Turun tanah (turun mani) adalah sebuah tradisi yang telah menjadi budaya dalam kehidupan masyarakat Gayo. Tradisi tersebut adalah serangkaian kegiatan dalam menyambut kelahiran anak bayi.Â
Suku gayo menyebutnya upacara turun mani adalah sinte pertama (hajatan pertama ) dalam kehidupan sehari hari.
Serangkaian tradisi tersebut masih di jaga kearifan lokalnya  lintas generasi, bahkan menjadi kewajiban orang tua menyambut kelahiran sang buah hatinya.
 Dalam ritual acara turun mani lazimnya di lakukan ketika bayi baru lahir sekitar 1, 2 minggu usia kelahiran, yang di pimpin langsung oleh dukun kampung (Bidan desa).Â
Pada acara ini lazimnya bayi laki laki di gendong oleh anak laki laki dan sebaliknya Bayi perempuan di gendong oleh anak perempuan, di lengkapi kostum kebesaran adat gayo kerawang.
Sementara acara ritual ini di lakukan pada pagi ketika matahari sedang terbit, Orang tau sang bayi menyediakan segala perlengkapan pada acara tersebut, mulai dari beras, kuyit, kelapa dan lain lain.
 Sedangkan acara ini di pimpin oleh bidan kampung (nangka langkah ) berangkat dari rumah menuju ke sungai (waeh aunen) kemudian di ikuti oleh yang mengendong beserta rombongan yang di dominasi oleh kaum wanita, sesampai di sungai Dukun menarok ( selsung ) tanda penghormatan, kemudian di buka tikar yang mengendong bayi duduk menarok di betis.
Â
Sasaran eksekusi utama bidan desa melumuri bayi dengan tepung yang di campur ( lulut ) terus di buka kain di belah kelapa di. atas bayi tersebut. Makna di belah kelapa di atas bayi tersebut supaya sang bayi tak takut sama petir dan hujan.