Begini, ditiap negara bagaimanapun seorang tokoh dielu-elukan dan dipuja, ada saja segelintir orang yang menaruh kebencian dan permusuhan, baik itu dari dalam negeri, maupun dari pihak asing. Dan agar kecintaan dan loyalitas rakyat menjadi luntur atas ketokohannya, maka dirasa perlu untuk dibuatkan fitnah dan isu yang membuat martabat dan kehormatannya jatuh dimata pendukungnya. Apapun dan bagaimanapun cara yang ditempuh. Kalau ide-ide dan pemikirannya tidak bisa dilemahkan, maka yang diserang adalah pribadinya, tampilan fisiknya, cara berpakaian dan logat bicaranya. Namun jika dari kepribadiannya pun tidak ditemukan titik cacatnya, maka yang dihantam adalah silsilah keluarganya.
Kita ingat, meskipun Prabowo tetap mendapatkan black campaigne dari kubu rivalnya, namun tidak seseram apa yang didapat oleh Jokowi. Silsilah keluarganya, dipreteli. Ia disebut keturunan PKI, keturunan Tionghoa bahkan aslinya beragama Kristen. Tentu saja untuk meyakinkan, maka dibuatlah data-data dan kesaksian-kesaksian yang katannya orang terdekat. Meski sampai sekarang kecinaan’nya tidak terbukti, tidak sedikit yang mempercayainya. Saking ‘ilmiah’nya fakta-fakta yang disodorkan, bahkan termasuk kealumnian Jokowi dari UGM pun diragukan kebenarannya. Prabowo dibuatkan isu punya pacar orang Thailand, dengan data-data yang seolah akurat.  Begitupun dengan SBY, setelah terpilih jadi Presiden, baru status istrinya, Ani Yudoyono diungkit sebagai bukan istri pertama SBY melainkan yang kedua.
Kejadian seperti ini tidak hanya ada di Indonesia. Masa kampanye presiden AS, Obama diisukan gay. Bahkan istrinya disebut aslinya laki-laki yang bernama Michael Robinson yang kemudian melakukan operasi transgender. Anak-anaknya bukanlah anak kandung, melainkan sekedar anak yang mereka pungut dan asuh. Bukti-bukti ‘otentik’ disodorkan. Foto-foto Michael sebelum berubah menjadi Michelle disebar kepublik. Kesaksian dan pengakuan dari orang dalam Istana disodorkan, sehingga isu itu betul-betul tampak sangat meyakinkan.
Nah, terlebih lagi di Iran. Ahmadi Nejad oleh tim kampanye rivalnya, dibuatkan isu bahwa ia keturunan Yahudi dan bukan berkebangsaan asli Iran, tapi usaha itu tidak berhasil, karena ia terpilih sampai dua periode menjadi presiden Iran. Imam Ali Khamenei diterpa tudingan bahwa dengan posisinya sebagai pimpinan tertinggi Iran, ia hidup korup, glamour dan bermewah-mewahan, meski akhirnya terbukti, kursi tamunya yang dipakai sejak 20 tahun lalu, masih terpakai sampai sekarang, dan hanya berganti cat saja, saking sederhananya.
Berkenaan dengan Imam Khomeini, musuhnya bukan hanya dari orang dalam Iran, namun juga orang luar yang kepentingannya atas Iran diputus dan diluluh lantakkan.
Meski rakyat yang sepakat Iran menjadi Republik Islam dengan Imam Khomeini sebagai pemimpin tertingginya, sebanyak 98,2 %, namun tetap saja ada segelintir orang yang anti Revolusi Islam dan anti Imam Khomeini, khususnya dari sisa-sisa partisipan Syah Pahlevi. Merekalah yang bekerja under ground menyebar isu-isu yang tidak sedap mengenai Imam Khomeini. Mulai dari pembajakan revolusi yang katanya direbut dari kelompok kiri, maupun menyerang kepribadian Imam Khomeini. Karya-karyanya dipelintir, pernyataan-pernyataannya di salah artikan, sampai dibuatkan buku yang seolah ilmiah dan faktual, Lillahi, Tsumma li Tarikh yang mengaku sebagai muridnya yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan judul yang provokatif, Mengapa Saya Keluar dari Syiah. Kemudian hari buku itu dipreteli kedustaan dan data-data rekayasa yang terdapat di dalamnya.
Sama halnya sebagian tokoh besar lainnya yang berusaha untuk dikerdilkan, silsilah Imam Khomeini juga di otak-atik. Sekali lagi dengan data yang seolah ilmiah, Kakek Imam Khomeini disebut berasal dari India dan beragama Sikh, lengkap dengan foto hitam putih yang diklaim memperkuat faktanya sehingga otomatis kesayyidannya sebagai keturunan Nabi Muhammad Saw digugat dan dipertanyakan. Termasuk orisinalitas ajaran dan pandangannya yang diklaim bercampur baur dengan paham para pendahulunya yaitu agama Sikh, sehingga tidak layak mengatas namakan Islam.
Tulisan ini bukan untuk membantah, atau untuk menunjukkan kepalsuan tuduhan tersebut, yang dimanfaatkan segelintir orang di Indonesia untuk menunjukkan kesesatan dan kekufuran Syiah. Yang berwenang mengurusi silsilah Imam Khomeini adalah pemerintah Iran, yang tentu memiliki tim khusus untuk menyelidikinya. Saya hanya mau mengatakan, lihat apa yang disampaikan Imam Khomeini, dan apa yang telah dipersembahkannya. Apakah yang disampaikannya baik dalam orasi maupun tulisan-tulisannya ada yang bertentangan dengan Islam dan nilai-nilai kemanusiaan? Apakah ada yang diperbuatnya yang membuat Islam diremehkan dan dipermalukan? apakah ada dari kebijakannya yang meruntuhkan sendi-sendi ajaran Islam? Ingat, nukil itu dari bukti otentik yang disampaikan Imam Khomeini, bukan dari karyanya yang dibajak, diterjemahkan dan dipahami serampangan.
Ketika kau membenarkan bahwa paham seorang tokoh sangat dipengaruhi oleh paham nenek moyangnya, maka ragukanlah apa yang telah dipersembahkan Imam Bukhari untuk dunia Islam. Kakek Imam Bukhari bernama Bardizbah, bukan saja ia seorang berkebangsaan Persia, namun juga beragama Majusi. Kalau kau meyakini, Syiah adalah agama bentukan orang-orang Persia yang dendam kepada umat Islam yang meruntuhkan kebesaran imperiumnya, maka Imam Bukhari yang keturunan Persia dan cucu seorang Majusilah yang patut kau curigai hendak menghancurkan Islam.
Tapi kan ternyata tidak. Umat Islam malah memposisikan persembahan Imam Bukhari memiliki derajat teratas setelah Al-Qur’an dibandingkan kitab-kitab yang disusun muhaddits lainnya.
Artinya apa?.
Pertama, kalaupun benar Imam Khomeini keturunan India, memangnya kenapa? toh orang Iran sendiri menerimanya sebagai pahlawan bagi kemerdekaan Iran dari kezaliman dinasti Pahlevi, dan sampai sekarang ia tetap dielukan dan dicintai.
Kedua, kalaupun benar kakeknya beragama Sikh, lantas kenapa? apa lantas ide-ide pemikiran dan karya-karyanya akan terkontaminasi oleh keyakinan kakeknya?.
Toh, hal yang saja juga berlaku kepada Imam Bukhari, Amir al-Mu'minin fi al-Hadith. Yang meskipun kakeknya orang Persia ia tetap dibanggakan umat Islam termasuk orang-orang Arab, dan meskipun kakeknya beragama Majusi, karyanya tetap diagungkan, dan dianggap paling sahih kedudukannya setelah Al-Qur’an.
Selamat mencerna, cukuplah dikatakan pendusta, kata Nabi Saw, mereka yang mempercayai dan menyebarkan apa saja yang didengarnya…
Berikut foto yang diklaim  sebagai Imam Khomeini dimasa kecil, yang sedang digendong kakeknya, padahal foto ini adalah lukisan Maharajah King Anand Rao, seorang raja kecil di salah satu kabilah di India.
NB: Buat Fimadani, Islam pos dan media2 anti Iran dan Syiah, jangan lantas karena sumbermu berbahasa Persia mengenai Republik Islam Iran dan Imam Khomeini kaupun menganggap itu bukti otentik, karena tidak sedikit orang Iran sendiri yang besar kebencian dan permusuhannya terhadap Republik Islam Iran dan Imam Khomeini… sehingga tidak segan, membuat2 berita palsu dan fitnah-fitnah murahan… ya, sama persis, sebagaimana yang biasa kau lakukan ^_^
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H