Latar Belakang
Kolonisasi Inggris di Amerika merupakan proses sejarah di mana Inggris, Skotlandia, dan kemudian Inggris Raya, membentuk kendali, pemukiman, dan kolonisasi di benua Amerika. Upaya kolonisasi dimulai pada akhir abad ke-16 dengan gagalnya upaya Inggris mendirikan koloni permanen di Utara. Jamestown, Virginia, menjadi koloni Inggris permanen pertama di Amerika pada tahun 1607. Koloni-koloni Inggris tersebar di Amerika Utara, Amerika Tengah, Amerika Selatan, dan Karibia. Meskipun sebagian besar koloni Inggris meraih kemerdekaan, beberapa tetap di bawah yurisdiksi Inggris sebagai Wilayah Seberang Laut Inggris. Sebelum kolonisasi Inggris, orang Norse mendirikan pemukiman Eropa pertama di Amerika sekitar tahun 1000 M di Newfoundland. Penjelajahan Eropa berlanjut dengan ekspedisi Christopher Columbus tahun 1492 yang disponsori oleh Spanyol. Pemukiman Inggris dimulai hampir satu abad setelahnya, dengan Koloni Roanoke yang didirikan oleh Sir Walter Raleigh pada tahun 1585. Jamestown, didirikan pada tahun 1607, berkembang menjadi Koloni Virginia. Pada tahun 1620, sekelompok separatis agama mendirikan koloni permanen kedua di Massachusetts. Inggris mendirikan atau menaklukkan beberapa koloni di Karibia, seperti Barbados dan Jamaika, selama abad ke-17 dan ke-18. Proses kolonisasi Inggris di Amerika Utara dimulai dengan kedatangan para pemukim pertama di Jamestown, Virginia pada tahun 1607. Selama pemerintahan kolonial Inggris di Amerika Utara, terdapat aspek ekonomi, politik, agama, dan budaya yang memengaruhi perkembangan wilayah tersebut. Koloni-koloni tersebut memberikan akses ke sumber daya alam yang mendukung pertumbuhan ekonomi Inggris. Aspek agama dan budaya juga memainkan peran penting selama masa kolonial Inggris di Amerika Utara, dengan konflik antara para kolonis Eropa dan suku asli Amerika. Dampak dari masa pemerintahan kolonial Inggris di Amerika Utara sangat signifikan, membentuk landasan bagi pembentukan negara-negara Amerika Serikat yang merdeka pada abad ke-18, dan mempengaruhi perkembangan Amerika Utara serta pengaruhnya terhadap dunia modern.
Faktor Pendorong Kolonisasi di Amerika Utara
Pada Abad Pertengahan, munculnya warga kota di Eropa merupakan peristiwa penting yang membawa Eropa dari masa Abad Pertengahan ke masa Eropa Modern. Warga kota memainkan peran kunci dalam membawa perubahan ekonomi dengan membawa sistem perdagangan yang melibatkan wilayah luar Eropa seperti Timur Jauh, Asia, dan Afrika. Dibukanya kembali Laut Tengah sebagai jalur perdagangan internasional pada abad ke-11 memungkinkan Eropa untuk bekerja sama dengan pedagang wilayah timur dan melakukan pertukaran barang. Permintaan barang dari wilayah Timur semakin meningkat pada abad ke-13 setelah Perang Salib, dan kelas pedagang mulai didukung oleh pemerintah Eropa. Sistem perekonomian merkantilis mulai berkembang pada abad ke-16-17 dengan negara-negara seperti Spanyol, Inggris, Portugis, dan Belanda memperoleh kekayaan melalui ekspor, bea impor, dan pemerasan wilayah koloni. Akibat kebijakan Enclosure Movement, banyak tanah di Inggris dijual atau disewakan kepada pengusaha ternak domba, mendorong migrasi penduduk ke kota untuk mencari pekerjaan di industri kain wol. Hal ini menyebabkan masalah sosial di kota Inggris, dengan sebagian penduduk hidup miskin dan menjadi gelandangan. Banyak dari mereka kemudian bekerja sebagai kuli kontrak dan berimigrasi ke koloni Amerika Utara. Migrasi besar dari Inggris ke Amerika Utara terjadi pada tahun 1630-an, didorong oleh keberhasilan industri wol dan batu bara. Perkembangan industri ini mendorong pembangunan pelabuhan dan armada perdagangan, memberikan kesempatan bagi kongsi dagang atau maskapai untuk mendirikan koloni di Amerika. Pemerintah Inggris berharap koloni Amerika dapat memberikan bahan mentah dan logam mulia, serta menjadi pasar untuk barang-barang industri Inggris. Motivasi orang Inggris untuk berimigrasi ke Amerika Utara sebagian besar dipengaruhi oleh harapan meniru kekayaan yang ditemukan oleh Spanyol di Amerika Selatan dan Tengah.
Kondisi Kolonis di Amerika Utara
Sebelum Amerika Serikat memproklamasikan kemerdekaannya pada 4 Juli 1776, wilayah tersebut pernah menjadi koloni bagi negara-negara Eropa Barat seperti Prancis, Spanyol, dan Inggris. Pemerintahan di daerah koloni Amerika Utara terdiri dari tiga tingkat yang berbeda: tingkat distrik atau wilayah, tingkat koloni, dan tingkat politik imperium. Meskipun institusi politik di setiap koloni berbeda, semua koloni menunjukkan sikap penolakan terhadap kekuasaan negara induk Inggris. Pemerintah lokal di koloni sangat penting dalam penyelenggaraan pemerintahan, dengan pejabat lokal yang mengatur pajak, lalu lintas jalan raya, dan tempat hiburan. Hak suara diberikan kepada mereka yang mampu secara materi, namun karena sebagian besar kolonis memiliki tanah, hampir semua laki-laki dewasa memperoleh hak pilih. Di tingkat provinsi (koloni), kehidupan politik ditandai dengan persaingan faksi elit kolonial untuk kekuasaan politik. Gubernur yang ditunjuk oleh Mahkota Inggris memiliki kekuasaan eksekutif dan yudikatif serta memimpin komando militer koloni. Dewan Koloni terdiri dari 12 anggota yang berperan sebagai penasehat gubernur dalam bidang pemerintahan dan yudikatif. Pada awal abad ke-18, Dewan Kolonial digantikan oleh Majelis Koloni yang mengambil alih peran gubernur. Anggota majelis, meskipun berasal dari elit provinsi, sering kali bertentangan dengan gubernur terkait pajak, pembagian tanah, dan masalah lainnya.
Â
Sebelum kemerdekaan, Amerika Serikat pernah menjadi koloni berbagai negara Eropa Barat seperti Prancis, Spanyol, dan Inggris. Gelombang pertama imigran Inggris ke Amerika diwarnai dengan kondisi memprihatinkan, dengan perjalanan yang sulit dan berisiko menyebabkan korban di tengah Samudra Atlantik. Perpindahan orang Eropa ke Benua Amerika terjadi selama lebih dari tiga abad, membentuk peradaban baru di benua tersebut. Setelah tiba di Amerika, para koloni harus berinteraksi dengan suku Indian sebagai suku asli benua Amerika. Banyak dari mereka hidup miskin karena bekerja sebagai kuli kontrak atau budak bagi para kongsi dagang. Para pekerja yang menandatangani perjanjian "free-willers" atau "redemptioners" memberikan izin kepada kapten kapal untuk menjual tenaga kerja mereka untuk beberapa tahun guna mengembalikan ongkos perjalanan ke Eropa. Meskipun sumber daya alam di Amerika kaya, perdagangan dengan Eropa penting untuk mengimpor barang-barang yang belum diproduksi di koloni. Dampak dari sistem kuli kontrak ini seringkali buruk, dengan banyak yang terikat pada undang-undang yang tidak manusiawi.
Â
Koloni-koloni di Amerika Utara, terutama di daerah New England, memiliki struktur pemerintahan yang unik dengan pemerintahan lokal yang penting dalam penyelenggaraan pemerintahan. Pada tingkat provinsi, persaingan politik antara faksi elit kolonial sering terjadi. Gubernur yang ditunjuk oleh Mahkota Inggris memiliki kekuasaan eksekutif dan yudikatif, sedangkan Dewan Koloni berperan sebagai penasehat gubernur. Pada abad ke-18, Dewan Kolonial digantikan oleh Majelis Koloni yang berupaya mengurangi kekuasaan gubernur. Stratifikasi sosial terlihat jelas di Boston, dengan kelompok pedagang aristokrat kaya, pekerja perkotaan, dan penduduk kota miskin. Kolonisasi Inggris di Amerika sebagian besar melibatkan korporasi atau kerja sama saham koloni dalam maskapai perdagangan. Pemerintah Inggris mengelola koloni dengan menunjuk gubernur untuk menjaga sistem perekonomian merkantilisme antara koloni dan negeri induk. Koloni dilarang melakukan perdagangan internasional independen dan harus tunduk pada aturan Inggris. Meskipun koloni telah mengembangkan identitas mereka, mereka tidak memiliki kebebasan dalam mengatur kehidupan ekonomi dan politik mereka. Pemerintah Inggris tidak terlalu terlibat dalam pendirian koloni, namun memberikan arahan. Meskipun raja Inggris memberikan izin penguasaan tanah, penduduk koloni mulai terlibat dalam pemerintahan dan cenderung lebih "Amerika" daripada Inggris. Hal ini menunjukkan langkanya pengaruh kontrol langsung dari pemerintah Inggris dalam pemerintahan kolonial di Amerika.
KESIMPULAN
Kolonisasi Inggris di Amerika pada abad ke-17 dan ke-18 melibatkan pemukiman
dan kendali Inggris di Amerika Utara, Tengah, Selatan, dan Karibia. Koloni-koloni ini memberikan akses ke sumber daya alam yang mendukung pertumbuhan ekonomi Inggris. Konflik antara kolonis Eropa dan suku asli Amerika memengaruhi dinamika sosial dan politik. Proses kolonisasi melibatkan migrasi besar dari Inggris ke Amerika Utara, dipicu oleh kondisi sulit di Inggris. Pemerintahan koloni dijalankan dalam tiga tingkat yang berbeda, dengan koloni-koloni menunjukkan penolakan terhadap dominasi Inggris. Pemerintahan lokal dan provinsi memainkan peran penting, dengan persaingan politik antara faksi elit kolonial sering terjadi. Kolonisasi Inggris di Amerika melibatkan korporasi koloni dalam kongsi dagang, dengan pemerintah Inggris mengelola koloni melalui gubernur yang ditunjuk. Meskipun pemerintah Inggris memberikan arahan, pengaruh langsung terhadap koloni terbatas, sehingga penduduk koloni semakin mandiri dan pada akhirnya memproklamasikan kemerdekaan pada 4 Juli 1776.