Mohon tunggu...
Ismi Nurrillah
Ismi Nurrillah Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Candi Kethek, Candi Kecil di Lereng Gunung Lawu

19 Agustus 2023   18:46 Diperbarui: 19 Agustus 2023   19:03 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di sebuah sudut Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, di Kabupaten Jenawi, terdapat sebuah candi yang terletak di lereng barat Gunung Lawu. Konstruksinya berupa punden berundak dan terdiri dari lima tingkat, dengan tumpukan batu yang disusun tanpa ukiran. 

Candi tersebut adalah candi Kethek, candi Hindu dengan tangga piramida megalitik dari abad 15-16 di lereng barat laut Gunung Lawu di desa Anggrasmanis. 

Dari temuan arca dan bentuk bangunan berupa punden berundak mirip piramida seperti halnya candi-candi di lereng barat Gunung Lawu, diduga Candi Kethek dibangun pada sekitar abad ke-15 hingga abad ke-16. Seperti halnya Candi Cetho dan Candi Sukuh, Candi Kethek dibangun pada akhir kekuasaan Kerajaan Majapahit. 

Di sebuah sudut Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, di Kabupaten Jenawi, terdapat sebuah candi yang terletak di lereng barat Gunung Lawu. Konstruksinya berupa punden berundak dan terdiri dari lima tingkat, dengan tumpukan batu yang disusun tanpa ukiran. Candi tersebut adalah candi Kethek. Candi Kethek adalah candi Hindu dengan tangga piramida megalitik dari abad 15-16 di lereng barat laut Gunung Lawu di desa Anggrasmanis.

Candi Kethek Berada di ketinggian sekitar 1.500 mdpl, peninggalan sejarah ini menjadi salah satu candi paling tinggi di Pulau Jawa. Untuk mencapainya, harus melalui jalan yang melintasi sungai yang terletak di sebelah timur laut candi Cetho. Sungai hanya memiliki air di musim hujan, dan kering di musim kemarau. Candi Kethek terletak di hutan pinus Perhutani, 500 meter dari sungai dan 300 meter dari Candi Cetho.

Reruntuhan candi ini memiliki empat undakan persegi panjang yang menghadap ke barat. Setiap teras dihubungkan dengan tangga batu. Di sisi kanan candi terdapat jalur alternatif menuju teras.

Kethek berasal dari bahasa Jawa yang berarti kera. Nama Kethek diberikan oleh masyarakat setempat karena dulunya penuh dengan kera.

Dari temuan arca dan bentuk bangunan berupa punden berundak mirip piramida seperti halnya candi-candi di lereng barat Gunung Lawu, diduga Candi Kethek dibangun pada sekitar abad ke-15 hingga abad ke-16.Seperti halnya Candi Cetho dan Candi Sukuh, Candi Kethek dibangun pada akhir kekuasaan Kerajaan Majapahit.

Pada masa pemerintahan Wikramawardhana, serangkaian ekspedisi laut Dinasti Ming yang dipimpin oleh seorang jenderal muslim China bernama Laksamana cheng-ho tiba di Jawa beberapa kali, di sisi lain perang saudara sekaligus melemahkan kendali Majapahit atas wilayah wilayah taklukannya di daerah-daerah lain, dibuktikan dengan keputusan daerah-daerah Majapahit di bagian Sumatera Utara dan semenanjung Malaya yang mulai memerdekakan diri, seperti Semenanjung Malaya yang menjadi daerah kekuasaan Kerajaan ayutthaya hingga nantinya muncul Kesultanan Melaka yang didukung oleh dinasti Ming. Pada masa transisi inilah Candi kethek mulai dibangun.

Candi kethek biasanya ditempuh dari Candi Cetho kemudian dilanjutkan dengan berjalan kaki kurang lebih sejauh 300meter melalui Jalan Setapak. Candi ini dinamakan ketek karena Dulunya ada banyak kera di sini. Kethek sendiri merupakan kata dalam bahasa Jawa yang berarti kera. 

Sebenarnya keberadaan Candi ini sudah diketahui sejak tahun 1842, namun baru ditemukan kembali oleh masyarakat Dusun Ceto pada tahun 2000. Saking banyaknya kera, ditambah tebalnya semak belukar di kawasan ini membuat penduduk enggan mendekat untuk mencari kayu bakar. 

Namun pada tahun 1999 terjadi kebakaran hebat dan membuat kera-kera tersebut pergi. setelahnya penduduk lokal mulai mendekat untuk mencari kayu bakar hingga ditemukannya tumpukan batu berbentuk struktur bangunan berundak undak diantara semak belukar. Hingga hari ini dikenallah bangunan candi yang tersusun di atas tumpukan batu-batu kali tanpa perekat tanpa relief pahatan dan Arca.

Candi kethek menghadap ke barat dengan bentuk teras berundak yang masing-masing dihubungkan dengan tangga, dan terdapat 4 teras di mana yang pertama berupa struktur bangunan di sisi timur laut dan terdapat Arca kura-kura pada anak tangga paling bawah. Pada teras kedua dan ketiga terdapat dua struktur bangunan di sisi Utara dan Sisi Selatan. 

Sementara teras keempat diperkirakan sebagai letak berdirinya bangunan induk atau utama, sebab pada saat tertentu tempat ini digunakan bersembahyang oleh penduduk Dusun Cetho yang mayoritas beragama Hindu. Selain itu penduduk setempat mempercayai bahwa bagian atas dari Candi menyerupai honomen atau tokoh pewayangan berwujud kerah putih.

Arca kura-kura mengisahkan tentang pengadukan lautan susu untuk mencari Tirta amertha, dengan demikian cerita samudramanthana dapat menunjukkan Fungsi candi kethek sebagai tempat perawatan untuk membebaskan seseorang dari kesalahan atau dosa. Namun penting untuk diketahui bahwa pada masa pembangunan Candi Ini kisah samudramanthana telah dimodifikasi oleh masyarakat Jawa Klasik menjadi kisah pemindahan Mahameru ke Jawa, sehingga kura-kura ini mungkin bukanlah jelmaan Dewa Wisnu melainkan jelmaan Dewa Brahma yang membawa gunung di atas tempurungnya.

Walaupun demikian, diperlukan usaha penggalian tambahan di sekitar area untuk mencari prasasti atau artefak lain yang menjadi sumber informasi mengenai sejarah Candi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun