Masih dalam kamar hotel aku bercerita. Kali ini aku bercerita tentang lampu. Sekali lagi aku ceritakan kebiasaan kami dirumah. Untuk menyalakan atau mematikan lampu kami harus menekan saklar. Jika lampu tiba-tiba mati, itu artinya ada pemadaman listrik atau anjlog istilah kita, nggak tau kalauborang kota apa menamakannya. Intinya kistrik hanya padam di rumah sendiri saja, yang lain nyala.
Sebenarnya kami minta tuker kamar sama teman laki-laki. Karena kami mendapat kamar di lantai satu, sedangkan kami sudah lelah untuk berjalan naik tangga. Kebetulan kamar kita berada dibangunan lama. Bangunan yang masih menggunakan tangga. Jadi untuk naik ke lantai satu hanya bisa melalui anak tangga.
Teman laki-laki kami sudah masuk kamar dan belum sempat untuk berganti pakaian. kami berdua datang meminta mereka keluar tukar kamar. Untung saja mereka bersedia. Disini lah rasanya toleransi dan pertemanan dihargai. Tidak ada yang aneh dalam kamar. Aku memandangi isi kamar ada saklar lampu, dua kasur, satu meja, satu lemari, tv dan kamar mandi yang telah dulu aku ceritakan kemarin.
Aku masih celingukan, bagaimana cara menggunakan pintu kamar dengan kartu. Ya ampun ini sungguh memalukan bukan? Tapi jujur, ini murni hanya untuk berbagi. Siapa tahu ada yang membaca cerita ini dan belum pernah menemukan hal baru yang seperti kami alami kemarin.
"Mba, ini tadi bukanya pake kartu ya?" tanyaku ke Mba Pipit yang sedeng duduk melepas kaos kaki.
"iyah Mba" jawabnya singkat dan menghampiriku yang berdiri dekat kartu yang sebuah tempat yang sepertinya untuk menyimpan kartu.
"ntar Mba, aku penasaran cara nguncinya gimana ya?" aku membuka pintu dan melihat-lihat engkel pintu, Mba Pipit masih disampingku. Sepertinya dia pun merasakan hal yang sama. Dan aku sama sekali tidak menemukan pengunci pintu.
"lah ini sih gimana ya Mba nguncinya?" tanyaku semakin penasaran.
"nggak tau koh Mba..." jawab Mba Pipit yang sama melihat-lihat bagian pintu. Aku pun mengambil kartu berniat untuk bereksperimen agar tidak keliatan katro saat keluar dari hotel. Baru saja akan keluar kamar, tiba- tiba lampu mati.
"Mba... Kok mati lampunya"teriak Mba Pipit yang takut gelap.
"Masa di hotel mati lampu sih Mba?" aku pun terkejut dengan kondisi ini.
"ini kali Mba, pintunya dibuka" Kata Mba Pipit. Aku berusaha tenang meski takut di kamar hotel mati lampu. Aku tutup kembali pintunya, tetap saja mati lampu.
"Itu Mba, kartunya... Jangan diambil " Mba Pipit panik, sehingga kalimat yang diucapkan pun aneh kedengarannya bagiku. Dalam hatiku berkata "masa gara-gara kartu diambil penunggu kamar marah dan lampunya dimatikan" Aku membolak balikan kartu, karena kebingungan.
"maksudnya coba Mba masukan lagi kartunya ditempat tadi! " aku pun menuruti apa yang dikatakan Mb Pipit. Dan ternyata nyala kembali lampunya. Kami pun tertawa setelah datang kepanikan.
"Ya Allah Gusti, ajaib ya... Kartunya di ambil lampunya mati."aku pun mengulangi adegan yang sama. Mengambil kartu yang kemudian lampu mati dan meletakan kembali ketempatnya dan lampu menyala. Seperti anak kecil yang baru menemukan permainan. Aku tertawa terbahak bahak. Ini adalah hal yang baru, Â jadi aku memainkanya bolak balik. Sedangkan Mba Pipit masih tertawa keheranan.
"Soalnya tadi Tono bilang kalau udah masuk kamar kartunya taro sini ya, biar lampunya nyala tapi aku juga nggak tahu maksudnya Mba." Mba Pipit menepuk jidat karena sempat merasakan kepanikan. Untung saja tadi kami tidak keluar minta tolong karena lampu kamar mati. Atau berlarian menghubungi resepsionis hanya untuk menyalakan lampu yang anjlog. Hehehe
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H