Bagi saya seorang penggemar F1, TV kabel adalah segalanya. Ya, itu mungkin hanyalah sedikit keluh kesah dari para penggemar F1 yang tidak bisa menyaksikan olahraga kesayangannya secara gratis. Terserah jika kalian menganggap hal tersebut berlebihan. Akan tetapi ini hanyalah upaya kecil untuk menyuarakan kerisauan yang telah saya alami selama 4 tahun terakhir.
Balapan F1, memanglah tidak sepopuler MotoGP ataupun sepakbola. Setidaknya hal itu dibuktikan dengan tidak adanya media televisi lokal yang mau berspekulasi untuk menyiarkannya.
Kontras dengan apa yang terjadi kurang lebih sepuluh tahun lalu, saya masih bisa menjadi saksi ketatnya persaingan juara dunia antara Vettel, Alonso, dan Webber. Konfrontasi Vitali Petrov di balapan terakhir sangat efektif menahan lajur Alonso sehingga tidak bisa memperbaiki posisinya. Alonso sangat marah, tetapi Vettel begitu ceria, kebertolak belakangan yang dramatis menghiasi terangnya lampu yang menyinari setiap sudut Sirkuit Yas Marina.
2011, 2012, 2013, dua media televisi ternama secara bergantian sempat memfasilitasi keinginan pecinta F1 di tanah air. Akan tetapi tahun 2014 pada akhirnya F1 menghilang dari pertelevisian Indonesia.
Entah mengapa, yang jelas kebutuhan saya akan hiburan dari ajang balap ini sirna dalam seketika. Sedih, itu relatif, tergantung dilihat dari perspektif mana saya memaknainya. Jika dilihat berdasarkan kacamata para pencari hiburan yang pragmatis, tentu tidak. MotoGP pun sudah cukup untuk membuat akhir pekan saya berwarna.
Tetapi apabila dilihat berdasarkan pendalaman akan esensi dari balapan itu sendiri, tentu saya sedih. Bagi saya menonton balapan bukan hanya sekedar hiburan pragmatis. Dimana menyaksikan jagoan saya menang, kemudian pergi tidur dengan wajah tersenyum. Bro, itu saja tidak cukup!!!.
Saya suka sajian persaingan yang terimplikasi nyata diatas aspal sirkuit. Saya suka mendengar deru mesin yang berisik. Bahkan saya suka cara setiap pembalap dalam menikung. MotoGP dan F1 memiliki perbedaan yang sangat mencolok untuk masalah ini. Sehingga referensi yang saya dapatkan setiap pekannya akan sangat beragam, meski itu hanya di layar kaca.
Kehilangan satu balapan, maka hilang pula referensi serta pengalaman tersebut. Hingga saya menyadari bahwasannya stigma mayoritas masyarakat akan balap jet darat sangat berbeda.Â
Semakin lara, ketika menyadari bahwasannya saya berada dalam kelompok yang minoritas dalam bersudut pandang. Terbukti ketika saya dan para pecinta balapan F1 yang lain kini harus mengalah dan menerima kenyataan bahwa tidak ada satu pun televisi Indonesia yang bersedia menyiarkan ajang balap ini..
Pada dasarnya ada 3 persoalan mendasar di balik tidak disiarkannya ajang balap F1 di televisi Indonesia, antara lain....
Biaya hak siar yang tinggi