Mohon tunggu...
Ismi Faizah
Ismi Faizah Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis adalah proses menyembuhkan hati sedang membaca adalah proses membuka mata pikiran dan rasa

Read a lot write a lot

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Janji yang Retak

16 Oktober 2021   06:07 Diperbarui: 16 Oktober 2021   06:34 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Mas...kembalilah padaku! Kita mulai semuanya dari awal," pinta sang istri penuh pengharapan.

Kembali? Satu kata yang membuat bimbang. Di sudut hati masihkah tersisa bahagia kala dekat dengan wanita yang mengurus segala keperluannya selama ini? 

Di ujung sana sosok jelita begitu anggun nan rupawan telah memenuhi seluruh ruang dihati. Merebut? Benarkah begitu? Entahlah.

Menurutnya Aleta tidak merebut dirinya dari siapapun, termasuk sang istri. Hubungan mereka terjalin atas dasar kesadaran penuh. Menghalau segala resiko. 

"Saya sudah beristri, Aleta!" Nada tegas saat menolak ajakan makan bersama gadis berlesung pipit yang bergelayut manja di lengan kekar milik pria yang berstatus suami orang. 

"Baiklah, saya tidak memaksa. Hanya saja..." mendekatkan bibir kearah telinga kanan sang lelaki seraya berbisik lembut kalimatnya berlanjut. 

"Kalau Mas Hanafi butuh tempat curhat, silahkan hubungi saya," Aleta berjalan menjauh. Lekuk tubuhnya menggoda. Tinggi semampai dengan bagian yang terlihat sempurna impian kaum adam. Namun Hanafi tetap bergeming. Seberat apapun masalah di rumah tak akan pernah ia ceritakan pada orang lain terlebih, wanita lain. 

Hingga bisikan-bisikan setan mulai memainkan peran lebih gencar dan dahsyat. 

"Kamu itu dandan gitu loh di rumah. Jangan kucel gitu Ra. Mas jadi ngak semangat lihatnya!" menyeruput secangkir teh hangat, pertama kali dalam hari-hari pernikahan mereka, Hanafi mulai membandingkan penampilan sang istri dengan Aleta yang selalu wangi dan rapi juga bertubuh indah. Sejujurnya sang suami juga heran mengapa kata-kata tersebut meluncur tanpa disaring. 

Ratna bukan tak mau berdandan tapi kesibukan mengurus rumah menyita waktunya untuk tampil segar dihadapan sang suami, belum lagi mengurus Ibu  mertua yang sakit kini tinggal bersama mereka. 

Benar kata pepatah terkadang hilangnya setia berawal dari pandangan. Mengikis rasa syukur akan hadirnya pasangan meluaskan rasa ingin memiliki keindahan lain yang lebih menantang untuk ditaklukkan. Benar kalimat ini jika mata tak melihat maka hati tak berhasrat. Semaksimal mungkin Ratna mencoba yang terbaik demi sang suami, tetap saja bagi Hanafi sang istri selalu kurang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun