Mohon tunggu...
Ismail  M  Sangadji
Ismail M Sangadji Mohon Tunggu... Dosen - DIGITAL

MAJU BERSAMA ILMU DAN KETULUSAN

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sejarah Perjalanan Konflik Agraria di Era Orde Baru dan Berlanjut pada Era Reformasi

6 September 2018   17:44 Diperbarui: 6 September 2018   17:54 1492
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Konflik agraria di Indonesia berawal dari warisan kebijakan kolonial dimasa Hindia Belanda yang berlanjut hingga kebijakan nasional terkini. Ditinjau dari sisi sejarah, maka perubahan kebijakan di masa Hindia Belanda  hingga masa kemerdekaan dan berlanjut di era reformasi bersumber dari meningkatnya eskalasi konflik agraria berbasis kepentingan. Salah satu bentuk konflik yang sering terjadi di Indonesia adalah konflik agraria. 

Dinamika perjalanan konflik agraria masa orde baru menunjukan program yang bertujuan meredistribusi kekayaan sumberdaya alam dan memaksakan masyarakat untuk memberikan pajak kepada penguasa sebagai pendukung orde baru, rezim yang digunakan oleh penguasa sebagai antitesa dari program yang diilhami oleh komunitas masyarakat. Para pemilik tanah di pedesaan melakukan penguasaan tanah dengan cara mempertahankan kepemilikan. Konflik dan kekerasan yang terjadi masa orde baru memberikan trauma mendalam bagi masyarakat  akibat terjadi eksploitasi sumber daya yang dikuasai kolonial.

Kebijakan agraria dimasa orde baru memperlihatkan munculnya berbagai permasalahan yang mendasari perjalanan konflik dan kekerasan sosial ditahun 1966. Konflik yang terjadi  mencapai 150.000 ha yang diperkirakan jatuh kepada pihak penguasa, sipil atau militer. Pada sektor agraria, program berbasis agraria bertujuan untuk mengeksploitasi sumberdaya alam. Praktek program ini pada giliranya memperkuat dan mengembangkan basis ekonomi kelompok-kelompok yang menjadi tulang punggung orde baru. 

Sejumlah kasus agraria ditahun  1967-an hingga sekarang, mengalami perkembangan konflik yang dilihat dari tingkat perebutan. Eskalasi konflik tersebut menunjukan bahwa dimensi sengketa lahan dianggap menjadi ciri pokok dalam perubahan struktural  yang terjadi pada masa orde baru dan berlanjut hingga sekarang. Dominasi konflik agraria yang terjadi masa orde baru berlangsung dalam eksploitasi sumber daya atau pemerasan kekayaan pribumi yang diambil alih oleh kepentingan negara dan penjajah untuk kemakmuran sendiri.

Konflik agraria di Indonesia bersumber dari pihak-pihak yang memiliki kepentingan dalam mempertahankan haknya yang paling benar dan mengesampingkan aktor-aktor yang lain. Apalagi aktor masyarakat yang tidak berdaya dari sisi ekonomi, hukum dan bahkan politik. Negara seakan menyerang bukan melindungi warga, karena yang kita lihat adalah potret represif negara terhadap masyarakat dalam kasus agraria di Indonesia melalui kekerasan, penggusuran, ketidak adilan dan cara-cara lain untuk menghilangkan hak-hak masyarakat. Boleh jadi kasus agraria tersebut juga terjadi di Provinsi Maluku yang tersebar di beberapa Kabupaten Kota. 

Prinsip-prinsip orientasi kebijakan yang disebutkan di atas memiliki cita-cita yang luar biasa jika dipraktekkan oleh negara dan masyarakat dengan sungguh-sungguh. Dalam implementasi kebijakan agraria, aktor negara bisa saja membelokkan tujuannya untuk merebut tanah-tanah milik masyarakat dengan cara-cara kekerasan maupun monopoli yang tak dapat dihindari lagi, karena mereka mencari rent-seeking atau keuntungan dari proses kepemilikan tanah.

Dinamika perjalanan orde baru memberikan landasan historis, bahwa penguasaan lahan selalu melibatkan persinggungan kepentingan yang timbul akibat kompleksitas masalah, bahwa kepentingan mempengaruhi para aktor  yang saling berhubungan dalam penguasaan sumberdaya. Pengelolaan sumberdaya dan penguasaan, dipandang sebagai upaya memberikan hak kepemilikan dan otoritas atas sumberdaya kepada masyarakat lokal. 

Sumberdaya alam dapat menjadi penguat peran aktif masyarakat dalam menata kelola wilayah dan sumberdaya ditengah keterbatasan yang dimiliki oleh masyarakat. Proses penguasaan ini menjadi pemindahan hak dan tanggung jawab kepada kelompok masyarakat sebagai  pengguna sumberdaya ditingkat lokal. Praktek penguasaan sumberdaya  berdampak terhadap rezim tata kelola kekuasaan antara Negara serta masyarakat lokal yang utamanya berlangsung pada arena kepemimpinan lokal. Dinamika perkembangan pelaksanaan pengelolaan sumberdaya alam dapat dipengaruhi oleh tekanan internal dan eksternal yang berkaitan dengan perubahan sistem agraria ditingkat atas.

Sejak jatuhnya Pemerintahan Orde Baru pada tahun 1998, krisis ekonomi, reformasi politik dan desentralisasi  telah menciptakan berbagai peluang dan tantangan bagi para pihak, termasuk masyarakat sekitar hutan. Sekalipun desentralisasi memberi kewenangan yang lebih besar bagi pemerintah untuk  mengembangkan sumberdaya alam di wilayahnya, namun persoalan kebutuhan lahan pertanian, pemukiman dan investasi bagi industri kehutanan dan perkebunan tidak mudah untuk diselesaikan. 

Konflik hak-hak kepemilikan atas lahan yang semakin marak di seluruh tanah air terjadi karena persepsi yang berbeda soal  hak kepemilikan atas lahan, tidak jelasnya hukum pertanahan dan tumpang tindih antar peraturan. Sekalipun  telah ada upaya penyelesaian konflik atas lahan baik antar masyarakat, maupun antara masyarakat dengan pihak lain seperti perusahaan, namun masih belum ada kejelasan soal hak properti, baik dalam bentuk hak  kepemilikan maupun hak kelola.

Seiring dengan bertambahnya penduduk, tuntutan masyarakat semakin tinggi terhadap lahan garapan  sebagai sumber mata pencaharian. Terbatasnya lahan pertanian di sekitar hutan mendorong masyarakat  untuk memperluas lahan kegiatan pertanian yang seringkali masuk ke kawasan hutan. Di satu sisi, kawasan  hutan sebagian dalam kondisi tidak berhutan dan cukup potensial bagi kegiatan pertanian yang dapat memberi keuntungan sosial ekonomi masyarakat maupun lingkungan. 

Di sisi lain upaya untuk  memanfaatkannya secara optimal masih terkendala akibat tidak jelasnya peran masyarakat dan hak properti.  Padahal hak properti yang jelas menjadi faktor penting bagi semua pihak, termasuk masyarakat dan keluarga  sebagai unit terkecil, untuk mengelola sumberdaya secara lebih baik.

Pertambahan jumlah penduduk,  baik  angka  kelahiran atau masuknya pendatang di suatu daerah  menjadi salah satu faktor pendorong meningkatnya kebutuhan atas lahan sebagai sumber penghidupan.  Ketika lahan tidak cukup lagi untuk dibagi dan  memenuhi kebutuhan hidup mendasar, maka  seorang aktor akan mencari lahan lain untuk  memenuhi kekurangan tersebut. Akibatnya, lahan  baru dibuka demi memperluas lahan pertanian. 

Pembukaan lahan tidak hanya terjadi di sekitar  wilayah desa, namun meluas hingga areal hutan  di sekitarnya yang dalam banyak kasus melahirkan konflik lahan. Secara mendasar,  masyarakat  memandang pentingnya kepastian lahan sebagai  kebutuhan atas hak pengelolaan sumber daya alam.

Penjelasan di atas menunjukan adanya perubahan yang  berpengaruh sejalan dengan sistem agraria di Maluku, khususnya untuk wilayah pulau Ambon dan Pulau-pulau lease yang  membedakan sistem penguasaan lahan pada tiga struktur kepemilikan tanah, yakni: (1) tanah yang dimiliki oleh negeri yaitu tanah negeri; serta (2) tanah yang dimiliki oleh marga / klan dan sub-klan yaitu tanah dati; serta (3) tanah yang dimiliki oleh sebuah keluarga dan dapat diwariskan secara turun temurun kepada individu (hak kepemilikan individual), yaitu tanah pusaka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun