Sementara di ajang balap F1, dramatisasi yang terjadi tidaklah ekstrim, bahkan cenderung datar dan membosankan. Stigma inilah yang terlanjur melekat sehingga suguhan-suguhan yang menarik pun tidaklah cukup untuk membuat banyak masyarakat Indonesia rela meluangkan waktunya selama hampir dua jam menyaksikan ajang balap ini.
Di sisi lain, Michael Schumacher bersama Ferrari pernah melakukan hal yang sama di masa lalu, atau dominasi McLaren di awal 90-an dengan prestasi yang mentereng bersama Senna dan Prost. Akan tetapi substansi persaingan pada saat itu masih sangat lekat. Tidak seperti saat ini yang bisa dikatakan sedikit kendor.
===========
Itulah sedikit keluh kesah yang saya alami saat ini. Beruntung sekali adanya TV kabel serta koneksi Wi-fi yang membuat fasilitas dalam menyaksikan balapan F1 masih bisa terpenuhi.Â
Bagi kalian yang tidak memiliki fasilitas tersebut, anggap saja artikel ini mewakili keresehan kalian. Satu artikel sama sekali tidak sebanding dengan kesulitan dan perjuangan kalian untuk menyaksikan ajang balap jet darat di akhir pekan. Akan tetapi saya hanya berharap dengan adanya artikel ini bisa menjadi awal positif untuk mengembalikan hal-hal yang kini telah hilang.Â
Semoga saja F1 bisa kembali disaksikan dengan leluasa oleh semua kalangan di Indonesia.. Semoga....
Referensi:
alfa27.com
statista.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H