Perlawanannnya yang terakhir adalah ketika ia menjelajah ke Tanah Dusun sungai Lintuni di Kal-Teng, ia bertemu Pembakal Bonang yang telah lama mencarinya.Â
Pelurupun menembus kulit tubuhnya, darahpun tumpah di Bumi Pertiwi dan saat itulah ia menghembuskan nafas terakhirnya. Peristiwa ini terjadi pada 26 January 1866. Haji Buyasin gugur sebagai pahlawan dan sekaligus mujahid. meninggal dalam usia muda, 29 tahun.Â
Jenazah Haji Buyasin yang pernah menguasai dan memimpin Benteng Tabanio di serahkan kepada Belanda di Banjarmasin oleh Pangeran Nata Bupati Martapura. Kemudian oleh masyarakat di makamkan di lokasi makam Mesjid Jami Lama di tepi Sungai Martapura, Pasar Lama.
Bidang PSK ( Bidang Permuseuman dan Kepurbakalaan : sekarang ) telah melakukan Survei di lokasi ini, tetapi tidak menemukan Makam Haji Buyasin di antara makam -- makam yang ada. Mungkin hal ini di sebabkan adanya kerusakan tanah akibat erosi Sungai Martapura.Â
Lokasi makam -- makam di tempat ini mengalami perubahan yaitu menyempit banyak makam -- makam yang runtuh dan hilang yang semula berada di tanah sekarang lenyap ke tengah sungai martapura.Â
Mesjid Jami sendiri telah lama di pindahkan lebih ke tengah yang sekarang ini berada di pinggir jalan Mesjid. Kelurahan Mesjid Jami / Surgi Mufti Kecamatan Banjar Utara Banjarmasin ( Dahulu lebih di kenal dengan Kampung Masigit ).
Sebagai penghormatan bagi beliau namanya sekarang diabadikan sebagai nama Rumah Sakit di kabupaten Tanah Laut yaitu Rumah Sakit Haji Bujasin. Walaupun Haji Bujasin bersama pasukannya hanya sempat menduduki Benteng Tabanio hampir (lima) bulan saja, tetapi semangat dan perjuangan tanpa kenal  lelah dan pamrih ini yang patut kita contoh dan kita tiru sebagai penerus bangsa, akhirnya dirgahayu Republik Indonesia.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI