Aku menangis tersedu, bapak hanya bisa melihat dari balik kain pintu dan membiarkanku meluapkannya. Suara tembakan itu, apakah itu ibuku, benarkah hari ini adalah pertemuan terakhir kami. Tubuhku gemetar luar biasa, aku berdoa dan terus berdoa, jika memang iya maka aku harus kuat dan menerima. Aku berlari ke rutan, menemui penjaga sel tanpa alas kaki dan air mata yang berlinang, masuk melewati sel sel tahanan yang seluruhnya menundukkan kepala tiap kali suara tembakan itu terdengar. Langkahku terhenti pada sel ibu, tubuhku melemah dan tersungkur dengan sedu.
Ibu benar, Hidup dan mati hanya Tuhan yang tahu. Tuhan mendengar doaku, dia ada, dia masih ada dengan sujud terlamanya. Dengan cara Tuhan, ibu meninggalkanku tanpa ada suara tembakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H