Mohon tunggu...
Ismaliyah Yusuf Rangkuti
Ismaliyah Yusuf Rangkuti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis Terpilih Sayembara Menulis Cerita Anak BBSU 2020

Berpelesir, Menulis, Membaca dan Tertawa. Menulis adalah obat bagi saya yang ingin lekas pulih setiap hari; adalah perjalanan liar yang bebas saya tempuh meski tanpa kompas yang utuh; adalah cinta-kasih yang saya beri izin tumbuh meski tanpa seorang kekasih. Sepanjang nafas yang Tuhan pinjamkan, ada beberapa buku yang telah saya terbitkan. Karya utama saya adalah "Surga Tersembunyi di Pulau Nirwana" berupa cernak yang diterbitkan oleh Balai Bahasa Sumatera Utara, lalu diramaikan oleh "Bangau Putih" buku puisi perdana saya. Dan beberapa buku lain berupa Antologi bersama yaitu "Ada Bena di Adiwidia", "Agrari", "Ingatan Edelweiss". Terimakasih sudah singgah dan membaca.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Perempuan yang Mati Tanpa Suara Tembakan

8 Desember 2023   12:48 Diperbarui: 8 Desember 2023   12:54 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Genap 20 tahun sudah aku dan ibu terpisahkan oleh tingginya jeruji besi, aku tinggal di pulau Nusakambangan yang diasuh oleh salah seorang penduduk sejak usiaku masih 2 hari. Bu Fatma dan pak Tolu namanya, sepasang suami istri yang belum dikaruniai anak sejak 3 kali mengalami keguguran yang menyedihkan.

Suatu malam, aku duduk di pelataran rumah sembari menemani Bapak yang sudah ku anggap seperti ayah kandungku sendiri, beliau menganyam sebuah nampan dari bambu yang di dapatinya di hutan. Suasana malam dengan udara lembab yang menembus kulitku membuatku menyeruput kopi bapak pertama kali. Tak heran karena kami tinggal di sebuah pulau terpisah dengan aura mistis dan hutan yang masih asri. Benar, Nusakambangan namanya. Pulau ini terletak di selatan Jawa tengah, lebih tepatnya berdekatan dengan kabupaten Cilacap. Untuk sampai ke pulau ini pengunjung harus menyebrang menggunakan feri lebih kurang 5 menit dari pelabuhan Sodong. Seperti kata bapak sejak aku masih kecil, pulau ini merupakan pulau khusus untuk para narapidana kelas kakap yang menjalani hukuman penjara seumur hidup atau justru hukuman mati. maka dari itu Nusakambangan memiliki tingkat keamanan yang tinggi dan tidak sembarang orang bisa berkunjung kesini.

"Pak, kopinya diminum dulu, keburu dingin" pintaku pada Bapak yang sedang fokus menganyam nampan

"Iyaa, habiskan saja kalau kamu mau, bapak mau tidur cepat malam ini" jawab bapak.

Namaku Zay, seorang anak perempuan yang dibesarkan di sebuah pulau kematian. hanya Zay terdiri dari tiga huruf yang diberikan oleh ibu kandungku. Bapak tak pernah memanggil namaku, dia selalu memanggilku dengan sebutan "Nak". Katanya tiap kali dia mendengar namaku, bapak teringat kisah 20 tahun yang lalu.

"Nak, sudah mengunjungi ibumu hari ini?" Tanya bapak di sela pekerjaannya

"Sudah pak, seperti biasa ibu hanya mau makan kalau aku yang membawakannya, besok hari terakhirku mengunjungi ibu" jawabku melemah dan menundukkan kepala

Bapak menghentikan pekerjaannya, dia menoleh ke arahku kemudian menyeruput kopi yang sudah tak lagi panas.

"Berkunjunglah lebih awal, akan ada waktu lebih banyak yang bisa kamu habiskan dengannya disana" ucap bapak malam itu

Ibuku terpidana hukuman mati karena sebuah kasus yang tidak kuketahui sampai detik ini, tak ada seorang pun yang menjelaskan sekalipun pihak penjara ataupun teman satu selnya, bahkan orang tua angkatku sekali pun.  Aku sudah coba mencari tahu dengan begitu keras, bahkan aku menanyakannya setiap hari kepada ibu tiap kali aku mengunjunginya. Ibu tak pernah mau menjawab, yang diucapkannya hanyalah maaf dan memintaku untuk tidak berhenti mendoakannya. 15 tahun terakhir ini aku sudah terbiasa dengan kehidupan rutan dan sapaan para napi dari balik sel yang ku lewati, hampir seluruhnya aku kenal, bagaimana tidak setiap hari aku tak pernah absen untuk berkunjung kemari. Salah satu yang paling ku kenali adalah pak Joli terpidana penjara hukuman mati yang akan di eksekusi 3 hari lagi. Selebihnya ada bg jek dan bakoy dua sahabat yang terjalin selama berada di sel dengan kasus yang sama. Pun mereka terpidana hukuman mati 4 hari lebih lama setelah pak Joli.

Mereka tak lagi takut, lebih tepatnya sudah menerima dan mempersiapkan diri dengan mendekat pada Tuhan, tak ada aktifitas lain mereka hanya menghabiskan waktu untuk ibadah, berdoa, dan melakukan hal hal yang membantu teman lainnya sejak 15 tahun terakhir setelah mereka di vonis hukuman mati.  Yang mereka lakukan sama seperti yang ibuku lakukan, mempersiapkan diri dan mendekatkan diri pada Tuhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun