Mohon tunggu...
Ismail Elfash
Ismail Elfash Mohon Tunggu... wirusaha -

orang biasa yang sedang belajar menulis, mengungkapkan isi hati dan sekedar berbagi

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Pengalaman Membeli Tanah 100m Cuma Rp 10 Juta

2 Januari 2017   00:10 Diperbarui: 2 Januari 2017   00:26 4492
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya tinggal di Pondok Aren, Tangerang Selatan. Persisnya dibelakang perumahan Bintaro. Hidup bertahun-tahun sebagai kontaktor alias kontrak rumah dan kantor, rasanya memiliki sebidang tanah syukur-syukur rumah adalah sebuah impian yang "impossible". Mengingat harga tanah rata-rata diatas 1jt per meter. Sementara saya berprofesi sebagai wirausaha yang penghasilannya tidak menentu dan skala usahanya masih sebatas "mikro". Sering bertanya-tanya tentang KPR, namun jawaban dari petugasnya standar; harus punya dp minimal 20%, dilihat dari cashflow keuangan di rekening bank nya bagus, rekening koran, laporan pajak dan syarat-syarat lainnya yang cukup rumit, bagi saya. Dan saya berkesimpulan tidak mungkin saya mengajukan KPR, dan KPR ini cocok paling tidak untuk karyawan yang punya penghasilan tetap.

Alternatif lain, saya mencari tanah di daerah-daerah yang masih terjangkau harganya. Saya survey ke daerah pelosok Serpong, Pamulang, Gunung Sindur, Cisauk, sampai Parung. Iya sih, harga tanah masih ada yang dibawah Rp 1jt/meter, namun anak istri saya keberatan, karena terlalu jauh dari tempat usaha, apalagi anak yang sudah sekolahnya, tiba-tiba harus pindah ke tempat baru. Jelas, bukan sebuah keputusan yang gampang. Terlebih, sebenarnya kalau mau jujur, uangnya juga belum ada! Namun, saya pernah mengikuti kelas pelatihan "gila" Purdi Chandra yang diantara terornya masih membekas dalam ingatan saya. Jangan takut bertanya, karena bertanya tidak memerlukan uang. Kalau sudah ditanya silahkan saja ditawar, karena menawarpun tidak memakai uang. Terus kalau ditawar terus dikasihkan, ya, Alhamdulillah berarti itu rezeki. Kalau sudah nawar tidak dikasih, ya sudah cari yang lain.. Begitu isi seminarnya. Sekalian dikasih tips menawar, "kalau mau nawar, tawarlah dengan harga serendah mungkin, tujuannya biar tidak dikasihkan, karena dana kita belum siap. Atau paling tidak kita jadi tahu, berapa harga yang diinginkan si penjual". Akhirnya cari sana-sini sampai ke pelosok dihentikan. Namun saya tidak menyerah, saya akan terus bergerak, walau sebatas bertanya, mencari dan menawar, toh semuanya tidak memerlukan uang. Dan paling tidak, saya akan menunjukan pada Tuhan, bahwa saya punya  tekad yang kuat dan usaha yang keras untuk mewujudkan mimpi memiliki tempat tinggal buat anak dan istri. 

Ketika usaha sudah dilakoni, namun hasil belum juga nampak, seperti biasa tindakan yang saya lakukan adalah membaca. Ya, saya pergi ke Gramedia Bintaro untuk mencari jawaban atas permasalahan yang dihadapi. Lagi-lagi bukulah menjadi sahabat sejati yang tidak pernah melukai hati. Saya baca buku-buku properti, saya buka sampul plastiknya, dilahap isinya. Setelah merasa puas, dan menemukan secercah harapan dari bacaan, lalu saya pergi dari Gramedia. Membeli buku? Jelas tidak! Karena ketiadaan dana. Tapi sesekali beli juga, sih....

Buku, bacaan dan ilmu sangat menolong dalam proses pencarian tanah dan rumah. Saya lahap buku-buku Property Cipto Junaedy, yang kata orang mustahil, gak mungkin bahkan bohong! Tapi bagi saya ilmu itu tidak ada yang salah, karena kalau salah, ya sudah tidak usah dipakai, cukuplah menjadi tahu saja. Baca juga buku property yang lainnya yang jumlahnya lebih dari 20an buku. Apa yang terjadi setelah baca buku-buku tersebut? Yang ada tambah pusing! Karena ketidakpercayaan atas pengalaman gila seseorang dalam mendapatkan tanah/rumah, atau bahkan ada fikiran bahwa beli tanah atau rumah itu tetap aja perlu menyiapkan uangnya dulu. Namun apapun yang terjadi, hasil bacaan sudah mengendap di alam bawah sadar dan sudah menjadi harta karun yang disebut "ilmu". 

Manusia berkewajiban untuk ikhtiar dan Allah yang akan menjawab dari setiap iktiar hamba-Nya. Cepat atau lambat pastilah doa-doa dan usaha kita mendapat jawaban dari Allah Tuhan Semesta Alam. Jangan pernah putus asa, apalagi berprasangka buruk pada Tuhan. 

Hingga pada suatu hari, kesempatan itu tiba. Ada orang tua murid, yang datang ke sekolah. Dia ngobrol-ngobrol, lagi kebingungan suaminya yang anak STAN mau mutasi ke daerah. Sementara dia punya tanah yng mau dijual tapi belum laku-laku. Sedangkan waktu kepindahannya semakin dekat, dan dia menawarkan kepada saya. Hah... saya ditawarin! Gak salah nih, Hore... hati mah sudah berteriak kegirangan. Tapi duitnya dari mana? Begitulah suara hati yang berkecamuk. Tapi saya berusaha untuk "keep cool". Akhirnya, meloncatlah jawaban dari mulut  yang rasa-rasanya mendahului kata hati. "Oke, saya mau tanahnya. Kapan bisa dilihat lokasinya", eits keren.. kayak yang punya duit saja! Dan saat itu juga saya lihat lokasi tanahnya. Ternyata tidak terlalu jauh dari tempat tinggal yang sekarang. Jelas saya, mau tanahnya. Tapi dari mana duitnya???

Setelah saya oke in, dia juga setuju kalau saya calon pembelinya. Namun masalah dana tetap saja menjadi batu sandungan, karena saya belum pegang dana. Sementara dia mengajukan penawaran seharga 1.5jt per meternya, luasnya 100 meter jadi totalnya Rp 150.000.000. Wow.. keren 150jt! Boro-boro pernah pegang uangnya, melihat saja tidak pernah. Bismillah, saya teringat dari buku yang pernah saya baca, saya keluarkan jurus maut yang pernah orang lain lakukan, saya pakai ilmu hasil dari bacaan. Akhirnya saya cerita berterus-terang dari hati ke hati dengan memelas tapi penuh percaya diri.  Saya siap membeli tanahnya, tapi maaf, untuk saat ini saya belum pegang uangnya. Saya setuju dengan harganya (tanpa menawar) tapi bagaimana kalau saya minta waktu 1 tahun untuk melunasinya. Dia terdiam, minta waktu untuk diskusi denagn istrinya. Jawaban yang ditunggu-tunggu akhirnya keluar juga, dia setuju. Walaupun kayaknya terpaksa karena emang waktu mutasi dia semakin dekat, sementara jual tanah mah tidak bisa ditebak waktunya. Daripada tidak pasti dengan tanahnya dan membuat fikiran tidak tenang, lebih baik menerima tawaran saya, hehe... itu tebakan saya. Atau emang inikah rezeki saya??? 

Saat itu ilmu saya berfungsi dengan baik, mampu meyakinkan penjual dan membawa pada keputusan yang menjadi "win-win solution". Saya memberikan DP 10jt. Dan saya membuat surat perjanjian pengikatan jual beli. Artinya dengan surat tersebut walau dengan DP yang cuma 10jt, tapi status tanah sudah beralih kepada saya dan tidak bisa dijual kepada orang lain, selama dalam perjanjian. Dan saya minta waktu 1 tahun untuk bisa melunasinya dengan cara diangsur/dicicil. 

Setiap saya punya uang, saya transfer ke orangnya, atau saat dia butuh, dia menanyakan, dan saya kirim uangnya. Tenggat waktu 1 tahun sudah lewat, namun ternyata pembayaran belum lunas, masih setengahnya lagi. Saya tidak bermaksud mempersulit apalagi mengulur pembayaran, namun jujur karena dana yang saya miliki terbatas atau bahkan tidak ada. Si penjual sempat rada-rada emosi, karena saya tidak menepati perjanjian. Namun saya jelaskan kondisi keungan saya. Akhirnya saya minta tambahan waktu, atau saya mengalah dan nyerah, silahkan perjanjian dibatalkan, namun uang dikembalikan. Nih.. ini juga trik dari bacaan buku. Orang pasti berfikir untuk mengembalikan uang yang sudah dipakai pasti berat, pilihannya -walau terpaksa- setuju memberikan tambahan waktu. Ya, saya diberi tambahan waktu. Akhirnya tanggal 23 November 2015, pelunasan pembayaran tanah. Berarti proses pelunasan tanahnya selama 18 bulan. Tapi Alhamdulillah, semuanya berakhir dengan baik. 

Akhirnya tanah sudah resmi milik saya. Lalu dari mana uang untuk pembayaran tanah tersebut? Saya kasih bocorannya; saya memakai kartu kredit, saya ambil KTA dan saya pakai pinjaman bank. Jelas hutang saya jadi banyak dan membangkak, tapi tak apalah namanya juga orang orang gila yang nekad. Sebab kalau tidak nekad, rasanya saya tidak akan memiliki sebidang tanah. Tapi ada yang lebih berharga dari pengalaman ini yaitu ilmu diatas uang. Ternyata dengan ilmu, uang bisa disiasati dan masalah bisa dilalui dengan senang hati. Dan yang lebih gila lagi, ternyata pengalaman ini tidak berhenti sampai disini. Saya masih menyimpan cerita lagi. Membangun rumah dengan uang cuma Rp 40jt, membeli kontrakkan tidak pakai uang, malah dapat modal. Insya Allah saya ceritakan pengalaman selanjutnya di lain waktu. Dan saya punya keyakinan, dengan ilmu ini saya akan memiliki property-property berikutnya. Sebab yang tersulit itu ada pada pembelian pertama, untuk pembelian selanjutnya paling tidak saya sudah punya pengalaman tinggal di copas aja. 

Jangan pernah menyepelekan ilmu, kalau saya bisa, saya yakin anda juga bisa....!

Selamat Tahun baru 2017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun