Berbicara tentang penentuan awal bulan Hijriyah di Indonesia masih sangat relevan untuk dibahas agar semua kalangan dapat memahami duduk masalah yang terjadi selama ini. Penetapan awal bulan Hijriyah di Indonesia masih sangat dipengaruhi oleh penetapan organisasi yang diikuti, walau dalam persoalan kalender Hijriyah sudah ada kriteria yang ditetapkan oleh pemerintah. Perbedaan dalam memilih kriteria dalam perhitungan kalender Hijriyah akan berakibat berbeda juga pada penetapan awal bulan, seperti yang terjadi pada penetapan awal bulan Rajab 1443 H.
Ada beberapa kriteria yang masih digunakan di Indonesia:
1. Kriteria imkan rukyat MABIMS. Kriteria ini merupakan hasil kesepakatan Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS). Awal bulan Hijriyah dalam kriteria MABIMS saat posisi bulan minimal 2 derajat di atas ufuk, sudut elongasi 3 derajat, atau umur bulan lebih 8 jam setelah konjungsi. Kriteria ini dikenal juga dengan kriteria MABIMS lama. Kriteria ini masih digunakan oleh Pemerintah Indonesia dan Brunei Darussalam dalam menyusun kalender Hijriyah. Sedangkan negara Singapore sudah beralih kepada kriteria wujudul hilal dan Malaysia beralih kepada kriteria baru hasil Rekomendasi Jakarta 2017, menurut kriteria baru ini, awal bulan Hijriyah saat posisi hilal dengan ketinggian 3 derajat dan sudut elongasi 6,4 derajat. Kriteria ini juga dikenal sebagai kriteria MABIMS baru.
2. Kriteria wujudul hilal. Kriteria ini menetapkan awal bulan Hijriyah dianggap sudah masuk saat posisi hilal sudah wujud di atas ufuk saat matahari terbenam setelah terjadi konjungsi. Kriteria ini selama ini digunakan oleh organisasi Muhammadiyah.
3. Kriteria rukyah hilal. Kriteria ini menganggap awal bulan Hijriyah baru masuk bila ada yang berhasil melihat hilal saat melakukan rukyah hilal pada hari 29 bulan yang berjalan. Kriteria ini digunakan oleh organisasi NU dalam mengeluarkan ikhbar awal bulan Hijriyah, sedang untuk penyusunan kalender Hijriyah, masih menggunakan kriteria MABIMS lama.
4. Kriteria LAPAN. Kriteria ini mensyaratkan agar posisi hilal dengan ketinggian 4 derajat dan sudut elongasi 6, 4 derajat saat matahari terbenam setelah terjadi konjungsi agar bisa dianggap bulan baru sudah masuk. Kriteria ini dipakai oleh organisasi Persis dalam menyusun kalender Hijriyah.
Berangkat dari keragaman kriteria yang ada di Indonesia, maka beragam pula hasil penetapan awal bulan Rajab 1443 H. Bila merujuk pada kalender Muhammadiyah, Kemenag RI, dan kalender NU, maka 1 Rajab 1443 H jatuh pada tanggal 2 Februari 2022 karena kriteria yang ditetapkan sudah terpenuhi. Bila merujuk pada kalender Persis, kalender Hijriyah negara Malaysia dan hasil ikhbar NU, maka 1 Rajab 1443 H jatuh pada tanggal 3 Februari 2022 dengan menggenapkan jumlah bulan Jumadil Akhir 30 hari.
Seperti inilah gambaran dinamika yang terjadi di Indonesia dalam persoalan kalender Hijriyah. Saran penulis, ikuti dan pahami kriteria yang ada agar setiap kesimpulan yang diambil ada landasan ilmu pengetahuan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H