JURNAL DWI MINGGUAN
MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF
( ISMA NURYANI )
      Dua minggu ini, saya banyak belajar tentang modul 1.4 Budaya Positif dengan paradigma barunya. Yang pertama saya belajar tentang teori kontrol. Menurut Dr. William Glaser yang menjabarkan beberapa miskonsepsi tentang makna kontrol yaitu  ilusi guru mengontrol murid, ilusi bahwa semua penguatan positif efektif dan bermanfaat, ilusi bahwa kritik dan membuat orang merasa bersalah dapat menguatkan karakter, ilusi bahwa orang dewasa memiliki hak untuk memaksa. Dari beberapa miskonsepsi tersebut diluruskan dengan adanya teori kontrol atau teori pilihan (Dr. William Glaser) yaitu :
- Anda tidak bisa mengontrol orang lain.
- Hanya anda yang bisa mengontrol diri anda.
- Semua prilaku memiliki tujuan.
- Model berfikir menang-menang.
- Kolaborasi dan konsesus menciptakan pilihan -- pilihan baru.
- Realita kebutuhan kita berbeda-beda.
- Setiap orang memiliki gambaran yang berbeda.
- Kita berusaha memahami pandangan orang lain tentang dunia.
Selanjutnya saya memahami bahwa disiplin adalah sesuatu yang dilakukan seseorang pada orang lain untuk mendapat kepatuhan. Disiplin membuat orang menggali diri menuju sebuah tujuan. Tentunya tujuan mulia yang ingin dicapai dalam pendidikan yang berupa nilai kebajikan yang terdapat pada profil pelajar pancasila yaitu Beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berahlak mulia, Â Mandiri, Bernalar kritis, Berkebhinekaan global, Bergotong royong, serta Kreatif. Dan untuk mencapai tujuan mulia tersebut perlu adanya motivasi pada prilaku manusia itu sendiri. Ada tiga teori motivasi prilaku manusia yaitu untuk menghindari ketidaknyamanan/hukuman ( motivasi eksternal), Â Untuk mendapatkan imbalan/hadiah (motivasi eksternal), untuk menghargai diri sendiri ( motivasi internal).
Selain itu saya juga mendapat wawasan baru tentang lima posisi kontrol  manusia dalam penerapan budaya positif ada posisi penghukum, posisi pembuat merasa bersalah, posisi teman, posisi pemantau, serta posisi manajer. Dari kelima posisi tersebut yang disarankan adalah posisi manajer, dimana posisi kontrol ini digunakan untuk menumbuhkan motivasi internal dalam penerapan budaya positif. Dengan tumbuhnya motivasi internal, tentu kita berharap ada kesadaran diri dan kontrol diri dalam pelaksanan budaya positif yang lebih bermakna.
Tidak sampai di sini, saya disuguhi materi dalam menerapkan disiplin positif dengan segitiga restitusi. Ini adalah hal yang baru untuk saya. Segitiga restitusi yang terdiri dari tiga tahapan yaitu menstabilkan identitas, memvalidasi tindakan yang salah dan yang terakhir menanyakan keyakinan. Ketiga tahapan ini dapat menumbuhkan motivasi individu dari dalam. Karena setiap individu memiliki kebutuhan yang berbeda. Menurut Dr. William Glaser ada lima kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan bertahan hidup, penguasaan, kasih sayang dan rasa diterima, kesenangan, dan kebebasan. Ketika salah satu kebutuhan dasar tersebut tidak terpenuhi, maka manusia akan bertindak untuk memenuhi kebutuhan tersebut dengan segala polah yang dapat mempengaruhi budaya poitif dan kedispilinan positif.
Selama dua minggu ini hal baru yang saya pahami adalah selama ini saya beranggapan guru memegang kontrol murid, ternyata tidak. Terciptanya budaya positif itu akan lebih bermakna jika muncul motivasi dari diri sendiri atau motivasi internal, sehingga yang dapat mengontrol murid adalah murid itu sendiri. Saya juga baru memahami tiga jenis motivasi prilaku manusia, yang ternyata hukuman dan hadiah merupakan motivasi eksternal. Setelah memahami lima posisi kontrol, selama ini saya berada dalam posisi penghukum, pembuat merasa bersalah dan teman. Saya membuat anak tertekan dan mungkin sakit hati. Untuk itu saya harus belajar tentang posisi manajer agar dapat menerapkan segitiga restitusi dalam menerapkan budaya positif.
      Perubahan yang saya alami setelah mempelajari modul ini adalah saya belajar dalam posisi kontrol manajer dalam menerapkan budaya positif. Mengurangi hukuman dan membatasi pemberian hadiah sebagai respon dari disiplin. Menyelesaikan kasus dengan segitiga restitusi.
      Pengalaman dalam menerapkan konsep inti modul budaya positif di sekolah adalah ketika saya bertemu salah satu murid saya yang berpakaian tidak rapi. Kemudian saya menerapkan segitiga restitusi, dia mengungkapkan apa kesalahannya, dan bagaimana penyelesaiannya. Saya pun tidak perlu bersusah payah mencari hukuman. Karena hukuman sudah tidak cocok lagi sekarang. Bahkan murid saya merespon positif dan menjawab dengan baik pertanyaan yang merupakan diajukan.
      Adapun perasaan yang saya alami saat itu adalah saya merasa senang dan bersyukur. Setelah menerapkan segitiga restitusi, saya tidak perlu khawatir akan muncul dendam pada murid. Saya juga perlu meningkatkan cara penyampaian pertanyaan kepada siswa. Karena saat berhadapan dengan saya, murid nampak tegang. Pemberian apresiasi juga perlu ditingkatkan.
      Meskipun perlu banyak peningkatan, saya tetap optimis karena sebelumnya saya tidak pernah menerapkan segitiga restitusi. Sehingga perasaan saya tidak tenang dan khawatir takut murid-murid menyimpan dendam terhadap saya.Setelah mempelajari modul ini, saya beralih posisi manajer, meski agak sulit tetapi saya berusaha semaksimal mungkin agar perasaan khawatir hilang, senang dan lebih santai karena mengurangi energi marah.
      Selain konsep inti modul budaya positif yang berkaitan makna disiplin, nilai kebajikan, teori kontrol, motivasi perilaku manusia, keyakinan kelas, hukuman dan restitusi, posisi kontrol, kebutuhan dasar manusia dan segitiga restitusi, perlu juga dipelajari filosofi Ki Hajar Dewantara, nilai dan peran guru penggerak serta visi guru penggerak.
Isma Nuryani
CGP A7 Kab. Cilacap
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H