Mohon tunggu...
Ismi Nur Azizah
Ismi Nur Azizah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Terima kasih sudah berkunjung di Blog Ismi Nur Aziah! Selamat datang, Readers semoga apa yang kamu baca di karya tulis saya menjadi ilmu yang bermanfaat, jangan lupa share ilmu kepada teman-temanmu.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perkembangan Pendidikan Agama Islam di Era Revolusi Digital

21 Juli 2023   16:28 Diperbarui: 21 Juli 2023   16:31 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pendidikan Islam dipahami dengan konsep kedua, maka tidak akan memandang Islam sebagai seperangkat nilai yang merupakan bagian dari sistem pendidikan, melainkan memandang pendidikan sebagai suatu proses yang menjadi bagian dari sistem kehidupan Islam.

Menurur Arif,2013 Pendidikan Islam adalah usaha orang dewasa Muslim yang bertakwa secara sadar mengarahkan dan membimbing pertumbuhan serta perkembangan fitrah (kemampuan dasar) anak didik melalui ajaran Islam ke arah titik maksimal pertumbuhan dan perkembangannya. Pendidikan secara teoritis mengandung pengertian "memberi makan" (opvoeding) kepada jiwa anak didik sehingga mendapatkan kepuasan rohaniah, juga sering diartikan dengan "menumbuhkan" kemampuan dasar manusia. Bila ingin diarahkan kepada pertumbuhan sesuai dengan ajaran Islam maka harus berproses melalui sistem Pendidikan Islam, baik melalui kelembagaan maupun melalui sistem kurikuler.  Esensi dari potensi dinamis dalam setiap diri manusia itu terletak pada keimanan atau keyakinan, ilmu pengetahuan, akhlak (moralitas) dan pengalamannya. Keempat potensi esensial ini menjadi tujuan fungsional Pendidikan Islam.

Tujuan Pendidikan Islam

Menurut pendapat dari Muhaimin secara umum, pendidikan Islam bertujuan untuk "meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan, dan pengalaman peserta didik tentang agama Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT. serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dari tujuan tersebut dapat ditarik beberapa dimensi yang hendak ditingkatkan dan dituju oleh kegiatan pembelajaran pendidikan Islam, yaitu:

a. Dimensi keiminan peserta didik terhadap ajaran agama Islam

b. Dimensi pemahaman atau penalaran (intelektual) serta keilmuan peserta didik terhadap ajaran agama Islam

c. Dimensi penghayatan atau pengalaman batin yang dirasakan peserta didik dalam menjalankan ajaran islam

d. Dimensi pengalamannya, dalam arti bagimana ajaran Islam yang telah diimani, dipahami dan hayati atau diinternalisasi oleh peserta didik itu mampu menumbuhkan motivasi dalam dirinya untuk menggerakkan, mengamalkan, dan menanti ajaran agama dan nilai-nilainya dalam kehidupan pribadi, sebagai manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT serta mengaktualisasikan dan merealisasikannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara

 e. Dimensi keseuaian antara apa yang diucapkan dengan apa yang dilakukan sebagai implementasi pendidikan Islam dalam miliu pendidikan.

Istilah Revolusi Industri 4.0 pertama kali diperkenalkan oleh Profesor Klaus Schwab. Seorang ekonom terkenal asal Jerman yang menulis dalam bukunya: The Fourth Industrial Revolution. Revolusi Industri 4.0 ada yang menyebut dengan era disrupsi atau situasi dimana pergerakan dunia industri tidak lagi linier. Bahkan berlangsung sangat cepat dan cenderung mengacak-acak pola tatanan lama, dan cenderung membentuk pola tatanan baru. Sebagai catatan, revolusi industri telah terjadi empat kali. Pertama dengan penemuan mesin uap, kedua elektrifikasi. Ketiga penggunaan komputer, dan keempat revolusi era digital ini.

Society 5.0 adalah sebuah konsep yang digagas oleh pemerintah Jepang dengan mempertimbangkan aspek teknologi untuk mempermudah kehidupan manusia. Akan tetapi, gagasan ini juga didukung oleh pertimbangan akan aspek humaniora sehingga diperoleh konsep keseimbangan dalam implementasi teknologi tersebut. Guna mencapai sebuah komunitas masyarakat yang didefinisikan sebagai super smart society dibutuhkan berbagai future services dalam berbagai sektor. Hal ini dapat dipenuhi dengan adanya kemampuan teknologi yang kuat, serta adanya sumber daya manusia yang kompeten dalam bidang masing-masing untuk menjalankan profesinya secara digital sekaligus berkontribusi untuk memberikan layanan yang lebih baik untuk masyarakat.

Pendidikan 4.0 adalah istilah umum yang digunakan oleh para ahli teori pendidikan untuk menggambarkan berbagai cara untuk mengintegrasikan teknologi cyber baik secara fisik maupun tidak ke dalam pembelajaran. Menurut Fisk, sebagaimana telah dikemukakan oleh (Hussin, 2018) terdapat sembilan tren terkait dengan Education 4.0. 

Pertama, belajar dapat dilakukan kapan saja di mana saja.Kedua, belajar akan bersifat perseorangan untuk masing-masing siswa. Ketiga, siswa memiliki pilihan dalam menentukan bagaimana mereka ingin belajar. Keempat, siswa akan dihadapkan pada pembelajaran berbasis proyek yang lebih banyak. Kelima, siswa akan dihadapkan pada pembelajaran langsung melalui pengalaman lapangan seperti magang, proyek mentoring dan proyek kolaborasi. Keenam, siswa akan terpapar dengan interpretasi data di mana mereka diminta untuk menerapkan pengetahuan teoritis mereka ke dalam angka dan menggunakan keterampilan penalaran mereka untuk membuat kesimpulan berdasarkan logika serta tren dari set data yang diberikan. Ketujuh, siswa akan dinilai secara berbeda dan platform konvensional untuk menilai siswa dapat menjadi tidak relevan atau tidak memadai. Pengetahuan faktual siswa dapat dinilai selama proses pembelajaran, sementara aplikasi pengetahuan dapat diuji ketika mereka mengerjakan proyek mereka di lapangan. Kedelapan, pendapat siswa akan dipertimbangkan dalam merancang dan memperbarui kurikulum. Terakhir, siswa akan menjadi lebih mandiri dalam pembelajaran mereka sendiri, sehingga memaksa para guru untuk mengambil peran baru sebagai fasilitator yang akan memandu siswa melalui proses belajar mereka. Umat Islam meyakini pendidikan Islam memiliki keunggulan dan keutamaan karena dasar dan tujuannya berangkat dari wahyu Allah (al-Qur'an dan Sunnah). Pada umumnya umat Islam memahami substansi pendidikan Islam sebagai usaha sadar untuk membentuk pribadi manusia yang unggul sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.

Sedangkan materi kurikulum wajib terangkum dalam integralisasi tiga komponen dasar ajaran Islam yaitu iman, Islam dan ihsan (akidah, syari'ah dan akhlak). Adapun metode utama yang direkomendasikan adalah dengan tahdzib (pembersihan sikap), al-ma'uizhah (peringatan secara halus) dan al-riyadhah (melatih mental) yang identik dengan komunitas tasawuf. Adapun tahapannya yaitu al-uzlah (menjauhkan diri dari perbuatan dosa dan maksiat), al-zuhud (membentengi diri dari ketergantungan pada harta benda), al-taqwa (menjauhkan diri dari larangan-larangan Allah dan mengerjakan perintah-perintah-Nya).

Memasuki era disrupsi ini, pendidikan Islam dituntut untuk lebih peka terhadap gejala-gejala perubahan sosial masyarakat. Pendidikan Islam harus mau mendisrupsi diri jika ingin memperkuat eksistensinya. Bersikukuh dengan cara dan sistem lama dan menutup diri dari perkembangan dunia, akan semakin membuat pendidikan Islam kian terpuruk dan usang (obsolet). Maka dari itu, terdapat tiga hal yang harus diupayakan oleh pendidikan Islam, yaitu mengubah mindset lama yang terkungkung aturan birokratis, menjadi mindset disruptif (disruptive mindset) yang mengedepankan cara-cara yang korporatif. Pendidikan Islam juga harus melakukan self-driving agar mampu melakukan inovasi-inovasi sesuai dengan tuntutan era 4.0. Selain itu, pendidikan Islam juga harus melakukan reshape or create terhadap segenap aspek di dalamnya agar selalu kontekstual terhadap tuntutan dan perubahan. Revolusi industri 4.0 dengan disruptive innovation-nya menempatkan pendidikan Islam dalam perjuangan eksistensi yang ketat. Perjuangan tersebut membawa implikasi masing-masing. Penyelenggara Pendidikan Islam bebas memilih dalam memposisikan dirinya. Oleh karena itu pendidikan islam harus mampu menghadapi tantangan-tantangan yang akan dihadapi tersebut. Selain itu pendidikan islam juga harus mempunyai kemampuan-kemampuan utama yang harus dimiliki oleh setiap komponen masyarakat dan pendidikan islam.

REFERENSI:

Arifin, Muhammad. 2003. Ilmu Pendidikan Islam: Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Muhaiman. 2004. Paradigma Pendidikan Islam. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun