Mohon tunggu...
ismail sayuti
ismail sayuti Mohon Tunggu... Lainnya - Hutan leuser

Pencinta alam dan budaya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

KEL dan TNGL Sebuah Warisan Leluhur yang Harus Dilindungi Bersama

1 Mei 2022   01:05 Diperbarui: 11 Mei 2022   11:10 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) merupakan salah satu wilayah konservasi paling penting di muka bumi. Terletak di dua provinsi paling utara Sumatra (Aceh dan Sumatra Utara), dengan luas 2,6 juta hektare yang sangat kaya keanekaragaman hayati. 

Kawasan ini terbentang di 13 Kabupaten Aceh, sebut saja Aceh Barat, Nagan Raya, Aceh Barat Daya, Aceh Selatan, Aceh Singkil, Subulussalam, Aceh Tenggara, Gayo Lues, Aceh Tengah, Bener Meriah, Aceh Utara, Aceh Timur, dan Aceh Tamiang. Sedangkan dalam wilayah Provinsi Sumatra utara meliputi 4 Kabupaten. Yakni Langkat, Dairi, Karo dan Deli Serdang.

Dimana dalam Kawawan Ekosistem leuser tersebut terdiri Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL). TNGL adalah salah satu Kawasan Pelestarian Alam di Indonesia seluas 1.094.692 hektare yang secara administrasi pemerintahan terletak di Provinsi Aceh dan Sumatra Utara.

Provinsi Aceh yang terdeliniasi TNGL meliputi wilayah Subulussalam, Aceh Selatan, Aceh Singkil, Aceh Tengah, Gayo Lues, Bener Meriah, dan Aceh Tamiang, sedangkan Provinsi Sumatra Utara yang terdeliniasi TNGL meliputi Kabupaten Dairi, Karo, dan Langkat. Dan telah di tetapkan oleh Unisco sebagai warisan dunia.

Selain kekayaan alam yang melimpah terdapat di kawasan tersebut, juga terdapat 4 spesies kunci yang di lindungi. Hidup secara berdampingan di alam seperti Badak, gajah, harimau, orang utan, siamang dan sebagainya. Namun tingginya perburuan hewan tersebut saban tahun terancam punah dari habitatnya. 

Meskipun pemerintah telah menegakan hukum, namun belum ada efek jera bagi pelaku kejahatan tersebut, terbukti terus terjadi setiap tahunnya. Apakah kejadian ini terus terulang akibat dari pihak yang membidangi satwa di hutan di leuser, baik itu LSM Konservasi kurang bersosialisai kepada masyarakat ?. 

Atau  malah sebaliknya, masyarakat tak mengerti apa yang di sosialiasikan pihak yang membidangi tersebut, dan di sisi lain masyarakat tak ada pilihan lain untuk menyambungkan kehidupan selain mengganggu satwa meskipun nyawa taruhannya. Wallahu a'lam bishawab.

Kendati demikian Peraturan pemerintah telah jelas, bagi pelaku perburuan satwa di lindungi. Pelaku bakal dijerat dengan Pasal 21 ayat 2 huruf (a) jo pasal 40 ayat (2) Subs Pasal 40 ayat (4) UU nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dengan ancaman pidana paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp100 juta.

Semoga tidak ada lagi yang memasang jerat, entah itu jerat babi, kijang, rusa, dan kambing hutan leuser. Karna sejatinya jerat bisa merusak ekosistem apa lagi yang kena hewan langka.

Salam lestari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun