Momem saling memaafkan di setiap hari lebaran Idul fitri di tanah air sudah menjadi sebuah tradisi, bersalam salaman, berpelukan, dan sungkuman setelah melaksanakan solat Eid sudah di lakukan sejak dulu. Tak jarang bukan hanya hari lebaran tersebut, namun berlanjut hingga selesai bulan Syawal masih ada acara salam salaman bagi yang belum di salami.
Dalam tataran tradisi masyarakat Gayo sebelum di lakukan salaman ada kata kata yang meski di ucapkan terlebih dahulu, untuk mengawali salaman tersebut biasanya di awali dengan kalimat berikut ini.
Karna nge sawah hari baik ulen baik, kadang ara salah kata, salah langkah, salah tingkah. Aku niro maaf lahir dan batin. ( karna telah sampai hari baik dan bulan baik, mungkin ada salah kata, salah dalam bertingkah baik di sengaja maupun di sengaja saya mohon maaf).
Pun demikian dengan kehadiran teknologi momen saling memaafkan berlanjut via medsos baik itu WA, Fece book dan lain lainnya. Berikut yang sering di bagikan oleh generasi melenial pesan saling memaafkan tersebut.
* Maklum ni kacang gere berdirin kusi ku parin uwah mujarna, ku sudere ku tiro ijin udah bersiturin gere demu mata, taringko tempat aku peh berijin,
ku waih penirin si manut kutoa,
dele ni salah si gere terperin maaf lahir batin buge mapus dosa.
(Maklum lah tanaman kacang tak ada sandaran kemana di tarok buahnya, sama saudara saya mintak izin mungkin tidak bisa berpapasan, di tinggal tempat saya mintak izin, ke air sungai berhilir, banyaknya salah tak terhingga, mohon maaf lahir dan batin.)
Jangko nipumu gere ilen sawah,
salam semah gere musampe,
Giara umet si gere bersalah kucuali Allah urum Nabi.
Berjabatan tangan mungkin belum bisa, salam sungkem juga tidak terwujud, tak ada umat yang gak bersalah kecuali Allah sama Nabi
Ta kadang ara cerak silepas so waeh deras  bun kin penanute,
Ta kadang ara peri siterlanjur so tanoh gemur bun kin penyebue.
Semantung merawe silep.
Semerlep merawe lupe.
( mungkin ada salah kata sungai yng deras di hanyutkan, mungkin ada kata yang salah tanah yang subur di kuburkan, kita manusia tak lepas dari khilaf dan lupa).
Kale ni pumu kenakne mujurah,
kale ni mata kenakne munerah,
kale ni Awah kenakne besirasan,
Belo Gere mupucuk pinang gere beruah Selo die sawah si Ken harapen.
Kangen rasanya berjabat tangan
Kangen rasanya pingin di lihat
Kangen rasanya pingin berbicara
Ranut tak lagi ada puncuk
Pinang tak lagi berbuah
Kapan sampai yang kita harapkan.
Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H