Mohon tunggu...
Ismail Amin
Ismail Amin Mohon Tunggu... -

Warga Indonesia sementara menetap di kota Qom Republik Islam Iran, sembari belajar di Universitas Internasional al Mustafa Qom Iran... salam perkenalan, dan mari saling berbagi... Kita tidak selalu harus berpikir sama, tapi marilah kita sama-sama berpikir... ^_^

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Antara Syahid Muthahari dan Ki Hadjar Dewantara

2 Mei 2015   11:01 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:27 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak ubahnya Ayatullah Muthahari bagi rakyat Iran, Ki Hadjar Dewantara mampu membangkitkan semangat anti kolonial rakyatnya melalui tulisan-tulisan dan orasi-orasinya yang patriotik. Jika Ayatullah Muthahari bersama Ali Syariati dan tokoh-tokoh intelektual Islam Iran lainnya mendirikan Husyainiya-yi Irsyad untuk membangkitkan semangat rakyat Iran dalam menghadapi kezaliman rezim Syah saat itu, Ki Hadjar Dewantara bersama Douwes Dekker (Dr. Danudirdja Setyabudhi) dan dr. Cipto Mangoenkoesoemo, mendirikan Indische Partij (partai politik pertama yang beraliran nasionalisme Indonesia) pada tanggal 25 Desember 1912 yang bertujuan mencapai Indonesia merdeka.

Kalau Ayatullah Muthahari dijebloskan ke penjara karena menentang perayaan mewah memperingati 2500 imperium Persia ditengah-tengah kemiskinan dan kemelaran rakyat Iran, Ki Hajar Dewantara harus mengalami pembuangan ke pulang Bangka karena memprotes perayaan seratus tahun bebasnya negeri Belanda dari penjajahan Prancis dengan menarik uang dari rakyat jajahannya untuk membiayai pesta perayaan tersebut.

Kedua  tokoh ini terus dikenang oleh bangsanya karena pengorbanan, perjuangan dan jasa-jasanya yang besar bagi rakyat dan masa depan bangsanya. Keduanya dikenang karena semangat altruisme yang mereka miliki, semangat untuk berguna bagi sebanyak-banyaknya orang, meskipun itu harus meninggalkan kenyamanan sendiri. Sama halnya di Iran, sudah semestinya di Indonesia guru dihargai dan dihormati, lebih dari apa yang telah mereka dapatkan selama ini.

Selamat hari guru dan hari pendidikan nasional.

Ismail Amin, sementara menetap di Iran

[Dimuat di Majalah Itrah, edisi Mei-Juni 2015]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun