama.
PEMBAHASAN
PENGERTIAN
   American Psychiatric Association (APA) pada situs web resminya mendefinisikan perilaku bunuh diri sebagai tindakan individu yang mengakibatkan dirinya sendiri mati, sering kali dipicu oleh tekanan, depresi, atau gangguan mental lainnya. Bunuh diri merupakan tindakan yang dilakukan secara sadar untuk mengakhiri hidup.Â
   Ide bunuh diri diartikan sebagai pemikiran, ide, dan keinginan untuk melakukan bunuh diri. Pemahaman ide bunuh diri mencakup pikiran atau rencana untuk terlibat dalam perilaku dengan maksud mengakhiri hidup. Ide bunuh diri mencakup pemikiran untuk mengakhiri perencanaan mengenai kapan, di mana, dan bagaimana tindakan itu akan dilakukan, serta refleksi terhadap dampaknya pada orang lain. Penting untuk dicatat bahwa bunuh diri merupakan suatu rangkaian dari ide bunuh diri hingga upaya bunuh diri, dan akhirnya, pelaksanaan bunuh diri.Â
Bunuh Diri menurut:
1. Emily Durkheim
Durkheim, Perancis, seorang sosiolog mengemukakan bahwa bunuh diri bisa disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk aspek psikologis, biologis, dan fisika kosmis yang sulit untuk dijabarkan secara tepat. Menurutnya, manusia dapat merasa ingin mengakhiri hidupnya karena faktor Egositik, yang terjadi akibat melemahnya ikatan sosial dan peningkatan kebutuhan individu. Hal ini dapat mendorong seseorang untuk mengakhiri hidupnya, pelemahan ikatan sosial seperti politik, agama, dan keluarga.Â
Altruistik, di mana seseorang cenderung bunuh diri karena kohesivitas sosial yang terlalu kuat dalam kelompoknya. Ini terutama terjadi pada kelompok primitif mengikuti tradisi yang kuno, masih seperti pengorbanan anggota komunitas untuk memenuhi tradisi tertentu. Anomi, di mana individu merasa kehilangan arah, tujuan, serta norma moral kehidupan, dapat mendorong mereka untuk bunuh diri. Faktor-faktor seperti demotivasi dan kehilangan motivasi diri juga dapat memainkan peran dalam mengarahkan seseorang ke bunuh diri. Durkheim menjelaskan bahwa bunuh diri dapat dikategorikan ke dalam salah satu tipe di atas.
2. Kartini KartonoÂ
Dalam karya "Hygiene Mental" yang ditulis oleh Kartini Kartono, dijelaskan bahwa bunuh diri merupakan salah satu cara untuk melarikan diri dari realitas dunia, sebagai bentuk pelarian dari situasi yang tidak terkendali atau sudah sangat buruk. Dalam konteks ini, terjadi regresi yang mendorong keinginan untuk ketenangan, mencapai kenyamanan, dan kedamaian.Â
Kartono, bunuh diri dapat digambarkan dalam berbagai tipe dan jenis. Ada bentuk bunuh diri secara simbolis, seperti mengakhiri atau menghilangkan nyawa, serta bunuh diri dengan cara menghapus perasaan positif dan menggantinya dengan sifat negatif seperti dendam, iri, marah, dan penghapusan semua perasaan positif.Â
Kartono juga menyebutkan bahwa bunuh diri bisa terjadi karena kehilangan motivasi dan keinginan untuk hidup. Usaha bunuh diri diartikan sebagai tindakan untuk mengakhiri eksistensi diri dan menghilangkan nyawa, sekaligus sebagai bentuk segala penghapusan bentuk perasaan yang melekat pada manusia.Â
3. Dr. Edwin ShneidmanÂ
Dr. Edwin Shneidman, seorang ahli di bidang suikidologi, menyampaikan pendapatnya dalam bukunya yang berjudul "Definition of Suicide." Menurutnya, bunuh diri bukanlah penyakit, melainkan seringkali merupakan titik terendah dan akhir dari kemampuan seseorang untuk menanggung berbagai beban. Terkadang, tindakan ini dapat menjadi pemicu atau memicu kondisi kesehatan mental yang lebih kompleks.Â
Ciri-ciri keinginan bunuh diri seringkali tumpang tindih dengan kondisi kesehatan mental seseorang, dan meskipun keduanya berkaitan, Dr. Edwin Shneidman menjelaskan bahwa hal tersebut tidak terbatas pada suatu penyakit yang bisa menyerang atau tidak menyerang seseorang. Menurutnya, keinginan untuk bunuh diri lebih terkait dengan kondisi emosional dan titik terendah yang dapat atau tidak dapat dikendalikan dalam kehidupan individu.Â
Dr. Edwin Shneidman juga menegaskan bahwa kondisi di mana seseorang ingin bunuh diri dapat diobati dan diringankan oleh dokter dan profesional. Mereka mampu membantu mengurangi rasa sakit yang mungkin tidak langsung terlihat pada fisik atau organ, melainkan tercermin dalam bentuk cerita atau narasi.
Faktor Penyebab Ide Bunuh Diri Pada Remaja
Faktor InternalÂ
1. Faktor biologi
Diagnosa penyakit fisik dan mental keluarga dapat menjadi penyebab ide bunuh diri pada remaja. (Yasien, 2016). Individu dengan penyakit fisik yang kronis berfikir untuk mengakhiri hidup sebagai efek kualitas hidup mengakibatkan yang buruk ketidakpuasan dalam hidup yang membuat depresi dan akhirnya bunuh  Diri (Legas et al., 2020).Â
2. Faktor demografiÂ
Usia, berat badan, jenis kelamin, ras/etnis, dan tingkat pendidikan mempengaruhi ide bunuh diri pada remaja (Baiden & Tadeo, 2020b). Usia 14-15 tahun merupakan usia paling berisiko memiliki ide bunuh diri. Remaja laki laki yang berat badan kurang dan remaja perempuan yang obesitas terbukti memiliki potensi ide bunuh diri lebih besar. Jenis kelamin perempuan meningkatkan potensi ide bunuh diri daripada laki laki (Arrivillaga et al., 2020).Â
3. Faktor psikologisÂ
Ansietas, depresi, putus asa, stress, kesendirian, gangguan tidur, mimpi buruk, koping keagamaan yang negatif, dan riwayat bunuh diri sebelumnya meningkatkan potensi ide bunuh diri pada remaja. Â (Arrivillaga et al., 2020)
4. Perilaku menyimpangÂ
Merokok, konsumsi penyalahgunaan perkelahian, obat dan alkohol, terlarang, pengalaman hubungan seksual meningkatkan ide bunuh diri remaja. Perilaku merokok, konsumsi alkohol, dan penggunaan obat obatan terlarang terbukti terkait dengan ide bunuh diri karena perilaku tersebut digunakan sebagai upaya untuk mengatasi keadaan psikologis yang negatif seperti depresi dan stres. Â (Arrivillaga et al., 2020)Â
5. Faktor gaya hidupÂ
Aktivitas fisik dan pola makan mempengaruhi munculnya ide bunuh diri remaja. Penurunan aktivitas fisik meningkatkan kerentanan mengalami ide bunuh diri. (Arrivillaga et al., 2020)
Faktor EksternalÂ
Berdasarkan hasil telaah artikel, terdapat 5 faktor eksternal yang signifikan menjadi penyebab ide bunuh diri: Â
1. Pengalaman hidup yang negatifÂ
Pengalaman pembulian menjadi dan korban cyberbullying merupakan peristiwa traumatis yang dapat menimbulkan psikopatologi termasuk berbagai perasaan tertekan, penurunan harga diri, gejala depresi, serta perasaan putus asa dan kesepian yang dapat memunculkan ide bunuh diri pada remaja. (Baiden & Tadeo, 2020b).Â
2. Faktor keluargaÂ
Struktur tempat tinggal yang kurang mendukung dapat meningkatkan ide bunuh diri pada remaja. Ide bunuh diri remaja juga berhubungan positif dengan riwayat bunuh diri pada keluarga. Â (Baiden & Tadeo).Â
3. Faktor ekonomiÂ
Kecukupan makanan dan status sosial ekonomi keluarga juga merupakan penyebab ide bunuh diri pada remaja. Kecukupan makanan berhubungan positif terbukti dengan munculnya ide bunuh diri pada remaja. Status ekonomi keluarga yang rendah juga memiliki hubungan signifikan dengan ide bunuh diri remaja. Â (Baiden & Tadeo).Â
4. Faktor pertemananÂ
Hubungan sosialisasi yang baik antara remaja dengan teman sekelas dan guru dapat menjadi faktor pelindung terhadap ide bunuh diri. Tidak memiliki teman dekat dan kurangnya dukungan dari teman akan meningkatkan ide bunuh diri. (Arrivillaga et al., 2020)
5. Faktor teknologi dan pendidikanÂ
Pengaruh dari teman yang menyimpang dan riwayat teman pernah melakukan bunuh diri juga dapat meningkatkan potensi munculnya ide bunuh diri pada remaja. Faktor teknologi dan pendidikan seperti: permasalahan penggunaan internet, smartphone dan tekanan akademik terbukti berhubungan dengan ide bunuh diri remaja. Remaja dengan permasalahan penggunaan internet dan smartphone terkait dengan ide bunuh diri (Arrivillaga et al., 2020).
Kaitan Bunuh Diri dengan Kesehatan Mental
   Banyak orang di negeri ini mengalami bunuh diri sebagai akibat dari masalah kesehatan mental. Kesehatan mental sering menjadi faktor risiko utama dalam kasus bunuh diri. Untuk mencegah bunuh diri, kesehatan mental harus menjadi perhatian penting.  Agama, sosial, ekonomi, dan spiritualitas adalah beberapa aspek yang rumit dari kehidupan manusia. Aspek-aspek ini terkait erat dengan masalah yang sering dihadapi manusia. Sebagai contoh, kita dapat melihat bahwa dalam bidang ekonomi, barang dan jasa biasanya naik dalam jangka waktu tertentu. Banyak orang menganggur setelah sumber daya manusia digantikan oleh mesin atau AI. Selain itu, muncul masalah sosial seperti kehilangan tradisi gotong royong. Ketika masyarakat meninggalkan kebiasaan ini, mereka terlihat hidup hanya untuk diri mereka sendiri dan mungkin mengabaikan atau tidak memperhatikan hubungan sosial dengan orang-orang di sekitar mereka. Banyak orang memilih untuk tetap diam ketika situasi mereka sulit karena mereka merasa tidak ada yang akan mendukung atau peduli pada mereka. Jika seseorang memilih untuk menyembunyikan masalah mereka daripada mencoba menemukan solusi untuk masalah tersebut, hal itu dapat berdampak negatif pada kesehatan mental mereka.
   Kesehatan mental penting yang sangat vital dalam kehidupan setiap orang-orang. Namun, sangat disayangkan bahwa banyak orang, terutama di negara-negara berkembang, mengabaikan aspek ini, yang seringkali tidak penting dibandingkan dengan penyakit menular lainnya. Fungsi fisik seringkali menjadi masalah bagi orang dengan gangguan mental. Mereka yang mengalami masalah kesehatan mental cenderung merasa terisolasi dan sulit menjalin hubungan sosial. Perasaan kesepian dan kekurangan dukungan sosial dapat memperburuk kondisi mental mereka dan meningkatkan risiko perilaku bunuh diri. Melalui pendidikan masyarakat, penting untuk meningkatkan kesadaran tentang depresi dan masalah kesehatan mental.
   Konseling yang efektif dapat membantu orang yang mengalami masalah kesehatan kecenderungan mental dan bunuh diri mendapatkan perhatian dan dukungan yang mereka butuhkan. Selain itu, upaya pencegahan dan peningkatan kesadaran terhadap masalah ini dapat membentuk masyarakat yang peduli, memberikan dukungan, dan memberikan harapan bagi mereka yang mengalami masalah emosional dengan kecenderungan bunuh diri.
Hukum Bunuh Diri dalam Pandangan Islam, Ulama dan HaditsÂ
   Dalam Al-Quran, Allah SWT secara tegas melarang hamba-Nya untuk berbuat aniaya, termasuk bunuh diri, terhadap orang lain atau dirinya sendiri. Ayat-ayat seperti Q.S. Yusuf [12]: 87 dan Q.S. al-Hijr [15]: 55-56 jelas menyatakan bahwa manusia tidak boleh berputus asa dari rahmat Allah.
Bunuh diri dianggap sebagai tindakan berputus asa dari rahmat Allah, dan berdasarkan ayat-ayat ini, bunuh diri dianggap haram dalam Islam. Teori ini sejalan dengan ayat 195 Surat al-Baqarah [2], yang mengingatkan kita untuk menghindari kebinasaan, karena Allah menyukai orang yang berbuat baik.Â
   Ulama menganggap bunuh diri sebagai perbuatan yang melanggar hukum. Mereka setuju bahwa mereka tidak akan menghancurkan diri sendiri karena beban peperangan dan kelemahan hidup. Menurut ajaran Islam, bunuh diri dianggap sebagai tindakan yang dilarang menuju kehancuran, dan orang tidak boleh berputus asa dari rahmat Allah.
Selain itu, beberapa hadis memperkuat keyakinan ini, dengan menyatakan bahwa orang yang melakukan bunuh diri akan menerima hukuman atau hukuman pada hari kiamat sesuai dengan tindakan mereka. Hadis tersebut juga menyatakan bahwa orang yang melakukan bunuh diri tidak akan memasuki surga.
   Dalam sebuah hadis lain, disebutkan bahwa orang yang membunuh dirinya sendiri dengan besi atau alat lain akan disiksa di neraka Jahannam. Allah mengatakan bahwa hamba-Nya yang membunuh dirinya sendiri telah mendahului-Nya dalam hal nyawanya, jadi mereka tidak boleh masuk ke surga.
   Oleh karena itu, baik dalam Al-Qur'an maupun dalam hadits Nabi Muhammad SAW, ajaran Islam secara konsisten menekankan bahwa bunuh diri adalah haram dan tidak boleh dilakukan. Umat Islam juga diajarkan untuk tetap optimis, tidak putus asa, dan menghindari tindakan yang dapat membawa mereka ke dalam kehancuran.
Kasus Bunuh Diri akhir -- akhir iniÂ
   Di area parkir lantai empat Mal Paragon di Semarang, mahasiswi berinisial NJW yang berusia 20 tahun ditemukan tewas. Menurut penyelidikan polisi, NJW diduga bunuh diri dengan melompat dari lantai. Menurut teman dan keluarganya, ada beberapa hal yang mungkin menjadi penyebab bunuh diri NJW. Yang pertama adalah depresi, yang NJW alami selama beberapa bulan. Teman dekatnya mengatakan bahwa dia menjadi lebih introvert, mulai merokok, dan pernah melukai diri sendiri. NJW belajar biologi di semester lima. Dia terkenal memiliki prestasi akademik yang baik, tetapi NJW juga memiliki tugas akademik yang berat. Ini ditunjukkan oleh banyaknya tugas dan ujian yang harus ia selesaikan. NJW juga diketahui memiliki hubungan keluarga yang tidak menyenangkan. Ada waktu yang lama antara orang tuanya dan dia. Selain itu, dia sering bertengkar dengan kedua orang tuanya. Ini diduga membuat NJW tertekan dan tidak nyaman.Â
Hasil Analisis dan Pembahasan: Pandangan Mahasiswa Mengenai Bunuh Diri
    Hasil survey di Google Form diperoleh 71,4% orang mengikuti berita atau informasi tentang kasus bunuh diri, tidak mempengaruhi cara berfikir mereka, namun mereka merasakan sedih dan ikut prihatin serta banyak juga yang penasaran mengikuti kasus tersebut. Faktor utama penyebab bunuh diri menurut responden diantaranya keluarga (82,9%) dan keuangan (74,3%). Beberapa orang (17,1%) kurang setuju bahwa memberikan dukungan emosional kepada orang yang mengalami masalah kesehatan mental dapat membantu mencegah bunuh diri. Â
   Beck dkk. menyatakan bahwa munculnya gagasan untuk bunuh diri terjadi karena individu merasakan ketidakpuasan terhadap kondisinya yang tidak dapat diubah. Ketika seseorang mengalami perasaan putus asa, hal ini dapat memicu perasaan sedih atau tertekan, perubahan fisik, serta mendorong perilaku yang mendukung pemikiran untuk bunuh diri, bahkan dapat meningkatkan kecenderungan untuk melakukan percobaan bunuh diri (Selby, Joiner Jr, & Ribeiro, 2014).  Â
   Sebaliknya, kemungkinan untuk munculnya ide bunuh diri dapat berkurang jika individu mampu mengenali dan mengelola emosinya, termasuk emosi negatif. Ini karena kemampuan dalam proses pengenalan, pengelolaan, dan penggunaan emosi melalui kecerdasan emosional dapat membantu individu dalam menyelesaikan masalah dan mengatur perilakunya untuk beradaptasi dengan diri sendiri dan lingkungan sekitar (Salovey & Mayer, 1990). Mereka yakin bahwa hukum bunuh diri itu haram dalam islam. Serta 60% diantaranya sudah mengetahui salah satu hadits yang berhubungan dengan bunuh diri.
KESIMPULAN
   Secara keseluruhan, analisis dan pembahasan menunjukkan bahwa bunuh diri adalah isu yang serius, terutama di kalangan remaja usia 15 hingga 29 tahun, yang menduduki peringkat kedua sebagai penyebab kematian. Faktor-faktor internal seperti aspek biologis, psikologis, dan perilaku, bersama dengan faktor eksternal seperti pengalaman hidup, dinamika keluarga, ekonomi, pertemanan, teknologi, dan pendidikan, dapat berperan dalam mendorong pemikiran bunuh diri pada remaja.Â
   Dari perspektif Islam, bunuh diri dianggap sebagai dosa besar dan diharamkan. Kesehatan mental menjadi fokus utama dalam pencegahan bunuh diri, dan pandangan ahli sosiologi memberikan pemahaman tentang berbagai tipe bunuh diri serta kaitannya dengan faktor sosial dan psikologis. Penanganan masalah bunuh diri perlu pendekatan multidisiplin, termasuk aspek kesehatan mental, pendidikan masyarakat, dan pemahaman terhadap pandangan agama, dengan upaya pencegahan dan dukungan sosial menjadi kunci dalam mengatasi isu sensitif ini.
DAFTAR PUSTAKAÂ
Baiden, P., & Tadeo, S. K. (2020b). Investigating the association between bullying victimization and suicidal ideation among adolescents: Evidence from the 2017 Youth Risk Behavior Survey. Child Neglect, Abuse & 102(May 104417. 2019), https://doi.org/10.1016/j.chiabu. 2020.104417Â
Mayer, J. D., & Salovey, P. (1997). What is Emotional Intelligence? Dalam P. Salovey, & D. J. Sluyter, Emotional Development and Emotional Intelligence: Implications New York: BasicBooks  Sulistyo, Educational (hlm. 1-22). H. (2014).Â
Pandangan Masyarakat Terhadap Bunuh Diri Melalui Peran Agama di Indonesia. Cakrawala: Jurnal Studi Islam, 9(1), 1-20. https://doi.org/10.23971/cakr awala.v9i1.4452 Â Sulistyo, H. (2020).Â
Upaya Preventif Terhadap Perilaku Percobaan Bunuh Diri dalam Tinjauan Hak Asasi Manusia. 'Adalah: Buletin Hukum dan Keadilan, 4(3), 95-97. https://journal.uinjkt.ac.id/ind ex.php/adalah/article/downlo ad/16515/7556 Â Â
Salovey, P., & Mayer, J. D. (1990). Emotional Intelligence. Imagination, Cognition and Personality, 9 (3), 185-211. Universitas Airlangga. Tinjauan document]. pustaka (2023). [PDF Retrieved from https://repository.unair.a c.id/110403/5/5.%20BAB%2 02%20TINJAUAN%20PUS TAKA%20.pdfÂ
Yasien, S. (2016). Differences in Gender Factors Associated With Suicidal Ideation Among Adolescents. Pakistan Journal of Psychology, June, 41--55.Â
(2023). Pastoral konseling bagi kesehatan mental: Studi kasus pastoral konseling preventif pada fenomena bunuh diri. Poimen, 1(1), 1 10. https://ejournal-iakn manado.ac.id/index.php/poimen /article/view/1445
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI