Mohon tunggu...
Ismatul Maula Rahmi
Ismatul Maula Rahmi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Airlangga

Seorang mahasiswa introvert yang suka mendengarkan musik dan membaca berita politik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perundungan Mengancam Generasi

4 Juni 2024   18:24 Diperbarui: 4 Juni 2024   21:54 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Perundungan adalah perilaku agresif dan dapat digambarkan sebagai situasi saat seseorang atau kelompok melakukan tindakan negatif kepada orang lain secara berulang-ulang. Tindakan negatif ini terjadi karena adanya perbedaan kekuatan antara perundung dengan korban. Perundungan dikategorikan menjadi perundungan fisik dan verbal, bisa juga mencakup pengucilan sosial (Fekkes et al., 2005). Sejak Agustus 2023 Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mencatat setidaknya ada 21.808 kasus perundungan yang terjadi. Dimana korban perundungan didominasi oleh umur 13-17 yang termasuk dalam rentang remaja. Angka yang saat ini masih terus meningkat itu menimbulkan berbagai kekhawatiran untuk generasi muda Indonesia.

Gambar 1. Korban Perundungan Menurut Kelompok Umur (Sumber : https://kekerasan.kemenpppa.go.id/ringkasan ) (KemenPPPA, 2023)

Persoalan perundungan meliputi berbagai aspek yang mempengaruhi individu dan Masyarakat. Persoalan perundungan adalah masalah yang kompleks dan memerlukan pendekatan yang komprehensif  untuk mencegah dan menanganinya. Penting untuk menciptakan lingkungan yang aman dan inklusif bagi semua individu. Perundungan telah menjadi masalah serius  yang tidak bisa diabaikan lagi. Perundungan tidak hanya merusak Kesehatan fisik dan mental anak-anak dan remaja, tetapi juga merusak potensi mereka untuk berkembang secara penuh. Perundungan bisa terjadi di sekolah, temapat kerja, dan dimana pun.

Penyebab perundungan, atau bullying, dapat dikelompokkan menjadi lima faktor utama, yaitu faktor individu, keluarga, media massa, teman sebaya, dan lingkungan sekolah (Nugroho et al., 2020). Faktor individu mencakup karakteristik pribadi dari pelaku perundungan, seperti tingkat agresi, kurangnya empati, atau masalah emosional yang mungkin mendorong mereka untuk berperilaku agresif terhadap orang lain. Keluarga memiliki peran penting dalam menyumbang penyebab perundungan, terutama jika ada pola perilaku agresif atau kekerasan dalam lingkungan keluarga yang dapat dipelajari oleh anak. Media massa, dengan eksposur terhadap konten agresif atau eksploitatif, dapat mempengaruhi cara individu melihat dan berinteraksi dengan dunia. Teman sebaya juga berperan dalam menyebarkan perundungan, terutama jika ada budaya peer group yang mendukung perilaku tersebut. Lingkungan sekolah, baik kurangnya pengawasan dan aturan yang ketat maupun budaya sekolah yang tidak memerhatikan perundungan, dapat menciptakan kondisi yang memungkinkan perundungan berkembang.

Perundungan dapat memiliki dampak yang signifikan pada korban, mencakup dampak fisik, psikologis, dan sosial yang dapat mengubah hidup mereka secara mendalam. Dampak fisik dari perundungan mungkin mencakup luka-luka fisik, mulai dari memar hingga cedera serius akibat tindakan kekerasan fisik. Namun, dampak yang lebih merusak seringkali bersifat psikologis. Korban perundungan dapat mengalami stres, kecemasan, dan depresi yang berkepanjangan. Mereka mungkin merasa terisolasi dan kehilangan rasa percaya diri, yang dapat berdampak pada prestasi akademis dan keterlibatan sosial mereka. Dampak sosialnya juga dapat terasa dalam hubungan dengan teman sebaya dan keluarga. Korban perundungan sering kali merasa terpinggirkan dan kesulitan membangun hubungan yang sehat dan positif. Mereka juga mungkin mengalami masalah dalam mengatasi stigmatisasi dan label negatif yang melekat pada mereka. Dengan demikian, perundungan bukan hanya masalah fisik atau tindakan singkat, tetapi juga memiliki dampak yang dalam dan kompleks pada korban, yang dapat berlangsung selama bertahun-tahun setelah perundungan terjadi.

Regulasi terkait perundungan di Indonesia memiliki peran kunci dalam pencegahan dan penanggulangan masalah ini. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan Perundungan di Sekolah memberikan landasan hukum yang penting dalam upaya mengatasi perundungan di lingkungan pendidikan. Regulasi ini memberikan kewenangan kepada Pemerintah Pusat dan Daerah dalam pencegahan dan penanggulangan tindak kekerasan di sekolah. Salah satu aspek penting dalam regulasi ini adalah penetapan kebijakan pencegahan dan penanggulangan tindak kekerasan, yang mengarah pada upaya konkret dalam mengurangi insiden perundungan di sekolah. Selain itu, regulasi ini juga menetapkan instrumen pencegahan tindak kekerasan sebagai indikator penilaian akreditasi sekolah, memberikan insentif untuk sekolah-selokolah untuk secara serius menghadapi masalah perundungan. Pengawasan dan evaluasi terhadap pelaksanaan pencegahan tindak kekerasan juga menjadi bagian integral dari regulasi ini, memastikan bahwa tindakan nyata diambil dalam mengatasi perundungan.

Selain regulasi di bidang pendidikan, upaya pencegahan perundungan juga mencakup implementasi kebijakan Kebijakan Profil Pelajar Pancasila dan Kurikulum Merdeka (Kemendikbud, 2022). Langkah-langkah ini berkontribusi pada menciptakan lingkungan pendidikan yang lebih aman dan inklusif, di mana nilai-nilai toleransi, keberagaman, dan empati ditanamkan dalam pendidikan. Terakhir, dalam penanganan kasus perundungan yang melibatkan anak yang berhadapan dengan hukum, Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) menjadi landasan hukum yang mengatur prosedur penanganan khusus untuk anak-anak yang terlibat dalam perundungan, sebagai solusi alternatif, digunakan untuk menyelesaikan kasus anak yang berhadapan dengan hukum dengan pendekatan yang lebih rehabilitatif daripada cenderung ke arah hukum. Ini berarti sistem hukum mengambil langkah-langkah khusus untuk memastikan bahwa anak-anak yang terlibat dalam perundungan menerima perlindungan dan pembinaan yang sesuai. Regulasi ini mencerminkan komitmen dalam menjaga hak dan kesejahteraan anak-anak dalam konteks perundungan.

Penyelesaian permasalahan perundungan memiliki urgensi yang tak terbantahkan. Perundungan, atau bullying, bukanlah masalah sepele; itu adalah isu global yang merambah segala usia, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. Dalam berbagai bentuknya, perundungan melibatkan ejekan, pengucilan, hingga tindakan kekerasan fisik dan psikologis. Dampak yang ditimbulkan oleh perundungan dapat merusak secara fisik, psikologis, dan sosial. Data yang mencengangkan dari Asesmen Nasional dan riset PISA menunjukkan tingginya prevalensi perundungan di Indonesia, yang berarti masalah ini telah mengakar dalam pendidikan. Regulasi dan upaya pencegahan yang telah diimplementasikan, seperti Permendikbud No. 82 tahun 2015, mencerminkan keseriusan dalam menangani masalah ini. Pentingnya mengatasi perundungan tidak hanya untuk melindungi korban tetapi juga untuk membentuk masyarakat yang lebih inklusif dan aman. Upaya kolektif dan kesadaran akan akar penyebab perundungan sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang bebas dari perundungan dan mendukung perkembangan individu dalam masyarakat yang adil dan berempati.

Fekkes, M., Pijpers, F. I. M., & Verloove-Vanhorick, S. P. (2005). Bullying: Who does what, when and where? Involvement of children, teachers and parents in bullying behavior. Health Education Research, 20(1), 81--91. https://doi.org/10.1093/her/cyg100

Nugroho, S., Handoyo, S., & Hendriani, W. (2020). Identifikasi Faktor Penyebab Perilaku Bullying di Pesantren: Sebuah Studi Kasus. Al-Hikmah: Jurnal Agama Dan Ilmu Pengetahuan, 17(2), 1--14. https://doi.org/10.25299/al-hikmah:jaip.2020.vol17(2).5212

                                                                                                                

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun